Mohon tunggu...
Humaniora

Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah (Penyelesaian dengan Jalur Litigasi)

1 Juli 2015   13:49 Diperbarui: 4 April 2017   18:13 3353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hadis lain juga diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“apabila berselisih kedua belah pihak(penjual dan pembeli) dan tidak ada bukti-bukti diantara keduanya, maka perkataan yang (diterima) ialah yang dikemukakan oleh pemilik barang atau saling mengembalikan (sumpah).”     

Dalam menyelesaikan suatu sengketa yang muncul yang mencakup kajian syariah seperti sengketa perbankan syariah, persoalannya bukan hanya menyangkut hakim peradilan umum yang belum tentu menguasai masalah ekonomi syariah,[5] tetapi lebih dari itu peradilan umum tidak menggunakan syariah islam sebagai landasan hukum dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya.[6]

Amandemen atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 memberikan wewenang kekuasaan Peradilan Agama menjadi bertambah luas. Pengadilan Agama adalah sebuah lembaga negara dalam struktur pemerintahan Republik indonesia yang pengaturannya dibawah lingkup Departemen Agama dan bertugas dibidang kekuasaan kehakiman Islam. Pada awalnya Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 menegaskan kewenangan Peradilan Agama adalah berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

  1. Perkawinan;
  2. kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
  3. wakaf dan shadaqah.[7]

Dengan adanya amandemen atas  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tersebut, maka ruang lingkup tugas dan wewenang Peradilan Agama diperluas. Berdasarkan ketentuan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang ekonomi syari’ah yang meliputi :

  1. Bank syari’ah;
  2. Lembaga keuangan mikro syari’ah;
  3. Asuransi syari’ah;
  4. Reasuransi syari’ah;
  5. Reksa dana syari’ah:
  6. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
  7. Sekuritas syari’ah;
  8. Pembiayaan syari’ah;
  9. Pegadaian syari’ah;
  10. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah;
  11. Bisnis syari’ah.[8]

Adapun sengketa di bidang ekonomi syariah yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah :[9]

  1. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya;
  2. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah;
  3. Sengketa di bidang ekonomi syariah diantara orang yang beragama Islam maupun orang non Islam, yang mana akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Selain hal-hal di atas, ruang lingkup dan jangkauan kewenangan mengadili lingkungan peradilan agama di bidang bank syariah adalah tidak menjangkau klausula arbitrase karena konsekuensi yuridis dari adanya klausula arbitrase adalah apabila terjadi sengketa maka penyelesaiannya harus dilakukan melalui forum arbitrase itu sendiri. Para pihak bersangkutan tidak dibenarkan lagi mengajukan sengketa yang terjadi ke peradilan negara. Selain itu terhadap putusan arbitrase para pihak ternyata tidak melaksanakannya secara sukarela, maka sesuai dengan ketentuan undang-undang, pengadilan agama yang berwenang untuk memerintahkan pelaksanaan putusan tersebut. Karena badan arbitrase itu sendiri tidak punya wewenang untuk menjalankan atau mengeksekusi putusannya tersebut.

Proses penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui jalur litigasi dalam proses persidangannya sama seperti proses persidangan apda peradilan umum. Apabila upaya penyelesaian melalui perdamaian tidak berhasil, dimana kedua belah pihak ternyata tidak menemui kata sepakat untuk menyelesaiakan perkaranya secara damai maka sesuai dengan ketentuan Pasal 115 R.Bg atau Pasal 131 HIR ayat (1) dan (2) jo. Pasal 18 ayat (2) PERMA hakim harus melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku. Dengan demikian, perkara tersebut akan diperiksa dan diselesaikan melalui proses persidangan sebagaimana mestinya.

Dalam mengadili perkara, hakim mencari hukumnya dari sumber-sumber yang sah dan menafsirkannya, untuk kemudian diterapkan pada fakta atau peristiwa konkrit yang ditemukan dalam perkara tersebut.[10] Sumber-sumber hukum yang sah dan diakui secara umum, khususnya di bidang bisnis adalah isi perjanjian, undang-undang,yurisprudensi, kebiasaan, perjanjian internasional, dan ilmu pengetahuan.[11] Adapun bagi lingkungan peradilan agama, sumber-sumber hukum yang terpenting untuk dijadikan dasar dalam mengadili perkara-perkara perbankan syariah setelah Al-Quran dan AS-Sunnah sebagai sumber utama.

Penyelesaian perkara perbankan syariah di lingkungan peradilan agama akan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Artinya, setelah upaya damai ternyata tidak berhasil maka hakim melanjutkan proses pemeriksaan perkara tersebut di persidangan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang dimaksud. Dengan dmikian dalam hal ini proses pemeriksaan perkara tersebut akan berjalan sebagaimana lazimnya proses pemeriksaan perkara tersebut akan berjalan sebagaimana lazimnya proses pemeriksaan perkara perdata di pengadilan yang secara umum akan dimulai dengan pembacaan surat gugatan penggugat, lalu disusul dengan proses jawab menjawab yang akan diawali dengan jawaban dari pihak tergugat, kemudian replik penggugat, dan terakhir duplik dari pihak tergugat.

Setelah proses jawab menjawab tersebut selesai, lalu persidangan dilanjutkan dengan acara pembuktian. Pada tahap pembuktian ini kedua pihak berperkara masing-masing mengajukan bukti-buktinya guna mendukung dalil-dalil yang telah dikemukakan dipersidangan. Setelah masing-masing pihak mengajukan bukti-buktinya, lalu tahap berikutnya adalah kesimpulan dari para pihak yang merupakan tahap akhir dari proses pemeriksaan perkara di persidangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun