Mendekati tanggal 20 Mei 2014 yang merupakan batas waktu pendaftaran KPU untuk Capres dan Cawapres yang akan bertarung di Pilpres nanti, sangat menarik sekali melihat pergerakan – pergerakan dari partai-partai politik yang ada. Siapa yang akan menjadi teman dan siapa yang akan menjadi lawan menjadi tanda-tanya besar di benak semua orang.
Pada tulisan sebelumnya saya sempat berpendapat bahwa Pencapresan Prabowo dari Gerindra bisa saja gagal apabila Demokrat tetap melanjutkan Konvensinya dan mengusung Capresnya sendiridimana di sisi lain Demokrat sebenarnya juga diprediksi banyak orang mampu menarik dukungan dari PKB dan PAN yang memang pada pemerintahan yang sekarang masih berkoalisi dengan Demokrat.
Gerindra terancam tidak mendapat rekan koalisi karena Nasdem sudah bergabung dengan PDIP sementara Hanura dan PKS mungkin bergabung dengan Golkar. Dan hal tersebut bisa saja menyebabkan Gerindra dan PPP tidak memiliki suara yangcukup untuk Presidential Treshold.
Selanjutnya dua hari kemarin kita semua sempat dikejutkan dengan manuver yang dilakukan tokoh reformasi Amien Rais yang mencoba menggalang Koalisi Partai Islam. Sayangnya gagasan tersebut sangat terlambat karena waktu Pilpres sudah sangat-sangat dekat dan gagasan tersebut merupakan hal yang sangat sulit dilakukan karena selama ini belum pernah tercipta adanya rasa saling percaya diantara partai-partai Islam. Lagipula Amien Rais melontarkan gagasan tersebut dengan format Koalisi partai Islam + partai Nasionalis dengan nama usulan Koalisi Indonesia Raya. Ini membingungkan dan membuat semua orang menarik kesimpulan koalisi ini kemungkinannya cenderung mendukung partai dengan nama yang sama yaitu partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya).
Dan memang kenyataannyapertemuan yang digagas Amien Rais di jalan Cikini Jakarta kemarin tidak dihadiri tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh. Ketua PP Muhammadiyah dan Ketua PBNU yang diundang tidak hadir. Begitu juga dengan Ketua-ketua Umum masing-masing partai Islam yang diundang tidak hadir kecuali Ketua Umum/ Presiden PKS Anis Matta.
Bahkan siang ini ada kabar bahwa Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin mengatakan Pertemuan di Cikini kemarin tidak ada hubungannya dengan dirinya. Pertemuan tersebut berasal dari Pengajian Politik sebelumnya.Secara jelas sinyal yang ditangkap dari Ketua PP Muhammadiyah adalah kurang setuju dengan gagasan Amien Rais yang nota bene mantan Ketua PP Muhammadiyah juga.
Dari kubu PBNU sendiri tidak ada pernyataan apa-apa tentang pertemuan itu, dimana logikanya kalau dari PP Muhammadiyah sendiri tidak berminat dengan gagasan Koalisi Indonesia Raya dari Amien Rais, bagaimana mungkin dari PBNU bisa ikut mendukung. Dan di sisi lain jauh-jauh hari sebelumnya Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar berkali-kali mengatakan sudah kapok berkoalisi dengan partai Islam mengingat Gus Dur yang pernah dijatuhkan oleh koalisi ini.
Berikutnya lagi ada kejutan yang terjadipaska pertemuan Cikini yang menggagas Koalisi PKB-PAN-PKS-PPP ditambah 1 partai Nasionalis tersebut. Kejutan itu adalah pengumuman resmi dari PPP dimana menurut Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, PPP resmi mendukung Prabowo sebagai Capres Gerindra dan PPP resmi telah berkoalisi dengan Gerindra.Ini artinya PPP dibawah komando Suryadharma Ali sudah melakukan langkahnya sendiri dan tidak menunggu apakah ada perkembangan dari Koalisi Indonesia Raya tersebut.
Langkah Suryadharma Ali ini selain membingungkan partai-partai Islam lainnya ternyata juga membuat konflik internal PPP semakin parah. Sudah terjadi pemecatan dan mutasi elite politik yang dilakukan Suryadharma Ali. Dan sebaliknya suara-suara DPW-DPW juga semakin keras untuk melengserkan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum PPP.
Begitulah yang terjadi dengan Koalisi Indonesia Raya dan PPP.
Yang menarik kemudian adalah suara-suara dari elite PKB dan elite PAN berkaitan dengan koalisi yang akan dibangun partai-partai tersebut.
Ketika ditanya media bagaimana pendapat PKB tentang Koalisi Indonesia Raya yang digagas Amien Rais, elite PKB menjawabnya koalisi tersebut mungkin bagus tapi mengapa namanya harus Indonesia Raya yang sepertinya pro Gerindra.Lagipula menurut elite PKB, PPP sudah melangkah sendiri sehingga bagaimana mungkin partai-partai Islam bisa bersatu.
Selanjutnya elite PKB mengatakan sebenarnya juga PKB dan PAN sudah melakukan beberapa komunikasi dan Muhaimin Iskandar juga sudah bertemu Hatta Radjasa untuk membicarakan kerja-sama kedua partai Islam ini.
Dan ternyata dari elite PAN juga mengatakan hal yang sama dimana memang benar diantara PAN dan PKB belakangan ini sudah terjadi komunikasi yang intens berikut pertemuan Hatta Radjasa dan Muhaimin Iskandar.
Ini benar-benar menarik dan ini bisa saja merupakan isyarat bahwa Peta Koalisi Partai menjelang Pilpres bisa berubah tergantung kekuatan kedua partai ini.
PKB adalah partai berbasis warga Nahdiyin sementara PAN adalah partai yang berbasis warga Muhammadiyah.Kaum Nahdiyin dan keluarga Muhammadiyah adalah dua kekuatan Islam yang terbesar di Indonesia sehingga kalau PKB dan PAN bergabung pasti cukup dasyat kekuatannya.
Disisi lain perolehan suara kedua partai ini kalau digabungkan menjadi 16,5 persen suara nasional. Dan bila memang kedua partai ini bersatu sungguh sangat kuat nilai bargainingnya bagi partai-partai pemenang Pemilu Legislatif kemarin.
Dan akhirnya bila kita mencoba menarik beberapa kesimpulan dari pergerakan politik partai-partai dalam beberapa hari terakhir. Mungkin bisa disimpulkan sebagai berikut;
- Koalisi Indonesia Raya yang digagas Amien Rais kemungkinan besar tidak akan terbentuk karena masing-masing dari partai-partai Islam tidak ada satupun yang siap untuk itu.
- PKB dan PAN bila memang bergabung akan membuat Peta Koalisi Partai secara keseluruhan bisa berubah jauh dari prediksi-prediksi pakar-pakar politik dan prediksi partai-partai yang lain.
- Bila PKB dan PAN bersatudan bersedia mendukung partai Demokrat, maka Prabowo bakal terancam pencapresannya karena tidak memiliki suara cukup untuk Presidential Treshold. Prabowo akan gagal bertarung di Pilpres kecuali bila Prabowo bisa berkoalisi dengan Golkar dan menawarkan diri menjadi Cawapres ARB atau sebaliknya.
- PKB dan PAN sebenarnya belum pernah sekalipun mengatakan tidak akan berkoalisi dengan PDIP sehingga sebenarnya masih ada kemungkinan akan berkoalisi dengan PDIP dan Nasdem karena sejak jauh-jauh hari baik PKB maupun PAN sudah pernah berkomunikasi dengan PDIP dan menunjukkan ketertarikannya pada sosok Jokowi.Dan bila memang kemudian PKB-PAN berhasil berkompromi dan memutuskan untuk mendukung Jokowimaka yang terjadi adalah mau tidak mau Gerindra dan Demokrat harus bergabung dalam suatu koalisi dan mengatur ulang siapa Capresnya dan siapa Cawapresnya.
- Golkar juga sebenarnya dalam posisi yang kurang nyaman dimana ada suara-suara internal partai yang meragukan kemampuan ARB untuk menandingi Jokowi maupun Prabowo dalam Pilpres nanti.Sebelumnya Golkar diprediksibanyak pihak akan berkoalisi dengan Hanura dan PKS akan tetapi kelihatannya yang serius hanya Hanura sementaraPKS terlihatmasih saja mencari jalannya sendiri. Dan bila hanya Hanura yang serius dengan Golkar sementara PKB-PAN sudah bergabung dengan PDIP maka mau tidak mau Golkar juga akan merapat ke Demokrat atau Gerindra atau merapat pada Keduanya.
Dan memang kenyataannya sampai dengan saat ini baru Jokowi saja yang terlihat siap untuk melaju ke Pilpres mendatang sementara Prabowo dari Gerindra dan ARB dari Golkar belum terlihat tanda-tanda kesiapannya. Kemungkinan besar koalisi Gerindra dan koalisi Golkar akan sangat tergantung kepada arah mana PKB dan PAN akan menjatuhkan pilihan mereka.
Salam Kompasiana.
Tulisan sebelumnya,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H