[caption id="attachment_334868" align="aligncenter" width="624" caption="gbr dari kompas.com"][/caption]
Pernahkah anda membayangkan suatu ketika dalam satu hari seluruh Rumah Makan Padang yang berada di Jabotabek tidak menyediakan sambal sama sekali untuk seluruh menu masakan yang dihidangkannya? Bagaimana kalau itu terjadi dalam kurun waktu satu minggu?Mungkin saja akan terjadi demo besar dari masyarakat kepada Pemerintah, mengapa pemerintah tidak bisa menyediakan sambal untuk warganegaranya.
Itulah yang terjadi bila kita berbicara tentang Lidah Indonesia yang sudah begitu akrab dengan Rumah Makan Padang. Berikutnya kita membayangkan Lidah Internasional, apa mungkin Mc Donald, KFC dan lainnya bisa berhasil mengembangkan usahanya di Indonesia bila menu Ayam Gorengnya disajikan tanpa sambal? Bisa dipastikan tidak. Mc Donald, KFC dan lainnya tidak akan berhasil mengembangkan usahanya di Indonesia bila tidak menyajikan sambal dalam menunya.
SEBERAPA PENTINGKAH SAMBAL UNTUK HIDUP KITA?
Entahlah kalau untuk orang lain, tapi kalau untuk keluarga besar kami sambal sudah menjadi bagian dari hidup kami. Sambal adalah hal kecil yang dapat membuat hidup kami menjadi bahagia.
Ketika kami sekeluarga tidak memiliki uang sehingga tidak dapat menikmati sepotong Ayam Goreng atau Sepotong Rendang atau sepotong Ikan, maka makan siang kami terasa cukup nikmat dengan melahap sepiring nasi beserta sepotong Tempe Goreng dan Sambal.
Dan paradigma seperti itu bisa dipastikan ada dan mengakar pada mayoritas penduduk Indonesia. Sambal adalah kebutuhan Primer dari penduduk Indonesia. Nilai penting sebuah sambal mungkin sama berartinya dengan nilai sekian tetes BBM bersubdidi.
Tidak mengherankan kalau harga Cabai sebagai bahan dasar Sambal di Indonesia menjadi hal yang selalu menjadi tolok ukur kenaikan harga sembako. Mengingat pentingnya sambal bagi mayoritas penduduk Indonesia maka Cabai adalah sala satu Komoditi terpenting dalam perekonomian Indonesia.
Menjadikan Cabai sebagai Komoditas Primer itu sangat penting. Ini adalah peluang bisnis yang “nggak ada matinya”. Tinggal bagaimana para pelaku ekonomi dapat mengoptimalkannya. Dan jangan sampai terjadi kita mengimpor Cabai untuk kebutuhan masyarakat kita.
Data BPS pada awal tahun 2014 tercatat Indonesia sudah berkali-kali mengimpor Cabai Olahan dari Vietnam. Seharusnya ini tidak terjadi bila Pemerintah mampu mendorong Petani Cabai mengoptimalkan produksinya dan membantu dalam pendistribusiannya. Begitu juga dengan para pelaku ekonomi yang seharusnya mampu melihat peluang bisnis pengolahan cabai.
TIDAK SEMUA ORANG BISA MENGULEK SAMBAL
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Rumah Makan Padang, Mc Donald, KFC hingga Warteg sangat mengandalkan cita rasa Sambalnya sebagai Senjata Pamungkasnya. Rasa Sambal adalah Rahasia Kunci Sukses dari para pengusaha Kuliner yang ada di Indonesia.
Begitu banyak Warung Makan yang tadinya warung kecil akhrinya menjadi Rumah Makan terkenal dan sukses karena Rasa Sambal yang mereka miliki “mendunia”. Mereka sukses besar gara-gara hal kecil, yaitu sepiring kecil Sambal.
Sambal berbeda dengan Cabai seperti halnya Nasi dan Beras. Mengolah Cabai menjadi Sambal adalah hal yang tidak mudah. Membuat Sambal atau khususnya Mengulek Sambal adalah suatu pekerjaan yang cukup sulit. Hanya orang-orang yang berbakat yang mampu mengulek sambal sehingga dapat menghasilkan Cita Rasa Sambal yang Istimewa.
Mengulek Sambal atau Meracik Sambal adalah pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus. Mereka yang mampu mengulek Sambal adalah orang-orang yang sudah mengetahui cita rasa bumbu. Adalah suatu Seni dan merupakan suatu Keahlian khusus, bagaimana cara mengkomposisikan bumbu-bumbu dapur sehingga mampu berkolaborasi dengan Cabai dengan tujuan akhir menghasilkan Rasa yang Spektakuler.
Itulah Sambal dengan segala hal yang ada dibelakangnya.
PELUANG BISNIS SAMBAL SANGAT MENGGIURKAN
Istri saya dan saudara-saudara perempuannya adalah orang-orang yang gila sambal. Terkadang mereka berkumpul hanya untuk sekedar makan-makan dengan sambal yang mampu membuat mereka menjadi “pilek” dan “menangis”. Kalau belum mengusap hidungnya yang meler dengan tissue dan belum membuat mata berkaca-kaca gara-gara sambal itu artinya pertemuan mereka belum berhasil. Hehehee.
Begitu banyak orang yang tergantung hidupnya dengan Sambal. Itulah yang membuat Sambal Bu Susan dari Bali mendulang sukses besar. Suami bu Susan memulai usahanya meracik sambal pada tahun 2010 dengan modal awal sebesar Rp.300.000. Pak Yayak (suami bu Susan) memulai usahanya dengan membuat kolaborasi Sambal Bali.Diaterinspirasi dari Cita Rasa Sambal Mata khas Bali.
Saat ini Pak Yayak mampu memproduksi 6 Varian yaitu Sambal Bawang, Sambal Teri, Sambal Udang, Sambal Ikan Asin, Sambal Petai dan Sambal Terasi. Dalam setiap bulannya Yayak mampu memproduksi 3.000 botol Sambal dan botol-botol itu sudah sampai ke Jakarta, Bandung hingga Manca Negara. Bahan-bahannya memang ada yang khusus antara lain Cabai dari Klungkung Bali dan Terasi dari Jember. Itu yang membuat Sambalnya memiliki Cita Rasa yang Khas.
Tidak jauh dari Bali, di Lombok juga ada Sambal Ulek yang terkenal yaitu Sambal Encim yang diproduksi Happy Natalia. Happy mampu mengembangkan Cita Rasa Sambal yang berasal dari Sambal Terasi Taliwang khas Lombok. Saat ini Sambal Encim mampu memproduksi 2.000 botol sambal per bulan dan sudah tersebar di beberapa kota besar.
Berikutnya dari Bandung muncul pengusaha Irdham Arbina. Pria berusia 30 tahun ini dengan merek Sambal Helleyah memulai usahanya sejak bulan Juli 2011. Irdham memulai usahanya dengan menawarkan “memaksa beli” pada kawan-kawannya.Tetapi akhirnya Irdham mampu membuat 3 Varian Rasa Sambal yaitu Sambal Goang, Sambal Daun Jeruk dan Sambal Udang. Cabai yang digunakan adalah Cabai khusus dari Lembang Bandung yang minimal didatangkan sebanyak 200 Kg per bulannya. Saat ini Irdham mampu menjual 3.000 kemasan Sambalnya per bulan.
Dan terakhir dari Manado 3 serangkai pengusaha menggoyang Jakarta dengan memasarkan Sambal De Binyos. Dominique, Renggo dan Jerry mengembangkan Sambal Ikan Roa yang berbahan utama Ikan Roa dan Cabai khusus yang berasal dari Manado. Ikan Roa Asap dan Cabai yang dikirim dari Manado diolah bersama bawang putih, minyak Canola, Rosemary dan Oregano. Mereka membuat Sambal Ikan Roa dalam 2 Varian yaitu Roa Binyo dan Roa Pete Binyo. Sedangkan Sambal tanpa Ikan diproduksi 2 varian juga yaitu Sambal Dabu Binyo dan Rica Binyo.
Dalam setiap minggunya De Binyos mampu menjual 80 Kg Sambal Roa (dalam sebulan sekitar 300 Kg). Sambal ini lebih banyak diproduksi berdasarkan pesanan karena sambal hanya mampu bertahan selama 2 hari. Mereka juga memasarkan produk mereka melalui Twitter dan Instagram.Dan pelanggan-pelanggan mereka sudah di Manca Negara meskipun cara mengirimkannya dengan menitipkan pada orang yang berangkat ke luar negeri.
Lalu Bagaimana dengan Anda? Sudahkah anda menikmati Sambal Favorit anda hari ini?
Salam Kompasiana.
Sumber Tulisan :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H