Hasil Survey Elektabilitas Pilpres 2019 yang dirilis Litbang Kompas hari ini (20 Maret 2019) memposisikan Elektabilitas Jokowi-Maruf 49,2% dan untuk Prabowo-Sandi 37,4 % sementara  Tidak Menjawab (Undecided Voters) 13,4%.  Selisih Elektabilitas Capres 01 dengan Capres  02 sebesar  11,8%.
Survey dilakukan pada rentang tanggal 22 Februari s/d 5 Maret 2019 dan melibatkan 2.000 Responden.
Angka-angka tersebut diatas, Â terutama angka selisih elektabilitas antara Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi ternyata hanya 11,8%, sementara selisih angka elektabilitas yang dirilis SMRC, LSI Denny JA mencapai 20-27%.
Mana yang benar sebenarnya Litbang Kompas atau SMRC dan lainnya?  Kenapa sampai  jauh begitu berbeda hasilnya?
Kalau memang angka Litbang Kompas yang benar tentu nama besar SMRC dan LSI Denny JA akan dipermalukan. Tapi belum tentu kesemuanya benar. Â Yang benar atau salah nanti akan terbukti pada 17 April 2019 setelah Hasil Quick Count diummkan.
Mari kita coba  bandingkan hasil survey Litbang Kompas dengan hasil survey lembaga lain sebagai berikut :
1.SMRC, per 17 Maret 2019, Selisih Elektabilitas 25,8%.Â
Survey SMRC dilakukan pada 25 Februari s/d 5 Maret 2019 dengan melibatkan 2.479 responden. Hasilnya Elektabilitas  Jokowi-Maruf 57,6% dan Prabowo-Sandi 31,8%. Undecided Voters  10,6%.Â
2.LSI Denny JA, per 5 Maret 2019, Selisih Elektabilitas 27,8%.
Survey LSI Denny JA dilakukan pada 18-25 Februari 2019 dengan melibatkan 1.200 Responden. Menurut LSI Denny JA Elektabilitas per 5 Maret 2019 : Jokowi-Maruf 58,7% Â dan Prabowo-Sandi 30,9%. Undecided Voters 9,9%.
3.Cyrus Network, Per 1 Februari 2019, Selisih Elektabilitas 19,2%
Cyrus melakukan survey pada 18-23 Januari 2019 dengan hasil : Jokowi-Maruf 55,2% dan Prabowo-Sandi 36 %.  Undecided Voters 8,8%.  Survey melibatkan  1.230 Responden.
4.Polmark Indonesia, Per 5 Maret Selisih Elektabilitas 14,6%.
Hasil Survey Polmark Indonesia : Jokowi-Maruf 40,4% sementara Prabowo-Sandi 25,8%. Undecided Voters 33,8%. Survey dilakukan sejak Oktober 2018 hingga Februari 2019.
Inilah yang sama sekali tidak saya pahami tentang fenomena ini. Â Dalam lebih dari 3 artikel yang saya buat dalam 1 bulan terakhir selalu saya menyebut hasil-hasil survey lembaga-lembaga survey untuk Elektabilitas Jokowi dan Prabowo terasa aneh.
Saya pribadi punya rumus tersendiri untuk mengukur selisih elektabilitas  yang wajar dari Pemilu Karta Tertinggi dimana masyarakat akan terkristalisasi dalam 2 kutub. Tidak mungkin untuk Pemilu sekelas Pilpres ada selisih elektabilitas antara (hanya) 2 kandidat melebihi angka 10%.
Lagipula saya sering memantau Google Trend untuk isu tertentu termasuk Popularitas Jokowi dan Prabowo. Trend yang terekam oleh Google soal Popularitas Jokowi vs Prabowo selama 3 bulan terakhir adalah : Jokowi  51% dan Prabowo 49%.  Angka itu sama sekali tidak relevan dengan angka Elektabilitas keduanya  yang disebut-sebut memiliki selisih hingga 27%.
Begitulah kira-kira  soal selisih Elektabilitas diatas 20%  yang saya permasalahkan dalam beberapa artikel saya sebagai angka yang aneh.  Tapi faktanya lembaga-lembaga Survey ternama seperti LSI Denny JA, SMRC dan lainnya berani merilis angka itu tentu mereka akan berani mempertanggung-jawabkan hasil surveynya.
Litbang Kompas, LSI Denny JA dan SMRC pada tahun 2012 hingga 2014 semua hasil suveynya sangat bagus sekali. 3 lembaga ini termasuk  yang paling saya percayai kredibilitasnya.  Sayangnya pada Pilkada 2017 dan Pilkada 2018 ketiganya saya catat meleset jauh dari Hasil Pilkada yang diumumkan KPUD dari masing-masing Pilgub.
Nanti kita lihat saja hasil Pilpres 2019 lewat Quick Count ataupun hasil resmi KPU. Bila memang hasilnya meleset dibawah 3 % dari hasil survey lembaga-lembaga survey maka lembaga-lembaga survey itu  memang  masih bisa dipercaya.Â
Kalau meleset hingga 5% maka saya katakan lembaga-lembaga  survey itu diragukan kredibilitasnya. Dan bila sampai diatas 5% atau lebih melesetnya, mohon maaf saya pribadi tidak akan percaya lagi dengan lembaga-lembaga survey tersebut.
Di sisi lain, sempat dalam sebuah artikel saya 2 minggu yang lalu, saya mengatakan bahwa ada lembaga-lembaga survey yang sering bermain-main dengan angka-angka survey. Bila masih 2-3 bulan sebelum Pemilu atau Pilkada lembaga tersebut merilis angka yang aneh. Nanti sekitar 2 minggu menjelang hari H barulah lembaga tersebut merilis hasil yang masuk akal.  Tentu tidak patut saya sebut nama lembaga surveynya karena takutnya  saya salah mengambil kesimpulan.
Baiknya kita tunggu saja sampai awal April 2019 sekitar tanggal 1 atau 1-2 hari sesudahnya sebelum masuk minggu tenang. Ada tidak lembaga Survey yang merilis kembali hasil survey dengan lompatan angka yang mencolok jauh dari survey lembaga itu sebelumnya.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H