Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Wapres JK Kini Berpaling pada Prabowo?

20 Februari 2019   07:40 Diperbarui: 20 Februari 2019   07:40 2631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gbr dari Detiknews Momen tahun 2014

Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah sosok yang sudah lama saya amati sepak-terjangnya di dunia politik.  Pak JK itu Politisi Senior yang sangat handal, cerdas dan mampu bermanuver ke segala arah dengan baik. Seorang Politisi Murni yang berlatar belakang  seorang Pengusaha.

Saya ingat sekali pada tahun 2009 tepatnya pada momen Pilpres 2009 dimana di Kompasiana  ini saya menjadi pendukung SBY dan  berperang opini melawan blogger-blogger pendukung JK. Sangat seru. Jumlah pendukung JK lebih banyak daripada pendukung SBY di Kompasiana tapi memang akhirnya SBY memenangkan Pilpres 2009.

Karena waktu itu sempat berperang opini tentu akhirnya saya menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang JK. Oleh sebab  itulah saya  masih ingat  beberapa  karakternya dan kemampuannya di bidang politik.

Dalam dunia politik sudah lama dikenal sebuah istilah yaitu: "Bermain Dua Kaki".  Di mata saya JK bila kondisinya  memang mengharuskan, beliau  mampu memainkan peran seperti ini dengan baik.  

Apakah hal seperti itu Etis?  Apakah hal seperti itu Curang?

Dulu sewaktu baru tertarik dengan dunia politik  (sebagai masyarakat awam pemerhati  Politik), saya sangat tidak suka Politisi-politisi yang bermain dua kaki. Curang menurut saya.  Tetapi setelah berjalan sekian tahun mengamati akhirnya saya menyimpulkan bahwa dalam dunia politik untuk  Bermain Dua Kaki itu persoalan yang sangat-sangat biasa.

Bahkan dalam kondisi tertentu (biasanya dalam pentas persaingan kekuasaan antara  elit di suatu partai), Bermain Dua Kaki itu suatu keharusan.  Siapa yang paling hebat bermain dia akan berpeluang menduduk jabatan Ketua Umum Partai.

Manuver JK Dari Elit Lapis Kedua Hingga Menjadi Ketua Umum 

Pada tahun 2003 menjelang Pilpres 2004 sangat banyak Elit-elit Parpol yang berminat ikut Pemilu Presiden 2004. Saat itu baru 5 tahun Reformasi bergulir sehingga  peluang untuk bersaing sangat terbuka lebar.

Yang mendorong para Elit berbagai Parpol ingin menjadi Presiden dikarenakan President Treshold hanya 10%.  Akibatnya ada 6 Paslon yang akhirnya mendaftar.  Dari PKB, Golkar, PDIP, Demokrat, PAN dan PPP. PKB akhirnya tidak bisa maju Pilpres karena Gus Dur gagal test kesehatan KPU.

Persaingan antar elit di setiap parpol akhirnya membuat banyak Elit politisi mencari jalan masing-masing.  Mereka mencoba memanfaatkan president Treshold yang hanya 10% tersebut.

Waktu itu di Golkar paska  Rezim Soeharto tumbang masih banyak bercokol  politisi-politisi senior  seperti  Akbar Tanjung, Ginanjar Kartasasmita, Muladi, AA Baramuli dan lain-lainnya. Mereka inilah Tokoh-tokoh senior Golkar saat itu.

Dibawah level Akbar Tanjung, ada  Wiranto, Surya Paloh, Prabowo Subianto, Jusuf Kalla, Aburizal Bakri dan lainnya. Posisi Akbar Tanjung sebagai ketua umum Golkar sangat kuat.  Dan saat itu untuk Pilpres 2004 diadakan sebuah Konvensi (Pemilihan internal) untuk menentukan Capres dari Golkar. Dan pilihannya jatuh pada Wiranto.

Kuatnya barisan Akbar Tanjung dan barisan Wiranto akhirnya membuat  elit lainnya mencari jalan keluar. Sulit bisa bersaing di Golkar selama masih ada Akbar Tanjung dan Wiranto.  Hal itulah yang membuat akhirnya Surya Paloh merintis Partai Nasdem dan Prabowo merintis partai Gerindra.

Jusuf Kalla dan Aburizal akhirnya mencoba bermain Dua Kaki. Mereka mencoba untuk menjadi Cawapres Megawati karena saat itu  2 partai terbesar yang berpeluang Menang Pemilu hanya PDIP dan Golkar.  Tapi karena  kurang cepat dan kurang pendekatan akhirnya Megawati lebih dahulu memilih Hasyim Muzadi Ketua PB NU sebagai Cawapresnya.

Adalah Sofyan Wanandi yang akhirnya menjadi Aktor Kunci kemenangan SBY-JK di Pilpres 2014. Sofyan Wanandi adalah Konglomerat Indonesia yang masuk dalam 150 Orang Kaya sedunia (setahu saya).  Dan Sofyan Wanandi berteman akrab dengan Jusuf Kalla sejak kuliah hingga masing-masing menjadi Pengusaha besar yang sukses.  Sofyan Wanandi lah yang akhirnya mempertemukan SBY dengan JK dan mendukung penuh kampanye SBY dan berhasil mengalahkan Megawati sebagai Petahana.

Setelah berhasil menjadi Wakil Presiden, Jusuf Kalla akhirnya berhasil juga menjadi  Ketua  Umum Golkar. Dengan kekuasaannya di pemerintahan dia mampu melakukan penetrasi ke tubuh Golkar dan bisa menggeser kekuatan Akbar Tanjung dan Wiranto.

Bahkan akhirnya pada Pilpres 2009, JK maju  menjadi Capres dari Golkar dan didampingi Wiranto. Begitulah piawainya  JK menguasai Golkar tapi akhirnya dikudeta juga oleh Aburizal Bakrie. :D.

Politik Bermain Dua Kaki Juga Dimainkan Partai Lain.

Partai yang paling hebat bermanuver tentu saja Golkar. Pada tahun 1999 meski kalah Pemilu, Golkar berada di Pemerintahan. Begitu juga dengan rezim SBY 2 periode. Mereka sangat eksis.

Masuk di rezim Jokowi  meskpun  tadinya ada di posisi sebagai Oposisi akhirnya mereka bergabung juga dengan pemerintah yang berkuasa.

PKB, PKS, PAN juga pernah bermain dua kaki pada pemerintahan SBY. Begitu juga dengan  PPP.  PKS saya amati cukup parah bermain dua kaki pada zaman SBY. Mereka di pemerintahan tetapi ikut berdemo untuk menurunkan Harga BBM bersama PDIP. :D.  Tapi sekarang mereka murni oposisi.  

Yang saya amati belum bermain dua kaki hanyalah Gerindra. PDIP meskipun 10 tahun jadi Oposisi tetapi di Parlemen mereka bermain dua kaki. Sementara untuk Nasdem dan Hanura karena Partai baru saya belum bisa menyimpulkan. Tetapi karena hanya bajunya yang baru  tapi orangnya lama ( Surya paloh, Wiranto, OSO dan lainnya) kemungkinan besar juga akan begitu.

Sekali lagi berpolitik dengan cara  seperti itu bukanlah  Dosa dan sangat wajar. Makanya dikenal istilah dalam politik tiada kawan yang abadi.

Sebenarnya Posisi JK di Pilpres 2019 Ada Dimana?  Mengapa Belakangan ini Sering  Mmbela Prabowo?

Secara resmi  Nama Wapres JK ada di Tim Kampanye Nasional Jokowi (TKN-Jokowi) sebagai Ketua Dewan Pengarah. Disitu  saja sudah terlihat posisi JK sebenarnya.  Pun dalam berbagai acara tidak resmi JK sering secara tersirat mengarahkan masyarakat mencermati prestasi Jokowi.

Bahkan terkait Ahok bergabung PDIP, JK  meminta agar Ahok tidak masuk di TKN Jokowi karena kuatir masih banyak umat islam yang tidak simpati dengan Ahok terkait kasus Al-Maida. JK kuatir suara Jokowi-Maruf akan tergerus. Saran JK akhirnya dituruti PDIP.

Tapi anehnya dalam minggu-minggu teakhir JK seperti bermain dua kaki.

Ketika Prabowo menuduh ada kebocoran anggaran di pemerintahan Jokowi, Jokowi langsung membantahnya dan meminta Prabowo menjelaskan dimana kebocorannya.  Tapi di sisi lain secara mengejutkan JK malah membenarkan tuduhan Prabowo.  JK mengakui memang terdapat sejumlah kebocorang anggaran pemerintah yang menurutnya hanya di kisaran 2,5%.  Meskipun demikian banyak orang yang akhirnya bingung kenapa JK terkesan lebih membela Prabowo.

Dan yang kemarin  terjadi, terkait serangan Jokowi kepada  Prabowo di acara Debat Capres dimana Jokowi mempermasalahkan lahan 220 ribu Ha di Kaltim dan 120 rb Ha di Aceh yang dimiliki perusahan Prabowo, sungguh mengejutkan ternyata JK terkesan membela Prabowo.

Dari berita di Detiknews saya kutip pernyataan Jk yang terkesan membela Prabowo.

"Bahwa Pak Prabowo menguasai(lahan tersebut), tapi sesuai UU, sesuai aturan, apa yang salah? Kebetulan waktu itu saya yang kasih itu," terang JK di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (19/2).

JK pun bercerita bahwa pada saat itu Perusahaan yang menguasai lahan sedang terkena Kredit Macet dan statusnya ada di BPPN (Badan Penyehatan  Perbankan Nasional) dimana akhirnya Prabowo membeli perusahaan tersebut dengan harga  USD  150 Juta. JK juga membenarkan daripada dikuasai pihak asing lebih baik dikuasai anak bangsa sendiri.

Bila mengamati 2 kejadian tersebut tentunya banyak orang mulai meragukan kesetiaan JK terhadap Jokowi. Mungkin saja demikian sehingga timbul pertanyaan seperti judul artikel ini.

Benarkah JK siap-siap berpaling ke Prabowo?  Apakah Karena ada kemungkinan Prabowo menang pilpres sehingga JK harus memposisikan dirinya sebagai pihak yang netral?

Untuk menjawab pertanyaan seperti itu tentu saya akan menjawabnya dengan  3 kata. Saya tidak tahu.

Tetapi bila melihat latar belakang  JK, setahu saya JK sangat  Chemistry dengan Sofyan Wanandi seperti yang sudah saya ceritakan diatas.  Sofyan Wanandi adalah Tokoh penting dibalik Pilpres 2004 dan Pilpres 2014. Sementara Sofyan Wanandi entah kenapa terkesan sejak dahulu memang memusuhi Prabowo. Entah ada persaingan bisnis atau apa saya kurang tahu.

Dengan dua alasan diatas yaitu namanya terdaftar di TKN Jokowi sebagai Ketua Dewan Pengawas, dan kedekatannya dengan Sofyan Wanandi, kemungkinan besar JK tidak dalam posisi berpaling ke Prabowo khususnya dalam kontestasi Pilpres 2019.

Kemungkinan besar  JK hanya mencoba bersikap sebagai Negarawan dimana dia harus membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah.

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun