Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Pilpres Nampak Seperti Sinetron Dunia Terbalik

14 Februari 2019   06:25 Diperbarui: 14 Februari 2019   06:34 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya belajar menulis artikel yang kebetulan isinya tentang politik memang sudah lama.  Sejak tahun 2009 pada saat menjelang Pilpres 2009.  Sayangnya hobi itu tidak saya tekuni sehingga mungkin penulisan saya hanya begini-begini saja.

Meskipun demikian selama menulis di Kompasiana terutama pada tahun 2012 pada saat saya mengulas prediksi kemenangan Jokowi di  Pilgub DKI 2012 dan Prediksi kemenangan Jokowi di Pilpres 2014, beberapa orang langsung  melabeli saya sebagai Pengamat Politik. Tentu saja saya tolak label itu karena merasa tidak seperti itu. Kalau sekedar Pemerhati Politik dan Sosial mungkin ada benarnya.

Dan seperti judul tulisan ini saya coba membahas sedikit tentang fenomena yang terjadi Pilpres 2019. Ini Pilpres yang saya rasa unik. Jauh berbeda dari Pilpres-pilpres sebelumnya.  Ada beberapa anomaly yang terjadi di Pilpres 2019 ini.

"Keanehan" Pilpres 2019 terjadi di beberapa  issue.Saya coba focus pada 2 issue saja.

Yang pertama tentang Survey Elektabilitas Capres-Cawapres.  Saya begitu terkejut ketika  beberapa Lembaga Survey merilis hasil surveynya yang menempatkan angka Elektabilitas Jokowi sebagai Capres berada di atas angka 50% sementara Prabowo dibawah 30%. Ini aneh menurut saya.

Pilpres 2009, Pilpres 2014, Pilgub DKI 2012 dan Pilgub DKI 2017 itu benar-benar saya amati berikut hasil survey-survey Elektabilitas setiap kontestan.  Begitu juga dengan Survey Elektablitas Pilpres Amerika dan Pemilu Malaysia.  Sekedar mengamati dan melihat hasilnya karena saya cukup suka dengan hal tersebut.

Setahu saya atau Kesimpulan yang pernah saya buat pada tahun-tahun lalu bila memang dalam suatu Pemilu hanya diikuti 2 Kontestan maka rentang Elektabilitas antara Kontestas yang diunggulkan dengan Kontestas yang tidak diunggulkan tidak mungkin terpaut lebih dari 10%. 

Bila Kontestan A jauh lebih popular dan jauh lebih berprestasi  dari Kontestan B,  sehingga memang diunggulkan oleh banyak kalangan maka Hasil Survey  Elektabilitas Tertinggi dari Kontestan A akan berada di kisaran 45%. Sementara Kontestan B  akan ada di kisaran 35%.  Sisanya  sekitar 15 % dipastikan adalah Swing Voters dan sebagian lagi responden memang tidak ingin menjawab kuisionernya.

Jadi memang kalau hanya 2 Konstestan yang ada , seharusnya Rasio perbandingan  Angka Elektabilitas tertinggi   tidak jauh dari :  45% -- 35% dan 20%. Angka 20% adalah Responden yang tidak menjawab yang memang mayoritasnya  adalah Swing Voters (massa mengambang/ belum menentukan pilihannya).

Berbeda dengan Survey Elektabilitas, prediksi hasil Pemilu bisa juga dilakukan dengan cara sederhana yaitu Polling. Angka setiap Polling  memang selalu mencapai  angka 100% dan tidak ada angka Swing Voters  karena  masyarakat yang berpartisipasi memang  punya niat untuk mem-vote (memberikan pilihannya).

Hasil Polling umumnya kalau hanya diikuti oleh 2 kontestan pemilu bila salah satunya diunggulkan maka hasil pollingnya  tidak akan jauh dari angka 55%-60%  melawan 40%-45%.  Itu seharusnya angka yang keluar pada hasil pollingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun