Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Misskomunikasi atau Ada Gerakan Mendegradasi Jokowi?

27 April 2015   05:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:39 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin ke belakang semakin terlihat bahwa Publik kita menjadi sangat rentan atau terlalu sensitive terhadap Pemerintahan Jokowi-JK.Fenomena ini mulai terlihat sejak Polemik Budi Gunawan dimana begitu banyak masyarakat yang kecewa terhadap Jokowi. Tak lama setelah itu disusul dengan Kebijakan Blunder Jokowi yang menanda-tangani Keppres DP MobilPejabat yang selangit.

Meskipun Keppres DP Mobil sudah diralat, BG juga tidak diangkat menjadi Kapolri tetap saja public merasa tidak puas. Mungkin juga mereka sudah terakumulasi kekecewaan akibat harga BBM yang naik dan harga kebutuhan pokok yang naik.

Minggu yang lalu public dikejutkan dengan Lebaynya pendukung Jokowi yang marah-marah karena pengakuan Andi Wijayanto, Sekretaris Kabinet yang membocorkan siapa yang menuliskan Pidato Jokowi dalam peringatan Konfrensi Asia Afrika ke 60. Entah mungkin terlalu merasa berjasa pada Jokowi atau mungkin terlalu ingin melindungi popularitas Jokowi, yang pasti hal-hal sepele tersebut sudah menjadi konsumsi public.

Begitu juga dalam beberapa hari terakhir setidaknya ada 3 isu yang menyudutkan Pemerintahan Jokowi. 3 isu tersebut adalah : 1.Menteri Keuangan disebut menganggarkan Mobil Baru untuk Birokrat (Pejabat Tinggi) termasuk Menteri. 2.Jokowi Membantah Berita yang menyebutnya Pemerintahannya Anti IMF dan Bank Dunia. Lalu yang ke 3.Jokowi Membantah Telah Menyetujui Pembangunan Gedung Baru untuk DPR.

Untuk isu pertama, pada hari sabtu kemarin (25/4) Metro TV melalui Presenter Metro Sore mendesak/ memojokkan Menteri Pendayaan Aparatur Negara Yuddy Chrisnandy untuk menjelaskan berita tentang Keputusan Menteri Keuangan yang membuat kebijaksanaan baru untuk pembelian mobil mewah bagi Birokrat/ Pejabat Tinggi berbagai Eselon.

Tetapi akhirnya Yudi Chrisnandy mampu menjelaskan bahwa tidak ada rencana dari Menteri Keuangan untuk membeli mobil-mobil baru untuk para Birokrat/ Pejabat Tinggi. Peraturan Menteri Keuangan yang baru hanya membuat standarisasi spesifikasi mobil pejabat berikut CC Kapasitas mesinnya. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana Metro TV sampai salah terima informasi atau salah mengerti kebijkan Menteri Keuangan tersebut?

Lalu untuk isu kedua ini berkaitan dengan berita-berita yang tersebar mengenai Pidato Jokowi pada Acara Peringatan Konfrensi Asia Afrika. Berita yang tersebar mungkin akhirnya membentuk Opini Publik bahwa Pemerintahan Jokowi anti IMF dan anti Bank Dunia.

Jokowi akhirnya merasa perlu untuk membantah langsung Opini yang sudah berkembang tersebut. Sesaat sebelum berangkat ke Kuala Lumpur untuk menghadiri Konfrensi Tingkat Tinggi. Jokowi mengatakan yang disampaikannya pada Peringatan KAA adalah sebuah Kritik untuk IMF dan Bank Dunia dan bukan sekali-sekali bisa disimpulkan bahwa dirinya anti IMF dan Bank Dunia. “Siapa yang bilang anti, kita masih pinjam ke sana kok. Siapa yang kritik, itu sebuah pandangan," ujar Jokowi.

Jokowi pun menjelaskan bahwa Kritiknya terhadap IMF karena selama ini lembaga tersebut cenderung memberatkan Negara-negara miskin peminjam dana IMF tersebut.

sumber vivanews

Dugaan saya untuk isu yang kedua ini respon yang diberikan oleh Jokowi bisa seperti itu dikarenakan berhubungan dengan substansi apa yang ditanyakan oleh wartawan/ media. Dalam hal ini bukan Suudzon pada Vivanews tetapi mungkin saja Wartawannya yang langsung bertanya apakah Presiden Jokowi Anti IMF dan Bank Dunia, yang akhirnya tentu saja dijawab : Siapa bilang Anti?

Kompas.com Tidak Profesional Atau Salah Dimana?

Kalau Kedua Isu diatas bisa dianggap Misskomunikasi antara Menteri Keuangan dengan Media, lalu kemudian misskomunikasi antara Jokowi dengan Media maka isu yang ketiga ini malah terkait dengan 3 pihak, yaitu Lembaga Kepresidenan, Lembaga DPR dan Media.

Pada hari jumat malam (24/4) Kompas.com menayangkan berita bahwa Ketua DPR Setya Novanto mengatakan Presiden Jokowi Sudah Setuju dengan Rencana Pembangunan Gedung Baru DPR. Dalam berita itu Setya Novanto mengatakan pembangunan Gedung Baru akan menjadi Icon Nasional dan Wujud dari Representasi Legislatif.Saya membaca berita itu juga menilai bahwa berita ini memang benar-benar mengejutkan public, sekaligus menyakitkan hati masyarakat luas.

Kompas.com:Jokowi Setuju Pembangunan Gedung DPR

Tak lama berselang berita itu langsung direspon keras public. Dan keesokan harinya ada sebuah berita tentang protes keras sebuah LSM yaitu Formappi (Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia). Formappi menuduh Jokowi melakukan Politik Transaksional dengan DPR.

"Besar kemungkinan ini transaksional. Presiden begitu mudah menyetujui rencana yang pastinya akan ditentang publik," kata Lucius saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (25/4/2015).

Kompas.com : Jokowi Lakukan Politik Transaksional

Selanjutnya setelah seharian public meributkan Persetujuan Jokowi terhadap Pembangunan Gedung Baru DPR maka hari minggu kemarin kembali Menteri PAN Yudi Chrisnandy menjelaskan bahwa Tidak pernah ada Persetujuan Jokowi untuk membangun Gedung Baru DPR. Yang ada sebenarnya hanyalah Persetujuan Jokowi untuk pembangunan Museum dan Laboratorium di area gedung DPR yang ada saat ini.

Yuddy : Tidak Benar Jokowi Setuju Gedung DPR Baru.

Dan memang begitu dikonfirmasi ke Wakil Ketua DPR Agus Hermanto juga senada dengan Yuddy Chrisnandy bahwa yang akan dibangun sebenarnya adalah Museum dan Laboratorium di DPR yang akan menjadi Icon Nasional dan Representasi para Legislatif yang ada.

Lalu darimana Kompas.com bisa mendapat berita bahwa Ketua DPR menyatakan Jokowi sudah setuju Pembangunan Gedung Baru DPR?

Dan akhirnya bila kita simpulkansepertinya memang ada sesuatu yang salah dengan media-media kita saat ini. Mengapa begitu banyak informasi yang tidak akurat sehingga public yang sudah sensitive menjadi semakin rentan untuk tersulut emosinya?

Demikian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun