Mohon tunggu...
Rully Utama
Rully Utama Mohon Tunggu... -

Warga negara Indonesia biasa, tinggal di Bogor

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kontroversi Lee Kuan Yew dan Anomali Ahok

18 Februari 2016   08:42 Diperbarui: 18 Februari 2016   12:10 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Koleksi Pribadi | edited"][/caption]Mari kita tidak mulai bicara tentang Ahok, sosok yang terkenal galak dan ceplas-ceplos. Mari kita melihat sosok almarhum Lee Kuan Yew, sang Bapak Bangsa Negara kecil minim sumber daya alam namun perkasa dalam ekonomi. Seorang pria yang tidak saja berjasa mendirikan dan membangun Bangsa dan Negara Singapura, namun lebih dari itu dialah yang MENCIPTAKAN Singapura.

Sebelumnya saya mohon maaf kepada almarhum Sir Stamford Raffles, karena menurut saya Raffles hanya berhasil “memilih” lokasinya saja ketika memutuskan pindah lokasi kantornya dari Batavia ke Singapura. Ibaratnya Raffels cuma bisa nyari tempat buat buka LAPAK, sedangkan yang berhasil membangun lapak nya Mr Raffles hingga menjadi sebuah bangunan pusat bisnis nan megah, canggih dan modern adalah Lee Kuan Yew.   

Lee Kuan Yew bukanlah orang “baik-baik”, dia adalah kombinasi antara DIKTATOR arogan, POLITIKUS licik, HAKIM kejam dan PENGUSAHA kemaruk yang maunya untung terus. Lee layak dibenci baik oleh lawan-lawan politiknya  maupun oleh para “korban” yang disengsarakan oleh kebijakan-kebijakan yang dilaksanakannya ketika berkuasa. Tapi yah... itulah namanya pemerintah, ngga mungkin bisa membahagiakan seluruh warga negaranya 99% (ngga berani nulis 100%). Setiap keputusan dan tindakan pasti ada yang menjadi korban. Bahkan keputusan yang menyakitkan semua orang pada suatu era, tujuan utamanya adalah demi kelangsungan hidup generasi masa depan yang adalah anak cucu dari warga yang hidup saat ini. Jadi... sudah pasti Lee Kuan Yew sangat dibenci dan ditakuti ketika masih berkuasa, khususnya ketika awal mula pemerintahannya baru terbentuk. Lagi-lagi buat saya mah wajar aja dibenci, wong...  warga Singapore tahun 60an pasti ngga akan bisa meramal kondisi Singapore 30-40 tahun kemudian. Ya toh...

Demi Singapura yang dicintainya, Lee rela dibenci, Lee rela dicaci, karena Lee sangat sadar bahwa yang sedang dilakukannya adalah proses meletakan LANDASAN paradigma berbangsa dan bernegara, proses membentuk PERADABAN tata kehidupan sebuah kelompok masyarakat di wilayah kecil, jorok dan minim sumberdaya. Lee menata ulang kota yang sebelumnya  dibangun oleh Raffles, banyak hal terpaksa dijungkirbalikannya seperti membangun dari NOL.

Silahkan dibayangkan sebuah kota pelabuhan KUMUH, tempat transit kapal-kapal dagang dan mungkin juga tempat rendezvuos para perompak, sudah pasti banyak SAMPAH, PROSTITUSI merajalela, peredaran CANDU terlarang, penodongan dan pencurian dimana-mana. Semua harus dijungkirbalikan, bak potongan puzzle yang dihamburkan kembali oleh Lee supaya bisa disusun ulang dengan benar. Bak benang kusut, maka banyak yang harus dipotong dan dibuang, agar bisa diurai dan digulung kembali dengan rapi. Sudah pasti semua itu berlangsung secara SULIT dan MENYAKITKAN.

Bagaimana bisa akhirnya berhasil ? Hanya ada satu KUNCI yang membentengi; Lee melakukannya semua itu sebagai wujud KARYA BHAKTI mengabdi kepada negeri, Lee tidak berupaya memperkaya diri. Sedikit saja Lee mencoba mengambil keuntungan pribadi dari keputusan yang diambilnya, maka sudah pasti kegagalan menanti.

Dan kini.... apa yang terjadi..?? saya tidak akan mengurai kisah tentang Singapura, anda semua sudah tahu sendiri. Saya hanya akan mengajak anda BERMIMPI tentang Jakarta, ibu kota kita tercinta. Kita harus JUJUR melihat, banyak yang harus dijungkirbalikan seperti Singapura di awal masa pembangunannya. Terlalu banyak ZONA yang memberi kenyamanan para penghisap “rezeki” atas ketidakteraturan Jakarta, dan kalau sampai Jakarta jadi TERTIB maka hilanglah rezeki mereka.

Melihat Jakarta saat ini, maka rasanya perjuangan Lee Kuan Yew jadi bisa dikatakan lebih GAMPANG. Karena Lee tidak menghadapi “imperium-imperium” politik yang terlanjur “lengket” dengan kelompok MAFIA penguasa bisnis jalanan. Lee hanya mendisiplinkan pelanggar hukum yang tidak berpolitik, Lee hanya bertarung dengan lawan politik yang tidak berdagang, kondisinya tidak terlalu ruwet, penjahat ya penjahat tapi BUKAN musuh politik, musuh ya musuh tapi BUKAN pelaku kriminal. Bahkan Lee bisa menggunakan sumber daya keamanan negara sebagai alat “pemukul”. Polisi dan tentara sudah pasti akan patuh terhadap Lee untuk memastikan semua cita-cita Lee terlaksana.

Tapi ini Jakarta masa kini Bro...., PENJAHAT bisa jadi adalah seorang tokoh ULAMA yang merangkap jadi POLITIKUS yang jadi pengurus PARTAI yang merangkap jadi PENGUSAHA yang merangkap jadi PREMAN turun temurun dan memiliki jaringan kekuasaan. Pokoke susah banget buat dilawan/ditertibkan. Apalagi deretan PENGACARA sudah siap sedia mengantri dipanggil membantu mereka yang menghadapi persoalan dengan pemerintah, apapun penyebabnya, apapun motivasi sang pengacara. Atas nama DEMOKRASI dan HAM, para pelaku pelanggaran bisa bertindak sebagai KORBAN yang mengadu, yang teriak-teriak minta tolong tanpa sadar bahwa mereka telah menjadi PARASIT dan DURI di Ibu Kota.

Jadi mungkin... bisa jadi Lee Kuan Yew pun tidak akan MAMPU memperbaiki Jakarta saat ini. Silahkan anda tentukan sikap POLITIK anda yang akan menentukan NASIB Jakarta selanjutnya. Namun jika anda masih berfikir SARA, maka sia-sialah anda membaca artikel ini.

Salam Usil.

oleh: Rully S Utama 

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun