Kamu pasti pernah dengar cerita tentang tempat wisata yang dulunya ramai banget, tapi sekarang malah sepi kayak kuburan? Kalau ditanya, penyebabnya apa? Ternyata, sering kali masalahnya bukan karena tempatnya jelek, cuacanya buruk, atau karena pandemi semata. Nggak jarang, pelakunya justru warga lokalnya sendiri. Warga lokal yang seharusnya menjaga malah bikin pengunjung kapok lewat aksi-aksi yang nyebelin.
Pungli, Tarif Parkir, dan Getok Harga Makanan
Misalnya kamu dan keluarga datang ke sebuah tempat wisata yang asri. Pas mobil baru saja masuk ke jalan menuju ke sana, eh tiba-tiba ada orang nongol di pinggir jalan, minta uang yang katanya buat retribusi kampung mereka. Baru jalan berapa belokan lagi, nongol aksi serupa hingga beberapa kali.
Pas sampai di tempat, harus bayar parkir Rp50 ribu. Sudah gitu, pas kamu mau makan, harga semangkuk mi instan yang tadinya kamu kira Rp15 ribu ternyata kena getok jadi Rp40 ribu. Apa nggak langsung hilang mood liburan?
Hal-hal kayak gini yang bikin wisatawan malas balik lagi. Mereka mikir, "Ngapain datang ke sini lagi kalau cuma mau dipalakin?" Padahal, pariwisata itu kan ibaratnya piring makan buat warga lokal. Ibaratnya para warga lokal ini menginjak-injak piring makan mereka sendiri. Siapa yang rugi?
Cerita Nyata: Dari Viral Jadi Sepi
Salah satu contoh nyata seperti yang viral beberapa waktu lalu adalah Gunung Pancar. Dulunya tempat ini banyak dikunjungi karena keindahannya. Tapi tidak lama kemudian, ada banyak cerita mengenai banyaknya pungli untuk masuk ke sana. Viral? Iya, tapi kali ini viral karena pengalaman buruk pengunjung.
Dampaknya apa? Tempat itu jadi sepi. Pengunjung kapok, nggak mau balik lagi. Bahkan mereka memperingatkan teman-teman mereka buat nggak ke sana.
Lingkaran setan pun dimulai: pengunjung berkurang, pendapatan warga lokal turun, terus mereka tambah agresif lagi buat "mengeruk uang" dari pengunjung yang tersisa. Dan akhirnya, tempat itu mati pelan-pelan.
Kenapa Warga Lokal Bisa Begitu?
Nggak adil juga kalau kita cuma menyalahkan warga lokal tanpa melihat akar masalahnya. Kadang ini semua muncul karena ketidaktahuan atau kurangnya edukasi soal pentingnya membangun reputasi jangka panjang.
Ada juga yang merasa "kesempatan nggak datang dua kali." Jadi mereka mikirnya jangka pendek, mending ambil untung sebanyak-banyaknya sekarang. Tapi sayangnya, mereka tidak sadar kalau strategi ini adalah jalan pintas menuju kehancuran.
Faktor lain adalah kurangnya pengawasan dari pihak berwenang. Kalau pungli dan aksi-aksi nggak etis ini dibiarkan tanpa tindakan tegas, ya wajar kalau perilaku itu terus terjadi. Ujung-ujungnya, yang rugi ya semua pihak: warga lokal, wisatawan, bahkan pemerintah daerah.