Malam itu, Nicholas dalam perjalanan mengunjungi rumah di Bukit Echo, dibayangi perasaan campur aduk setelah pertemuannya dengan pria tua yang memberitahunya tentang Edward.
Nicholas merasa dorongan kuat, seakan ada sesuatu yang menantinya di sana, sebuah kebenaran yang belum sepenuhnya terungkap.
Saat dia berdiri di depan gerbang gereja tua di dekat Bukit Echo, dia melihat sebuah kuburan kecil yang tertutup rumput tinggi. Di tengah keheningan malam, dia membaca tulisan yang terpahat di batu nisan:
"Dalam kenangan tercinta anak kami, Victoria. Mata yang terbuka lebar, secerah dunia, kini tertutup selamanya."
Matanya berkabut, perasaan sesak memenuhi dadanya. Nicholas merasakan kesedihan mendalam yang sulit dijelaskan, seolah-olah dia sendiri kehilangan seseorang yang dia cintai, meskipun dia tidak pernah mengenal Victoria secara langsung. Namun melalui mimpi-mimpi itu, melalui setiap potongan ingatan yang dia rasakan, dia telah mulai melihat dunia melalui mata Victoria.
Tangannya gemetar saat dia menyentuh batu nisan itu, merasa seperti ada ikatan yang menghubungkannya dengan jiwa yang tertidur di bawah sana.
Tapi lebih dari itu, ada perasaan mendalam di dalam dirinya bahwa Victoria ingin dia mengetahui sesuatu yang lebih. Sesuatu yang mungkin bisa membawa kedamaian bagi jiwanya yang terus menghantui dunia ini.
Saat dia menatap bulan yang menerangi tanah kuburan itu, bayangan Victoria kembali muncul dalam pikirannya, kali ini lebih jelas.
Dia bisa melihat Victoria berdiri di tengah-tengah cahaya bulan. Mata Victoria yang terbuka lebar tidak lagi menyiratkan kepolosan, melainkan kesedihan yang tak terkatakan.
"Aku tidak pernah punya pilihan," Victoria berkata dengan lembut, yang suaranya hanya bisa didengar oleh Nicholas.