Mohon tunggu...
Rully Novrianto
Rully Novrianto Mohon Tunggu... Lainnya - A Man (XY) and A Mind Besides Itself

Kunjungi juga blog pribadi saya di www.rullyn.net

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lupakan tapi Jangan Memaafkan

10 Agustus 2024   09:41 Diperbarui: 10 Agustus 2024   09:53 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Keenan Constance: www.pexels.com

Ungkapan "memaafkan tapi tidak melupakan" sering dipakai sebagai mantra ajaib yang bisa menyelesaikan masalah hati. Tapi benarkah begitu? Apakah memaafkan tanpa melupakan adalah kunci kebahagiaan? Bagi saya jawabannya adalah tidak.

Saya lebih memilih untuk melupakan tapi tidak memaafkan. Kedengarannya mungkin kejam dan egois, tapi inilah yang saya yakini. Bukan berarti saya berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Justru sebaliknya, saya mengakui sakitnya, merasakannya dengan sepenuh hati, dan kemudian memilih untuk melepaskannya.

Sebelum kamu mencap saya sebagai orang yang keras hati atau pendendam, mari kita bicara sejenak.

Melupakan, Bukan Menyangkal Kenyataan

Memaafkan adalah tindakan mulia, tentang melepaskan amarah dan kebencian. Tapi memaafkan tidak selalu berarti melupakan. Kita bisa memaafkan seseorang, tapi tetap mengingat apa yang mereka lakukan. Ini adalah pendekatan yang seringkali diusung.

"Be careful with your words. Once they are said, they can be only forgiven, not forgotten"

Namun bagi saya, mengingat itu seperti membuka kembali bekas luka yang hampir sembuh. Setiap kali mengingat, luka itu seolah terbuka lagi, terasa perih, dan menghambat proses penyembuhan. Lebih baik jika kita fokus pada masa depan, bukan terjebak di masa lalu.

Melepaskan Ingatan, Bukan Menghapusnya

Saya percaya, melupakan bukan berarti menghapus ingatan. Ingatan kita bukan seperti memory card yang bisa menghapus apa yang sudah terjadi. Tapi kita bisa memilih untuk tidak terus-menerus memikirkannya.

Ingatan itu akan tetap ada, tapi tidak lagi menjadi beban. Ia menjadi pelajaran hidup yang berharga. Kita belajar dari kesalahan orang lain, dan yang lebih penting belajar tentang diri kita sendiri.

Kita bisa memilih untuk tidak membiarkan masa lalu mendikte hidup kita. Ini bukan tentang berpura-pura semuanya baik-baik saja. Ini tentang menerima kenyataan, belajar dari pengalaman, dan melangkah maju. 

Menghindari Tekanan Sosial untuk Memaafkan

Memaafkan, di sisi lain kerap menjadi tekanan sosial. Kita merasa harus memaafkan demi menjaga hubungan, demi terlihat baik di mata orang lain. Tapi apa gunanya memaafkan jika hati kita masih sakit?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun