Mohon tunggu...
Rully Novrianto
Rully Novrianto Mohon Tunggu... Lainnya - A Mind Besides Itself

Kunjungi juga blog pribadi saya di www.rullyn.net

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Warteg Kekinian, Inovasi Kece atau Kehilangan Jati Diri?

11 Juni 2024   11:44 Diperbarui: 13 Juni 2024   21:26 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung tegal (warteg) di RT 09/RW 01 Palmeriam, Matraman, Jakarta Timur, memilih untuk tutup karena diserbu pembeli setelah didatangi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Kamis (14/10/2021).(KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA ACHMAD)

Warteg! Tempat makan andalan para pejuang rupiah, mahasiswa bokek yang butuh asupan, dan tempat nongkrong legendaris. Tapi sekarang fenomena warteg kekinian mulai menjamur. Konsepnya? Lebih bersih, estetik, menu kekinian, bahkan ada yang pakai self-service pula!

Wah, keren nggak tuh? Eh tunggu, jangan tepuk tangan dulu. Justru inovasi warteg kekinian ini malah menuai pro dan kontra. Mari kita bedah bareng.

Bye-bye kesederhanaan

Sebagai pelanggan warteg saat kuliah dulu, saya agak skeptis dengan konsep warteg kekinian. Warteg bagi saya identik dengan suasana rumahan dan bangku kayu panjang sederhana. 

Nah, warteg kekinian biasanya menghilangkan suasana kesederhanaan itu. Bagaimana nostalgia makan wartegnya bisa dapat kalau konsepnya jadi lebih mirip restoran fast food.

instagram.com/aditwicak_architect
instagram.com/aditwicak_architect

Harga meroket, kantong menjerit

Selain itu, konsep kekinian sering kali dibarengi dengan harga yang ikut-ikutan "kekinian". Warteg kan selama ini jadi juaranya makan enak dan murah. Kurang dari Rp20.000, kita sudah bisa kenyang makan nasi plus lauk pauk, sayur, dan segelas es teh. 

Nah, kalau warteg kekinian harganya bisa mulai dari Rp20.000. Melihat tempatnya yang kekinian, pelanggan kelas bawah yang selama ini jadi target utama warteg jadi mikir dua kali buat makan di sana karena takut harganya mahal.

Menu kekinian menghilangkan jati diri

Warteg kekinian juga seringkali mengubah menunya jadi lebih fancy. Ada yang jual rice bowl ala Jepang, pasta ala Italia, bahkan ada yang jual minuman kekinian kayak boba tea.

Warteg kan tempatnya lauk pauk Indonesia! Orek tempe, perkedel, terong balado, sayur sop, itu baru cita rasa warteg sejati. Lagian, kalau mau makan rice bowl atau pasta, ya mending ke kafe atau resto fast food. Identitas warteg yang otentik malah jadi hilang.

Tapi inovasi tidak selalu buruk

Meski skeptis, saya tidak anti dengan inovasi warteg kekinian. Inovasi itu perlu agar warteg tetap bisa bersaing dengan restoran fast food atau kafe di era modern. Cuma inovasinya harus cerdas dan tidak menghilangkan jati diri warteg. Contoh, karena value-nya sudah naik, warteg kekinian lebih cocok buka di dalam mal atau bandara, bukan dekat pasar, kampus, atau di dalam gang.

Kebersihan dan kenyamanan: Yes please!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun