Pada 2021, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwon pernah mengatakan bahwa di 2025 Indonesia akan mempunyai 33,7 juta lansia yang setara dengan 11,8 persen penduduk Indonesia. Menurut Dante, 74 persen lansia mampu melakukan aktivitas secara mandiri, bahkan masih produktif bekerja. Tapi pada kenyataannya, lowongan kerja buat lansia di Indonesia rasanya seperti membicarakan hewan mitos unicorn, ada yang pernah lihat?
Ini serius loh, jangankan mencari lowongan khusus lansia, bagi pencari kerja di usia kepala empat saja sudah banyak perusahaan yang mengeluarkan jurus jitu "karyawan fresh graduate lebih fit di perusahaan kami". Hellooo, memangnya hanya stamina saja yang dibutuhkan buat kerja? Pengalaman, jam terbang, dan keahlian bertahun-tahun itu kayaknya tidak dilirik oleh HRD zaman now.
Seandainya pun menemukan lowongan staf senior atau experienced professional, ujung-ujungnya akan menemukan kualifikasi yang bikin geleng-geleng kepala. Menguasai 5 bahasa asing, siap kerja lembur sampai subuh, umur maksimal 35 tahun, bisa pargoy dan syarat-syarat lain yang tidak realistis.
Jangan salah paham, saya bukannya mengeluh soal perusahaan yang butuh karyawan muda. Wajar saja jika mereka butuh tenaga dan pikiran yang fresh buat mengimbangi gaya startup yang serba dinamis. Tapi tolong dong, jangan seolah-olah usia produktif manusia itu cuma sampai umur 35.
Jadi ingat film The Intern
Pernah nonton film "The Intern" yang dibintangi Robert De Niro dan Anne Hathaway? Ceritanya tentang Ben Whittaker, seorang pria usia 70-an yang aktif dan  bersemangat kembali ke dunia kerja. Dia magang di sebuah perusahaan fashion online yang dipimpin Jules Ostin, pebisnis muda  yang ambisius. Dinamika antara  pekerja intern yang senior dan bos muda yang energik ini bikin filmnya menghibur banget!
Masih banyak lansia yang bugar secara fisik dan mental. Otaknya masih encer, pengalamannya segudang, mentalitas kerja pun sudah teruji. Mereka ini bisa jadi aset berharga buat perusahaan. Bayangkan, dapat karyawan yang loyal, disiplin, dan nggak banyak drama seperti anak magang jaman sekarang. Enak banget, kan?
Kembali lagi ke analogi film "The Intern". Jules, sang CEO muda, kewalahan mengurus perusahaannya. Apalagi dia kurang pengalaman dalam hal manajemen dan strategi bisnis. Di sinilah Ben berperan sebagai  penyelamat. Dengan pengalaman bertahun-tahun, dia bisa  membimbing Jules dan perusahaan rintisannya menuju kesuksesan.
Lagi pula, perusahaan di luar negeri saja sudah pada memamerkan program rekrutmen khusus lansia. Katanya sih, para lansia ini bisa membawa stabilitas dan kebijaksanaan ke dalam tim. Belum lagi soal jaringan pertemanan mereka yang sudah luas, bisa membantu ekspansi perusahaan. Jadi, kenapa Indonesia masih ketinggalan kereta?
Yuk ah, para pengusaha budiman, coba deh buka kesempatan buat memberdayakan lansia. Tidak perlu mengadakan lomba lari 100 meter buat seleksi karyawan. Fokus saja mencari orang yang kompeten dan bersemangat buat kerja, terlepas dari umur. Percayalah, para lansia ini bisa jadi mesin penggerak bisnis kalian.