LinkedIn, platform profesional ini sekarang tidak cuma jadi ajang pamer CV dan menjilat calon bos. Gen Z, yang dikenal dengan kreativitasnya, mulai melirik LinkedIn sebagai lahan PDKT alias pendekatan!
Serius? Memangnya LinkedIn aplikasi dating? Memang bukan. Tapi Gen Z yang anti-mainstream ini melihat celahnya. Di antara deretan pencapaian karier dan rekomendasi kerja, mereka mulai menyelipkan foto profil yang kece, deskripsi diri yang kekinian, dan status ala caption Instagram. Tujuannya? Tentu saja menarik perhatian gebetan potensial!
Kenapa LinkedIn? Alasannya beragam. Pertama, kesan profesional. Beda dengan Tinder atau dating app lain yang terkesan 'cari jodoh', LinkedIn menawarkan citra mapan dan berorientasi karier. Cocok untuk pencitraan di depan gebetan atau calon mertua.
Kedua, target spesifik. Beda dengan dating app yang akan memberikan rekomendasi acak, di LinkedIn kamu bisa mengincar yang sesuai bidang kerja atau perusahaan. Lirik sana, ada si cantik dari tim marketing. Lirik sini, ada si imut jago coding dari tim IT.
Ketiga, alasan klasik: gengsi. Ngaku deh, nembak duluan lewat chat WA bakal terasa basi. Tapi kalau nembak duluan via message di LinkedIn dengan alasan konsultasi project, langsung berasa profesional dan berkelas kan?
Etika PDKT di LinkedIn
Tapi awas, jangan gegabah! PDKT di LinkedIn ada etikanya. Pertama, kenali targetmu. Cek profilnya, cari tahu bidang keahliannya. Jangan asal sapa dengan gombalan a'la Denny Cagur.
Kedua, basa-basilah yang relevan. Tanyakan project yang sedang dikerjakannya, atau minta rekomendasi situs tentang bidang tersebut.
Ketiga, jaga profesionalisme. Hindari chat mesra atau curhat masalah pribadi, apalagi sampai ditaruh di feed. Karena LinkedIn tetaplah platform profesional lho!
Tren atau Kebutuhan?
Efektivitas PDKT di LinkedIn ini masih diperdebatkan. Ada yang berhasil jadian, ada juga yang malah dicuekin. Tapi yang pasti, fenomena ini menunjukkan kreativitas Gen Z dalam memanfaatkan teknologi. Dan siapa sangka, di balik pencapaian karier yang dipamerkan, ternyata ada 'misi rahasia' mencari jodoh juga. Hihihi.
Para pakar pun ikut angkat bicara. Dustin Kidd, profesor sosiologi dari Temple University berpendapat bahwa faktor kuncinya adalah adanya fitur DM.Â