Sebagian menilai kehadiran para figur publik ini dapat membawa angin segar dan mewakili suara kaum milenial di parlemen. Sebagian lainnya justru skeptis dan menganggap para selebriti cuma memanfaatkan popularitas tanpa kapasitas yang memadai.
Menjamurnya fenomena artis jadi caleg ini sesungguhnya mengindikasikan bahwa kini politik praktis sudah menjadi bagian dari industri hiburan. Partai-partai politik pun kini tak segan menggandeng artis dan selebriti demi meraih suara pemilih muda yang haus hiburan.
Pertanyaannya, apakah menghibur konstituen dengan menghadirkan figur publik di parlemen merupakan strategi yang tepat? Atau justru hal ini hanya akan menciutkan makna politik yang sesungguhnya tentang memperjuangkan kepentingan rakyat?
Di satu sisi, dukungan artis bisa membuat partai terlihat lebih friendly dan dekat dengan anak muda. Apalagi jika artis tersebut memang punya kapasitas dan kemauan untuk bekerja keras mewakili suara rakyat di parlemen.
Namun di sisi lain, membanjiri parlemen dengan artis juga berisiko membuat politik sekadar seperti dunia entertainment yang dipenuhi selebriti. Ini tentu akan menggerus makna politik sebagai jalur perjuangan memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lantas apa solusinya? Tentu saja keseimbangan dan moderasi. Artis boleh saja berperan di dunia politik selama mereka punya kapasitas dan kemauan memperjuangkan aspirasi rakyat. Selebihnya, figur politisi profesional tetap diperlukan demi menjaga khitah perjuangan politik yang sesungguhnya.
Dengan begitu politik tidak sekadar soal hiburan semata, tapi tetap bisa fokus memperbaiki kehidupan masyarakat Indonesia agar lebih sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H