Mohon tunggu...
Rully Novrianto
Rully Novrianto Mohon Tunggu... Lainnya - A Man (XY) and A Mind Besides Itself

Kunjungi juga blog pribadi saya di www.rullyn.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mencari Jalan Tengah, Syarat Ideal Seorang Menteri di Era Modern

22 Februari 2024   14:24 Diperbarui: 23 Februari 2024   08:49 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menkopolhukam Hadi Tjahjanto dan Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berjalan bersama di kantor Kementerian ATR/BPN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (21/2/2024). (KOMPAS.com/ Tatang Guritno)

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) baru saja dilantik menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) menggantikan Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto yang sekarang menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

Dikutip dari Kompas.com (21/02/2024), AHY mengatakan "Saya tidak datang dengan sebuah keahlian, yang ahli para dirjen, direktur, kasubdit, nah ini saya juga belum hafal. Jadi struktur pun harus saya segera ketahui."

Pertanyaan yang muncul tentu saja, apakah seorang menteri harus berasal dari orang yang memiliki keahlian di bidangnya atau tidak? Hal ini memang sudah lama menjadi perdebatan. Ada argumentasi dari kedua sisi yang sama-sama masuk akal.

Di satu sisi, ada pandangan bahwa menteri sebagai pimpinan kementerian sudah selayaknya orang yang paham betul tentang teknis bidang tugasnya. Contohnya, menteri kesehatan sudah sewajarnya orang yang berlatar belakang pendidikan kedokteran atau kesehatan masyarakat. Atau menteri kominfo haruslah seorang ahli di bidang IT.

Dengan memiliki keahlian teknis di bidangnya, sang menteri diasumsikan bisa mengambil keputusan dan kebijakan secara lebih tepat. Dia juga lebih kredibel dan dihormati oleh kalangan birokrat serta praktisi di bawahnya.

Selain itu, pengangkatan menteri yang sesuai bidang keahliannya juga dianggap lebih menghargai asas meritokrasi. Asas meritokrasi adalah prinsip yang mengemukakan bahwa kedudukan, penghargaan, atau keuntungan dalam suatu sistem sosial seharusnya didasarkan pada keberhasilan, prestasi, dan kualitas individu.

Namun di sisi lain, ada pula argumen bahwa seorang menteri tidak harus orang yang secara teknis ahli di bidangnya. Tugas seorang menteri dipandang lebih sebagai manajer atau administrator yang mengkoordinasikan dan mengarahkan tim di bawahnya.

Misalnya, menteri kesehatan tidak harus seorang dokter karena kerjanya sebagai menteri bukan untuk mengobati pasien yang sakit. Begitu juga menteri-menteri lainnya. Karena yang lebih dipentingkan dari seorang menteri adalah leadership, integritas dan kapabilitas manajerialnya.

Ia harus bisa mengkoordinasikan jajaran di bawahnya agar bisa menghasilkan solusi untuk permasalahan di bidangnya masalah masing-masing. Untuk masalah-masalah yang bersifat teknis, menteri bisa merekrut tim ahli di bidangnya sebagai pemberi masukan dan pertimbangan.

Selain itu, seorang menteri harus paham betul seluk-beluk politik dan pemerintahan secara luas. Dia harus bisa membangun hubungan yang solid dengan lembaga-lembaga negara dan pemangku kepentingan lain. Jadi kemampuan politis dan kepemimpinan nasional jauh lebih krusial ketimbang sekadar teknokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun