Masa #NewNormal yang sebentar lagi diberlakukan, membuat semua lini aktivitas dibuka. Termasuk kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Artinya, anak-anak kita mulai kembali keluar rumah, beraktivitas dan berinteraksi di sekolah bersama guru, teman-temannya, serta elemen lain yang berkutat di seputar sekolah, yang selama ini mereka kangenin tentunya.
Pengumuman pemberlakukan New Normal ini sendiri, sudah disampaikan langsung oleh Presiden kita Bapak Joko Widodo pada 15 Mei 2020, bersamaan dengan penyampaian mengenai "hidup berdampingan" dengan Corona, yang hingga kini belum ada obat maupun vaksinnya (baca di sini).
Saat itu, reaksi masyarakat cukup beragam dengan pernyataan tadi, karena diminta untuk "berdamai" dengan corona, serta persiapan relaksasi atau pelonggaran PSBB atau yang kemudian dikenal secara internasional dengan sebutan "new normal".
Semua bidang perekonomian tergerus, dan tidak bisa ditutupi lagi kemudian banyak terjadi PHK. Produksi berbagai macam barang kebutuhan menurun drastis, kinerja perusahaan juga mengalami stagnasi atau bahkan penurunan.
Praktik-praktik #WorkFromHome, belum dinilai berhasil dan baik. Proses perencanaan memang bisa dilakukan di hulu melalui meeting secara online, sangat-sangat terbatas dan kurang berakhir baik jika harus dibandingkan dengan hasil akhir di hilir.
===
Tidak terkecuali di bidang pendidikan.
Anak-anak yang sejak April "diliburkan", dan terus melanjutkan pendidikannya via online juga mengalami dampak yang luar biasa. Hasil angket KPAI menujukkan bahwa Pembelajaran Jarak Jauh menghasilkan 80% siswa dan 60% guru ingin segera kembali ke sekolah. Sedangkan hampir 80% orang tua belum mau anaknya kembali ke sekolah selama masa pandemi ini belum berakhir (baca di sini).
PJJ atau lebih dikenal dengan Belajar dari Rumah, dinilai sangat membosankan dan kurang interaktif oleh siswa dan guru, sedangkan untuk para orangtua proses belajar mengajar kali ini justru agak memberatkan dinilai dari berbagai sudut pandang.Â