"Kak...kak...udah makan belum ? kalau belum, ini makan siangnya. Kalau mau bakso atau yang lain, ada di tenda samping yah...", tiba-tiba 3 orang anak SMA ini menghampiri kami yang sedang duduk-duduk ngadem di ruang NUSANTARA 2, gedung Wakil Rakyar DPR/MPR saat itu.
Padahal awalnya, agak bingung karena memang yang menonjol adalah alumni-alumni perguruan tinggi karena alumniya terlibat langsung dan menjadi garda terdepan mengawal Reformasi yang hasilnya masih jauh dari harapan. lha kok ini anak-anak SMA yang dulu masih di bangku sekolah tahun 1998 ikut-ikutan ?
====
Kalau tidak salah, tanggal 1 Mei 1998, di depan terminal Grogol pintu masuk kampus Universitas Trisakti. tepat 1 jam setelah para mahasiswa melakukan ibadah Sholat Jumat di Gelanggang Mahasiswa (GEMA). Tiba-tiba beberapa elemen masyarakat, pelajar dan Mahasiswa Universitas Budi Luhur "menjemput" teman-teman dari Trisakti. Namun, karena kondisi kampus yang saat itu sebagian besar sedang melaksanakan ujian semesteran, maka saya dan beberapa teman saja yang "menemani" tamu-tamu tadi.
Gerbang kampus yang ditutup pihak Keamanan dan hanya mengijinkan yang berkuliah dengan memperlihatkan Kartu Mahasiswa saja yang boleh masuk, membuat tamu-tamu tadi "tidak puas" dan bertahan di depan samping germabng masuk. 2x hujan besar mengguyur, dan membuat "massa" ini akhirnya harus melakukan shalat Ashar di tengah jalan, dan membiarkan 1 lajur untuk dilalui kendaraan yang mulai padat karena sudah mulai masuk jam pulang kerja.
Tepat pukul 17.00 wib, ketika polisi sudah mulai hadir, Saya dan perwakilan mahasiswa mencoba berdialog dan meminta pengawalan untuk menuju Gedung MPR/DPR. Alhamdulillah di-amini, dan tidak lama, kamipun berjalan menuju kawasan Senayan Jakarta.
Namun, samai di depan JDC (Jakarta Design Center) Slipi, kami "dihentikan" oleh Pasukan Marinir yang meminta kami untuk membubarkan diri, kaena saat itu lokasi depan Gedung DPR/MPR harus steril. Massa yang akhirnya bisa dikondisikan, akhirnya bisa membubarkan diri dengan tertib. Tidak ada kejadian apapun saat itu.
Hanya, ada 1 hal yang menarik. Entah darimana, tiba-tiba ada sekumpulan ibu-ibu memanggil kami menuju mobilnya untuk menerima "nasi kotak" yang entah siapa juga yang menyiapkan. Massa yang saat itu juga sudah terlihat lapar, menerima nasi-nasi kotak itu degan sumringah, termasuk SAYA.
====
Aksi kemarahan atas tragedi yang terjadi di Universitas Trisakti yang menewaskan 4 orang mahasiswa dan ratusan korban luka-luka, menjadi pemicu besar pergerakan mahasiswa se Indonesia. Hampir setiap hari setelah meredanya kerusuhan di Jakarta tanggal 13-15 Mei 1998, juga membuat masyarakat tidak tinggal diam, mereka juga ikut bergabung dengan rombongan-rombongan mahasiswa yang mencoba melakukan aksi di senayan.
Saya yang saat itu juga membawa sekitar 1000 orang bersama 2 rekan mahasiswa Trisakti, memang agak "kewalahan". Jalan raya yang menuju arah gedung MPR/DPR diblokir. Sehingga akhirnya saya dan teman-teman mensiasati dengan gerakan cepat alias berlari "melawan arus" arah kanan depan Mall Citraland saat itu. Ribuan massa yang sudah dikoordinasikan lewat masing-masing korlapnya pun serempak merubah arah perjalanan.Â
Kejadian "repot" justru terjadi di depan "mall Taman Anggrek". Mall yang dipercaya milik Keluarga Cendana ini, memancing massa kami untuk merangsek kedalam mall. Untungnya, kejadian ini bisa diantisipasi dengan baik, sehingga baru beberapa pagar kawat saja yang sudah mulai ditergulingkan dan dibuang kedalam kali depan mall, dan beberapa baru saja yang meyang ke arah mall.
Saat itu, kami sepekat mengembalikan lagi massa ini ke jalur normal, meningat jika kami tetap di jalur tadi, akan bertemu 1 mall lagi, yakni Slipi Jaya yang memang sudah terjarah saat kerusuhan kemarin. Tapi keputusan bulat, demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan terkait makin dekatnya kami ke gedung MPR.
Sayangnya, kejadian awal Mei lalu terulang, kami dihadang di depan gedung JDC. Alasan saat itu adalah, massa sudah terlalu banyak yang terkonsentrasi di depan gedung MPR/DPR, dan aparat akan segera mengevakuasi seluruh isi gedung. Kami yang diancam akan terkena dampak proses evakuasi jika meneruskan perjalanan, lebih memilih bergabung dan meneruskan perjalanan. Diskusi yang sedikit alot karena tarik ulur ini, akhirnya deal kami diijinkan lewat dengan catatan tidak memotong jalan tol, jadi memutar di flyover senayan.
Sesampainya di depan seberang Gedung DPR/MPR kami berhenti sejenak dan berkorrdinasi dengan korlap-korlap untuk memecah massa yang terdiri dari masyarakat 3 wilayah di jakarta barat, 2 sekolah SMA di jakarta barat, dan 2 kampus lainnya selain Trisakti yang mantap dan lengkap dengan jaket almamater masing-masing.
Janji tinggal janji...untuk mempersingkat waktu mengingat sudah hampir pukul 19.00 wib, kami kompak masuk ke jalan tol yang kebetulan sudah di blokade, sehingga hanya mobil-mobil aparat dan "mungkin" bis-bis dan kendaraan yang membawa massa saja yang masih hilir mudik dengan kecepatan sangat rendah.
Satu  malam berlalu di gedung DPR/MPR, isu-isu, gerakan-gerakan teknis, dan sedikit "kenalakan" mahasiswa yang mengeksplorasi seluruh sudut gedung, terasa "terjaga" oleh kehadiran ibu-ibu dan bapak-bapak tadi. Sedangkan "adik'adik" kami sibuk membersihkan sampah, membagikan makanan dan minuman untuk "kakak-kakak"nya yang berjaket almamater. Terlihat jelas beberapa dari "adik-adik" tadi menggunakan identitas kaos olahraga sekolah mereka.
Pagi harinya, kami sedikit terkejut, karena beberapa tenda besar sudah berdiri di samping pelataran rumput gedung DPR/MPR. tenda yang secara sigap dibangun oleh beberapa bapak-bapak yang juga sibuk menyiapkan kompor layaknya dapur umum, lumayan cepat beridiri, dan berjejer kotak-kotak makanan sarapan untuk temen-teman yang menginap malam itu. Kondisi lingkungan pun, lumayan bersih dengan plastik-plastik sampah yang juga disiapkan para "orang tua" ini.
Begitu seterusnya hingga tanggal 21 Mei 1998, ketika euforia "kemenagan" itu mencapai klimaks dengan mundurnya Presiden Soeharto setelah menjabat selama 32 tahun.
====
Mata mereka masih sama, semangat mereka masih sama, hanya rambut yang memutih dan wajah dewasa saja yang berubah. Wajah para guru-guru pendidik yang mengajak muridnya untuk mendukung gerakan REFORMASI, wajah anak-anak sekolah yang bergabung dengan teman-temannya membantu orang tua dan guru-gurunya membuka dapur umum dan berkeliling membagikan makanan di lokasi-lokasi unjuk rasa mahasiswa dan gedung DPR/MPR sebagai puncaknya.
Senyum yang merekah, ketika makanan dan minuman yang mereka siapkan dan bagikan bisa dinikmati "anak-anak" mereka yang mau meluangkan waktu, ikut andil menegakkan keadilan demi bangsa dan negaranya.
Para guru yang pasti juga alumni sebuah perguruan tinggi, dan sekolah-sekolah keguruan yang turut berjuang di luar jam mengajarnya, yang meninggalkan les privatnya untuk mensupport para mahasiswa.Â
Para kepala sekolah, yang mengorbankan sebagian gajinya untuk sekedar memberi cemilan untuk masyarakat yang turun dalam perjuangan, para ayah dan ibu yang mengijinkan anak-anaknya membantu melahirkan REFORMASI.Â
Perjuangan menrobohkan tirani Orde Baru, memperjuangkan keadilan dan kedaulatan bangsa, meninggikan harga diri bangsa diluar sana.
Mereka berkumpul, menyatukan suara, mendukung Joko Widodo untuk kembali menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia tercinta masa bakti 2019-2024, karena mereka paham, mereka merasakan, mereka saksi bagaimana proses Reformasi ini bisa ditegakkan, dijalankan, dan sejauh mana Reformasi ini dilaksanakan oleh masing-masing pemimpin bangasa setelah Orde Baru dihancurkan.
Sedikit bangga, dan tanpa terasa air mata mulai menetes...inilah mereka yang memnag tidak ikut rapat-rapat pergerakan, tidak ikut berteriak orasi, tidak ikut berjalan jauh menuju senayan, namun dari tangan mereka tenaga kami para mahasiswa terus di'charge', semagat kami untuk fokus pada perjuangan terus dikobarkan, dan meminta kami terus berjanji untuk memperbaiki Indonesia demi anak cucu bangsa.
Mereka... yang saat itu berbendera SMA (Sekolah Menengah Atas), juga merupakan bagian dari pejuang REFORMASI, dan kini semangat itupun menular kepada para pemilih muda yang kini menjadi calon-calon generasi penerus perjuangan bangsa.... Mereka semua akan terus berdiri disamping pemimpin yang juga memperjuangkan Reformasi untuk INDONESIA YANG BERGERAK MAJU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H