Mohon tunggu...
Rully Fathir
Rully Fathir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi olahraga dan senang menghabiskan waktu untuk hal positif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Kebijakan Penertiban Kaki Lima di Pasar Minggu

5 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 5 Desember 2024   19:02 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Adanya pemekaran wilayah Kota Jakarta telah membawa perubahan signifikan pada Rencana Ulang Tata Ruang (RUTR) yang berlaku dari tahun 1965 hingga 1985, khususnya di kawasan Pasar Minggu yang awalnya ditetapkan sebagai kawasan hijau, namun kemudian berkembang menjadi area pemukiman. Selanjutnya, lahan-lahan pemukiman tersebut mulai bertransformasi menjadi perkantoran, pertokoaan, dan pusat perekonomian. Transformasi ini mengakibatkan terjadinya penggusuran terhadap pemukiman warga setempat. 

Ketidaktertiban merupakan salah satu masalah sosial yang akhir-akhir ini sering dihadapi oleh masyarakat Ibukota. Salah satu aspek dari ketidaktertiban ini adalah keberadaan pedagang kaki lima yang menempati trotoar dan pinggir jalan. Munculnya ketidaktertiban ini disebabkan oleh kebebasan yang diberikan oleh pemimpin-pemimpin terdahulu. Namun, keberadaan pedagang kaki lima yang memenuhi jalan raya memberikan dampak negatif bagi kondisi jalan raya serta masyarakat di sekitarnya. 

Sistem perdagangan konvensional saat ini sudah mulai bertransformasi seiring dengan perkembangan zaman, terutama ketika pandemi telah mengubah cara perdagangan menjadi daring (online), yang sering disebut dengan sistem e-commerce. Dalam sistem ini, kepercayaan (trust) antara para pelaku kegiatan ekonomi menjadi sangat penting. Berdasarkan pendapat sebagian parakonsumen, pasar daring ternyata kurang mampu memberikan kepuasan dan interaksi sosial. Mereka lebih memilih untuk datang langsung ke pasar yang dapat diakses dengan cepat. Bagi para pedagang dan pembeli konvensional, transaksi secara langsung memberikan kepuasan serta sebuah tempat untuk berinteraksi dengan masyarakat, salah satunya melalui pedagang kaki lima. 

Aktivitas masyarakat dalam sektor informal memiliki potensi yang besar untuk pembangunan daerah. Salah satu elemen penting dari potensi ini adalah pedagang kaki lima (PKL), yang seharusnya mendapatkan jaminan, termasuk perlindungan, pembinaan, dan pengaturan dalam menjalankan usaha mereka. Dengan demikian, mereka dapat berdaya guna, berhasil guna, dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan mereka. 

          

Pedagang kaki lima (PKL) sebaiknya tidak dihapuskan dari area perkotaan, melainkan seharusnya diberdayakan sebagai elemen yang mendukung aktivitas ekonomi kota. Pendekatan ini mencerminkan cara yang lebih inklusif dan berkelanjutan dalam menghadapi urbanisasi. Berikut ini adalah beberapa strategi untuk memberdayakan PKL agar mereka dapat memberikan kontribusi positif bagi perekonomian kota. (Priatini, 2024) Membangun fasilitas parkir yang memadai di sekitar lokasi PKL akan membantu mengurangi jumlah kendaraan yang parkir sembarangan di tepi jalan. Langkah ini bertujuan untuk menjaga kelancaran arus lalu lintas dan menekan angka kemacetan. 

Memastikan bahwa trotoar berfungsi dengan efisien dan aman untuk pejalan kaki. Trotoar yang baik akan mendorong masyarakat untuk lebih sering berjalan kaki, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. Dengan mengatur jam operasional para pedagang kaki lima, seperti membatasi waktu berjualan pada jam-jam tertentu, kita dapat membantu mengurangi kemacetan pada saat-saat sibuk. Langkah ini juga berpotensi untuk mengurangi kepadatan lalu lintas pada siang hari, saat banyak kendaraan berlalu-lalang.       

              Pemekaran wilayah Kota Jakarta telah mengakibatkan perubahan signifikan dalam Rencana Ulang Tata Ruang (RUTR). Kawasan seperti Pasar Minggu, yang dulunya merupakan area hijau, kini telah bertransformasi menjadi kawasan pemukiman, perkantoran, serta pusat perekonomian. Perubahan ini berdampak pada penggusuran pemukiman warga. Di sisi lain, ketidaktertiban yang terjadi di Jakarta, salah satunya disebabkan oleh keberadaan pedagang kaki lima (PKL) yang memenuhi trotoar dan tepi jalan, menciptakan permasalahan sosial. Meskipun demikian, PKL memiliki potensi besar dalam mendukung perekonomian kota, khususnya dalam sektor informal, dan harus diberdayakan alih-alih dihilangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun