Mohon tunggu...
Masrully
Masrully Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Kebijakan Publik

Alumni Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Proyek Konstruksi Indonesia Darurat K3

23 Februari 2018   16:47 Diperbarui: 24 Februari 2018   08:47 2609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selanjutnya Pemerintah mengeluarkan PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang mewajibkan setiap perusahaan untuk menerapkan SMK3 di perusahaannya yang sebelum diberlakukannya PP tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga  Kerja  Nomor: PER. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Menurut PP No. 50 Tahun 2012, pasal 6 dijelaskan, bahwa SMK3 yang dimaksud adalah penetapan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kinerja K3, dan peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

Peraturan lainnya yang terkait yaitu dari Kementerian PUPR melalui PermenPUPR Nomor: 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Peraturan tersebut memberikan pedoman bagi  Pengguna  Jasa dan Penyedia Jasa Kontruksi dalam penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU.

Kebijakan negara (UU) beserta peraturan turunannya tersebut menjadi wajib dan mengikat yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap perusahaan dalam menerapkan SMK3. Seperti halnya didalam PP No. 50 Tahun 2012 telah mengatur dan memberikan pedoman kepada perusahaan dalam menerapkan SMK3, dimana perusahaan harus  menetapkan kebijakan di bidang K3, lalu perusahaan juga harus menyusun Rencana K3 (RK3), melaksanakan, memantau, dan mengevaluasinya.

Sejatinya didalam RK3 telah dilakukan identifikasi potensi bahaya pada setiap tahapan pekerjaan, kemudian juga disusun rencana pengendalian yang dilakukan untuk memitigasi dan meminimalisir potensi bahaya tersebut. Perusahaan juga harus menyusun instruksi dan prosedur kerja untuk setiap jenis pekerjaan. Semua itu bertujuan agar setiap pekerjaan dilakukan sesuai persyaratan K3 yang telah ditetapkan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah sejauhmana RK3 tersebut dilaksanakan dan diawasi oleh perusahaan maupun pihak-pihak yang ditunjuk oleh perusahaan.

Dalam kegiatan konstruksi, RK3 yang telah disusun mestinya tidak hanya dijadikan sebagai dokumen pelengkap yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai syarat normatif guna mengikuti kegiatan aktivitas bisnis, misalnya pengadaaan barang dan jasa tetapi hal yang tak kalah pentingnya adalah komitmen dan konsistensi pelaksanaannya. 

Karena, dokumen tersebut memiliki fungsi dan tujuan yang lebih penting dalam kegiatan kontruksi yaitu tidak hanya menjadi pedoman quality assurance teknis dalam membangun infrastrukturtetapi upaya untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja dan masyarakat di sekitar pelaksanaan proyek kegiatan. Oleh karenanya, dalih mengejar tenggat waktu(deadline) menjadi suatu alasan yang tidak dapat diterima hukum dan norma jika menafikan keselamatan dan kesehatan kerja atau sampai dengan merenggutjiwa pekerja maupun masyarakat.

 ACTION WILL DAN KOLABORASI ANTAR PEMANGKU KEPENTINGAN

Berbagai kasus yang terjadi dalam pekerjaan konstruksi tidak dapat disalahkan hanya pada satu pihak atau faktor saja, namun menjadi tanggung jawab semua pihak yang memiliki kepentingan (stakeholder). Implementasi K3 membutuhkan action will dan kolaborasi para stakeholder, yang paling tidak melibatkan tiga pihak, yaitu Perusahaan, Pemerintah dan Pekerja. Adapun peran Perusahaan dan Pemerintah yang sangat perlu ditingkatkan adalah fungsi Pengawasan, sedangkan bagi Pekerja adalah kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Peran-peran yang seharusnya dilakukan para pemangku kepentingan tersebut adalah:

  • Perusahaan, memiliki kewajiban untuk memastikan terlaksananya RK3 sebagai bagian dari implementasi SMK3. Peran manajemen dalam berbagai tingkatan khususnya manajer tingkat bawah (supervisor) dan ahli/ petugas K3 untuk melakukan pengawasan secara intensif untuk memastikan semua kegiatan proyek dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur atau instruksi kerja yang telah ditetapkan. Disamping itu, perlu dioptimalkannya peran Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang bertugas membantu melaksanakan dan menangani usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja sebagaimana amanatUU No. 1 Tahun 1970 mengamanatkan dibentuknya disetiap perusahaan termasuk perusahaan penyedia jasa kontruksi. Mestinya peran lembaga tersebut lebih dioptimalkan lagi di perusahaan agar kegiatan kontruksi tetap memperhatikan  keselamatan pekerja dan masyarakat.
  • Pemerintah,  dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 bertanggungjawab mengawasi implementasi K3 secara nasional. Hal tersebut sebagaimana amanat Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, pasal 5 yang menyebutkan bahwa Direktur (pejabat yang ditunjuk Kementerian Ketenagakerjaan) melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang Keselamatan Kerja. Kemudian pada pasal tersebut juga disebutkan bahwa  "Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja" ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-Undang Keselamatan Kerja. Pegawai pengawas yang dimaksud adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri. Kemudian juga ada istilah ahli K3, yaitu tenaga teknis yang berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi Undang-Undang K3.
  • Sementara itu pada tingkat daerah, Perangkat Daerah Provinsi maupun Perangkat Daerah Kabupaten/ Kota  yang melaksanakan urusan bidang Tenaga Kerja juga memiliki tanggungjawab dalam pengawasan pelaksanaan kebijakan K3. Hal ini sebagaimana diatur dalam PP No. 50 tahun 2012, bahwa pengawasan pelaksanaan kebijakan K3 dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan pusat, provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
  • Pekerja seharusnya meningkatkan kesadaran akan pentingya mengutamakan keselamatan kerja dalam melakukan pekerjaan, terutama pada proyek kontruksi yang padat karya dan memiliki potensi bahaya yang tinggi. Pekerja harus menyadari bahwa aktivitasnya di lokasi proyek tidak hanya berdampak pada dirinya, namun juga berdampak terhadap keselamatan pekerja lainnya, dan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan proyek.

Pada akhirnya, komitmen dan konsistensi para pemangku kepentingan menjadi key success factors dan juga perlunya inovasi baru dalam mengimplementasikan K3 secara efektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun