Cinta tanah air, keberpihakan pada produk dalam negeri adalah beberapa definisi dari Nasionalisme. Timbul pertanyaan. Apakah jika kita memilih untuk menggunakan produk luar negeri, misalnya mesin (engine) buatan Eropa, lalu itu artinya kita tidak memiliki nasionalisme yang tinggi?
Saya sepakat bahwa mencintai produk dalam negeri adalah salah satu wujud nasionalisme. Dengan catatan mempertimbangkan segala faktor. Dalam memilih mesin tentu faktor yang perlu dipertimbangkan terdiri dari misalnya kualitas barang, kinerja produsen, ketersediaan spare part – suku cadang, layanan purna-jual dan lain-lain. Bila akhirnya pilihan jatuh pada produk buatan luar negeri, tentu itu bukan jadi masalah. Toh dengan menggunakan produk tersebut niscaya terbuka kesempatan kita untuk mempelajari teknologi yang mereka gunakan. Bahkan pada tingkat advanced, kita bisa melakukan reverse engineering – proses rekayasa teknik memproduksi barang dengan desain yang kurang lebih sama atau bahkan lebih baik.
Saya setuju bahwa nasionalisme itu perlu ditumbuhkan, bukan sekedar jargon belaka.
Saya beruntung dilahirkan dengan jiwa petualang, suka travelling (catatan : senang plesiran). Ditambah lagi dengan pekerjaan saya yang seringkali memerlukan kunjungan ke daerah-daerah diluar pulau Jawa. Menurut saya, travelling menjelajahi pelosok nusantara adalah salah satu metode yang pas untuk menumbuhkan nasionalisme. Dengan jalan-jalan, travelling kita akan menemukan banyak hal-hal baru yang mungkin kita tidak dapatkan di tempat asal kita. Hal-hal yang bisa membawa kita kepada refleksi, perenungan yang dalam tentang makna nasionalisme.
Contoh pertama, seringkali kita merasa bahwa pembangunan di pulau Jawa itu sudah berlebihan – over. Pemukiman yang rapat jaraknya, Gedung-gedung bertingkat menambah sesak perkotaan. Tapi cobalah kita jelajahi sisi luar Pulau Jawa.
Bicara perjalanan ke daerah-daerah maka mau tidak mau kita akan melihat betapa ketimpangan infrastruktur masih terlihat disana-sini. Bukan hanya infrastruktur vital semacam jalan raya tapi juga fasilitas umum. Pernah suatu malam saat menuju daerah Bengkulu, kami hampir kehabisan bensin. Setelah sekian kilometer belum tampak tanda-tanda adanya SPBU. Beruntung kami diselamatkan oleh ‘Pertamini’, SPBU skala kecil yang dikelola oleh penduduk sekitar.
Jalan-jalan juga akan membuka wawasan kita tentang makanan khas daerah (baca : kuliner). Acara makan ini tentu selalu masuk dalam agenda perjalanan. Bubur manado, gudeg jogja, mie ongklok khas Wonosobo, semuanya akan memanjakan lidah kita dengan rasa yang bervariasi.