Mohon tunggu...
Rulli Rachman
Rulli Rachman Mohon Tunggu... -

"talk with me about football, travelling, camping, books, coffee even engineering..."

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Membaca Yuk

14 Mei 2017   17:53 Diperbarui: 14 Mei 2017   18:58 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari minggu pagi memang enaknya menulis, sambil ditemani secangkir kopi hitam. Kemewahan ini bisa terlaksana dengan beberapa syarat dan kondisi. Si bungsu tidur siang sedangkan abang-abangnya sedang asyik menonton film di DVD player. Ooh surganyaa… Walaupun saya belum pernah yaa sama sekali pergi ke surga. Walaupun juga katanya menurut Goenawan Muhammad, “surga dan neraka itu bukan tempat. Jika ada yang mengartikan itu suatu tempat, itu salah”. Tapi apabila salah satu dari bocah-bocah krucil itu buang air besar, maka sebaiknya disimpan dulu konsep surga dan neraka tadi. (ya iyalah disimpan dulu, yg penting bantu mereka dulu bersih-bersih di toilet hehehe…).

Saya mau coba kasih pandangan soal membaca. Saya baru baca beberapa Bab dari buku ‘Pseudo Literasi’ karya mas M. Iqbal Dawami ini. Buku ini secara tak sengaja saya lihat di capture oleh teman di dunia maya. Baca sekilas review-nya, kok sepertinya menarik isinya. Langsung saja saya kontak si penulis via facebook. Dan langsung mendapat respon. Begitu buku sampai dikirim ke alamat saya, langsung saya baca beberapa halaman. Buku ini cukup membuka wawasan saya soal dunia literasi. Bicara literasi maka kita bicara semuanya, mulai dari kalangan penulis, penerbit, kalangan pembaca dsb. Buku ini menceritakan keprihatinan dari sang penulis yang telah nyebur di dunia literasi selama kurang lebih 17 tahun.

Membaca buat saya sudah menjadi hobby. Mungkin karena sejak kecil saya sudah suka membaca. Komik seperti Kungfu Boy, Kenji, Tinju Bintang Utara, Tintin, majalah Bobo, novel-novel detektif dll. Oh indahnya masa-masa itu. Masa dimana masih tersebar cukup banyak Taman Bacaan yang setia menyediakan hasrat membaca saya. Cukup bayar Rp 150,- untuk meminjam 1 (satu) buku selama 2-3 hari. Maklum, jaman itu uang saku saya belum cukup untuk membeli langsung buku yang baru.

Beranjak dewasa tentu selera buku yang menjadi pilihan akan berubah. Akhir-akhir ini ada beberapa genre buku yang menjadi pilihan saya. Yakni novel, buku tentang sepakbola dan buku hasil karya pemikiran dan perjalanan seseorang. Saya sudah merampungkan novel “Kambing dan Hujan” karya Makhfud Ikhwan yang memenangkan Sayembara Menulis Dewan Kesenian Jakarta tahun 2014. Sebagai seseorang yang lahir dan dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah, lalu hidup dan berkeluarga di lingkungan NU buku ini sangat menarik buat saya. Selanjutnya saya baru menuntaskan 2 (dua) Bab yang menjelaskan kenapa Negara Belanda dan Swiss masuk dalam daftar pilihan Negara-negara dengan tingkat kebahagiaan tinggi. Ini terangkum dalam buku Geograhy of Bliss karya Eric Weiner.

karya-karya Mahfud Ikhwan
karya-karya Mahfud Ikhwan
Lain halnya dengan buku Simulakra Sepakbola. Mengkhatamkan buku ini membuat saya geleng kepala. Kok ada ya penulis sekaliber Zen RS yang bisa memaparkan hal tentang sepakbola dengan begitu indahnya. Sama menariknya dengan tulisan Franklin Foer dalam “Memahami Dunia Lewat Sepak Bola”. Buku ini membawa saya menelusuri tiap relung stadion Nou Camp, markas Barcelona yang meneriakkan perlawanan terhadap kediktatoran Franco.

Tapi sampai saat ini belum ada buku yang mengalahkan rekor membaca saya selain buku novel ’40 (Empat Puluh) Kaidah Cinta’ karya Elif Shafak. Novel ini saya selesaikan hanya dalam kurun waktu 1 (satu) minggu. Pertemuan eksotis pencari Tuhan, Jalaluddin Rumi dengan gurunya Syamsuddin dari Tabriz membuat saya larut dalam alur cerita novel ini.

Elif Shafak is amazing!
Elif Shafak is amazing!
Menurut saya budaya membaca itu sangat penting. Generasi muda perlu digalakkan untuk lebih menyukai membaca. Selain membuka cakrawala dan menimba ilmu pengetahuan, membaca dengan baik akan membantu kita dalam menghadapi era informasi global seperti sekarang. Apalagi saat ini sedang gencar berita-berita hoax melalui berbagai media. Banyak orang seringkali terjebak dalam lingkaran hoax ini akibat rendahnya budaya literasi. Berita yang sampai tidak dicek dan ricek kebenarannya dahulu. Boro-boro dicek, yang dibaca pun hanya judul headline-nya saja. Cukup memprihatinkan.

Dalam Islam, budaya membaca bahkan sudah diperintah sejak ayat pertama diturunkan pada Rasulullah Muhammad SAW. ‘iqra’ – bacalah. Jadi cukup mengkhawatirkan apabila kita malas untuk membaca.

Terimakasih buat mas Iqbal Dawami yang memaparkan soal dunia literasi ini. Terutama karena sampeyan sudah menyampaikan hakekat utama berkunjung ke Toko Buku. Yakni comot-comot saja buku-buku yang sekiranya menurut kita menarik, bayar sesuai dengan uang yang tersedia lalu pulang. Jangan terlalu dipikirkan kapan dibacanya buku-buku tsb, yang penting beli dulu. Kalau bukunya ada, kemungkinan dibaca sangat besar. Toh buku bisa dibaca kapan saja dan dimana saja hehe… :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun