Keprihatinan kita saat ini adalah langkanya keteladanan pemimpin, terutama atas janji-janjinya terhadap masyarakat. Tanggung jawab pemimpin dihadapan rakyatnya bisa saja diingkari, tapi tidak dengan pertanggungjawabannya kelak di akhirat.
Semua hal, sekecil apapun, pasti akan dimintakan tanggung jawabnya. Karena itu salah satu kunci sukses kepemimpinan yang dteladankan Nabi Ibrahim AS adalah menepati janji-janji.Â
Berikutnya adalah karakter husnudzon atau baik sangka terhadap apapun keputusan Allah.
Adalah tidak mudah berpikir positif atas semua kehendak Allah. Karena manusia hanya mampu melihat dari luar secara terbatas, maka selalu terbatas pula kemampuannya untuk menyimpulkan sesuatu kejadian, bahkan cenderung berkeluh kesah dan pesimis. Namun Nabi Ibrahim tidak demikian. Â
Saat beliau meninggalkan istrinya, Siti Hajar  dalam keadaan hamil tua, Nabi Ibrahim sangat yakin atas kuasa Allah yang akan menolong sang Istri tercinta dan anaknya.
Beliau sangat "positive thinking" kepada Allah sekaligus mampu mengelola harapan harapannya.
Nabi Ibrahim juga adalah sosok "manager of hope", sabar dan tawakal atas segala ujian Allah.Â
Sinergitas Nabi Ibrahim dengan istrinya yang patuh dapat menjadi cermin kekuatan ketaatan.
Kemudian terjadilah mukzizat air zam-zam yang meninggalkan pesan moral agar manusia di dunia ini jangan pernah berhenti berusaha dan berjuang untuk kehidupan di jalan Allah.
Karena, usaha itu ibadah, sementara rezeki itu mutlak pemberian Allah, yang datangnya kerapkali dari arah yang tidak disangka sangka.Â
Siti hajar bolak-balik berjalan cepat di antara Bukit Safa dan Marwa mencari air sambil memuji Allah. Namun air, atas kehendak Allah, seketika memancar dari hentakan kaki anaknya yang kala itu masih bayi, yakni Ismail as.