Mohon tunggu...
Ruli Andreansyah
Ruli Andreansyah Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Staf

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Gratifikasi dan Pencucian Uang

7 Mei 2024   11:04 Diperbarui: 7 Mei 2024   11:04 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KASUS GRATIFIKASI DAN PENCUCIAN UANG
GAZALBA MENJADI TERDAKWA OLEH KPK
Disusun Oleh :
Ruli Andreansyah
Prodi Hukum Universitas Pamulang

Tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, serta penelusuran dan pengembalian Harta Kekayaan hasil tindak pidana.
Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang.
Dilansir dari situs resmi KPK, pengertian gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Namun, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 30 hari sejak menerima gratifikasi (Pasal 12C ayat (1) & (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).

Dalam kasus ini Gazalba Saleh, hakim agung nonaktif, didakwa atas dugaan gratifikasi dan TPPU terkait pengurusan perkara di MA. Gazalba menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada Senin, 6 Mei 2024, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Saat pembacaan dakwaan Jaksa KPK menyatakan, "Menerima gratifikasi, yaitu menerima uang sejumlah Rp650 juta dari Jawahirlul Fuad terkait perkara kasasi".
Jaksa KPK melaporkan bahwa Gazalba membantu proses hukum dalam kasus pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Pada tanggal 7 April 2021, Pengadilan Negeri Jombang menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara terhadap yang bersangkutan. "Bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tersebut, terdakwa (Gazalba) menerima sejumlah uang dari Jawahirlul Fuad. Selaku pihak yang memiliki kepentingan terhadap jabatan terdakwa selaku hakim agung RI, yang seluruhnya berjumlah Rp650 juta," kata jaksa KPK.
Jaksa mengatakan bahwa Fuad bertemu dengan Ahmad Riyad dan kemudian mencari pengurusan kasus di MA. Dia diminta untuk menyediakan Rp500 juta.
Belakangan diketahui bahwa Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh adalah anggota majelis hakim agung yang akan menangani kasus Fuad di tingkat kasasi. Selanjutnya Ahmad Riyad bertemu dengan Gazalba Saleh. "Pada tanggal 6 September 2022, bertempat di kantor MA, Jakarta Pusat, dilaksanakan musyawarah pengucapan putusan perkara dengan amar putusan mengabulkan permohonan kasasi. Dari pemohon Jawahirul Fuad yang pada pokoknya Jawahirul Fuad dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti," ujar jaksa KPK.
Setelah keputusan dibuat pada September 2022, Ahmad Riyad menyerahkan uang ke Gazalba senilai 18 ribu Sin atau sekitar 200 juta rupiah. Kemudian, Ahmad meminta tambahan uang dari Fuad senilai 150 juta rupiah. Jaksa KPK menyatakan, "Bahwa penipuan bersama dengan Ahmad Riyad menerima uang dari Jawahirul Fuad seluruhnya sejumlah Rp650 juta, sedangkan Gazalba disebut menerima Rp200 juta".

KESIMPULAN
Dalam kasus gratifikasi dan pencucian uang ini Gazalba tidak melaporkan kejadian gratifikasi tersebut ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam kurun waktu 30 hari. Meskipun penerimaan uang yang dilakukan itu tidak sah, Gazalba seharusnya tetap harus melapor kepada KPK. Pada akhirnya  dalam kasus ini Gazalba didakwa melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun