Mohon tunggu...
R_u_L
R_u_L Mohon Tunggu... jurnalis -

My Wonderful Life

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

The Two Faces of Eliza Dewi

29 Maret 2013   13:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:02 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ekspresi Penggalan Batin Sang Pelukis

Lukisan. Hampir semua kalangan, bahkan usia, menyukainya. Selain sebagai media penghibur, bagi sebagian orang, lukisan bisa berarti refleksi otak. Berbagai karya lukis hampir terpajang dengan apik pada dinding di setiap rumah. Namun, tak semua orang mengerti arti sebuah lukisan.  Saya mencoba mendalami makna dari beberapa lukisan yang di buat oleh Eliza Dewi, pelukis muda berusia 14 tahun asal Palembang.

Terdapat berbagai jenis lukisan berdasarkan aliran, antara lain lukisan aliran romantisme, lukisan aliran realisme, lukisan aliran surrealisme, lukisan aliran ekspresionisme, dan lukisan aliran impresionisme.

Nah, ketika saya menelusuri sang pelukis muda yang menggelar pamerannya tersebut, Eliza Dewi, sosoknya termasuk pelukis impresif dengan jenis lukisan beraliran impresionisme, yakni mengutamakan kesan selintas dari suatu obyek yang dilukiskan. Kesan itu didapat dari bantuan sinar matahari yang merefleksi ke mata mereka. Seolah ia menyelesaikan lukisan-lukisannya dengan tergesa-gesa.

Kepada saya, ia mengungkapkan, seringnya ia melukis berdasarkan apa yang ada dalam pikirannya, kondisi yang sedang ia alami, dan kesehariannya dengan lingkungannya. “Inspirasi melukis bisa datang dari mana saja. Kadang saya mendengarkan musik terlebih dahulu, terkadang hanya spontanitas, hingga pernah menyelesaikan 2 buah lukisan dalam 1 hari. Semua judul lukisan juga saya buat dalam bahasa Inggris,’’ ujarnya.

** The Two Faces Of Eliza

Pameran tunggal yang digelar di Gedung Perjuangan Wanita pada tanggal 25-30 Maret lalu, bertemakan The Two Faces of Eliza Dewi. Maknanya, Eliza sudah berusia 14 tahun, masa peralihan dari jiwa anak-anak menjadi seorang remaja putri. Bertumbuh dalam keharmonisan hidup diapit oleh ayah, ibu,dan adik semata wayangnya.

Suasana pameran yang terbilang tenang, namun padat pengunjung. Sekitar 43 lukisan dipajang di sekat-sekat yang diterangi oleh lampu-lampu penerang diatasnya. Rata-rata lukisan yang dipajang banyak ragam ukurannya, diantaranya berukuran 60 x 80 cm, 80 x 60 cm, 60 x 90 cm, 70 x 70 cm, dan 70 x 50 cm. Warna-warna cat lukisan yang dipakai Eliza sangat beragam, bahkan warna-warna yang dipakainya cukup ekstrim, seolah ia sudah berusia jauh dari usianya sekarang.

Dalam pameran tunggal ini, yang menjadi lukisan utama adalah Two Faces of Eliza, lukisan dengan 1 wajah yang memegang topeng bertangkai. Ia melukiskan dua sisi kehidupannya sendiri, sisi fisiknya yang mulai beranjak remaja, dan sisi khayalan seninya yang terkadang masih dipengaruhi khayalan khas anak-anak.

Lukisan beraliran realisme yang Eliza buat, yakni berjudul Sweetpea, yang tak lain adalah nama anjing kesayangannya. Mata bulat anjing tersebut menjadi titik fokus lukisan yang mampu menghisap perhatian ratusan pengunjung yang hadir di pameran setiap harinya.

** Lukisan Abstrak

Khusus untuk lukisan abstrak, tak semua orang bisa menikmati. Selain karena ketidaktahuan tentang arti dari lukisan abstrak yang dibuat, banyak orang juga menginginkan lukisan yang indah yang mereka ketahui maknanya. Bahkan, menurut Eliza, sebagian penikmat lukisan hanya membeli lukisan yang ‘terjangkau’ maknanya, seperti lukisan bunga, pohon, dan unsur-unsur alamiah yang bersifat nyata.

Saya tertarik dengan beberapa lukisan abstrak Eliza Dewi, salah satunya berjudul Endless. Digambarkannya dalam lukisan yang berukuran 100 x 90 cm dengan menggunakan cat acrylic ini, jalan lurus yang seolah tak berujung dengan ranting kosong di kanan kiri jalan, serta langit yang redup. Benar-benar mengekspresikan kesan dunia fana yang dijalani manusia.

Lukisan berjudul Mad World, menggambarkan yang menggambarkan seseorang yang meratapi dunia yang sudah penuh dengan hiruk pikuk kemunafikan dan keserakahan dunia.

Yang menarik, salah satu lukisan abstraknya berjudul Untitled, lukisan 2 orang wanita, namun kepala salah satu wanita berada dibelakang sosok wanita lain. Dengan polosnya, Eliza mengaku, ketika melukis lukisan ini, dia sedang terbawa emosi karena sang Mama memarahinya. “ Lukisan ini maknanya seorang wanita yang minderan, dan selalu membandingkan dirinya dengan sosok wanita lain yang lebih sempurna dimatanya,” ucapnya polos.

Lukisan lain yang tak kalah bagus berjudul The Man Who Can’t Be Moved. Menggambarkan seorang laki-laki dalam keputusasaan. Meski terdapat sinar bulan dan lampu taman yang bermakna adanya harapan, namun tetap tidak membuatnya tergugah. Meski harga yang ditawarkan cukup fantastis, berkisar antara Rp 2-3 juta, namun tak menyurutkan keinginan kolektor lukisan untuk memiliki salah satu dari lukisan-lukisan tersebut. Terbukti, baru beberapa menit pameran dibuka, sudah ada lukisan yang ‘menghipnotis’ pengunjung sehingga dibeli langsung tanpa menawar.

[caption id="" align="alignnone" width="510" caption="Eliza Dewi bersama lukisan Two Faces of Eliza"][/caption] [caption id="" align="alignnone" width="576" caption="Untitled, Lukisan Abstrak"]

Untitled, Lukisan Abstrak
Untitled, Lukisan Abstrak
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="447" caption="Mad World, Lukisan Abstrak"]
Mad World, Lukisan Abstrak
Mad World, Lukisan Abstrak
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun