Mohon tunggu...
Rukuan Sujuda
Rukuan Sujuda Mohon Tunggu... -

Nama Lengkap Rukuan Sujuda, biasa di panggil Aan. saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Kimia Universitas Lampung angkatan 2009 dan masih aktif sebagai anggota aktif UKPM Teknokra yang bergelut dibidang jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Makanan dari Tumpukan Sampah

15 Mei 2013   11:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:33 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Panas terik siang itu, Selasa, (28/2)tak membuatseorang pemulung seperti Yani (45) menyerah. Meski keringat membanjiri wajahnya, ia terus mengayuh gancuuntuk memilah-milah sampah. Sesekali ia memasukkan plastik, kertas, kardus, beling dan logam ke dalam keranjang bambu yang ia pikul.

Truk sampah hilir mudik memasuki kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, Teluk Betung Barat. Sebuah kendaraan berwarna kuning dipenuhi sampah sayuran yang berasal dari pasar. Saat sampah ditumpahkan, Yani berlari, berebut dengan ratusan pemulung lainnya mengambil sayur-sayuran, bumbu atau apapun yang masih layak dimakan bagi mereka. Saat Yani memilah-milah, ia menemukan jeroan ayam mentah yang dibungkus plastik bening, bergegas ia mengambilnya.

Takut jeroan ayamnya busuk bila dibiarkan sampai sore, ia bergegas menepi dari tumpukan sampah seluas 14 hektar itu dan meletakkan keranjangnya di dekat gubuk yang biasanya ia gunakan untuk berteduh dan beristirahat. Sesaat ia rebahkan badan, lalu mulai membersihkan jeroan ayam yang di dapat tadi dengan air derigen yang sudah dibawanya. Setelah dirasa bersih ia masukkan jeroan ayam tersebut ke dalam kaleng, merebusnya dengan sedikit tambahan garam. “Biar pas sore sampai rumah masih segar, nggak busuk,” ungkap Ibu lima anak itu.

Selain jeroan ayam, biasanya Yani mengambil sayur-sayuran seperti kangkung, sawi, kol, bumbu masak dan tak ketinggalan cabai, bawang, serta rampai. Buah-buahan pun tak jarang ia temukan seperti jeruk, rambutan dan apel.

Memakan makanan dari hasil mengambil di tempat pembuangan sampah tak pernah membuat Yani dan keluarganya sakit. Profesi sebagai pemulung sudah ia lakoni sejak 16 tahun lalu, ia tak pernah mengeluh sakit. “Ngambilinnya yang masih bagus, kalau sudah busuk jangan dimakan,” ujar Yani sambil sibuk memilah rongsokan.

Hampir semua pemulung di Bakung mendapat makanan untuk kebutuhan pokok seperti sayur-sayuran dan buah-buahan dari tempat pembuangan ini. Mereka jarang membeli kebutuhan pokok di pasar, karena truk pengakut sampah selalu membawa makanan untuk mereka.

Hal serupa juga diungkapkan Maryam (40), ia tak pernah mengeluh sakit meski ia sering mengambil makanan di tempat pembuangan. Maryam sengaja datang ke Bakung dari kampung halamannya Way Kanan untuk bekerja sebagai pemulung, ia diajak saudaranya sejak 7 tahun lalu. Hampir setiap hari ia mendapatmakanan dari tumpukan sampah, siang itu (28/2) ia dapatkan setumpuk labu siam dan bawang merah. Bahkan ia sering mendapatkan sayuran seperti kangkung, sawi, kacang panjang dan kol.

Nggak pernah sakit perut, kalau sakit atau teler sudah lama kita berhenti nggak ngambil makanan ini lagi,” tegas ibu delapan anak itu.

Maryam menambahkan, jika ingin mengambil makanan harus dilihat terlebih dahulu, seperti roti dari supermarket apakah sudah kadaluarsa.“Pinter-pinter kita saja, cari yang masih bagus jangan milih yang busuk,” ujar Maryam menimpali.

“Dapat yang gratis kan lumayan, ya walaupun keliatannya jorok kalau orang yang gak biasa,” tambahnya.

Berbeda dengan Siti (33) yang baru bekerja dua bulan sebagai pemulung, ia tidak diperbolehkan suaminya mengambil makanan dari tempat pembuangan. Tak ada alasan ataupun komentar dari suaminya, setiap Siti pulang dan memasak makanan dari hasil memulung, suaminya tak pernah menyentuh makanan tersebut. Berulang kali hal tersebut terjadi membuat Siti malas mengambil makanan dari tumpukan sampah tersebut.

Namun, disaat kepepet Siti mau tak mau ia tetap mengambil makanan dari tempat ini. Tak jarang ia memasak dua jenis masakan yang berbeda. Sama dengan teman-teman pemulung lainnya, Siti tak merasa jijik.

Para pemulung tak hanya mengambil makanan dari tempat sampah, mereka sudah akrab dengan lalat-lalat yang tak mau kalah mengerumuni setiap makanan yang terbuka di tempat tersebut. Ratusan lalat menyerbu di mana ada makanan yang terlihat. Sering ketika mereka menyantap makan siang, ke dua tangan mereka ikut bekerja. Tangan kanan untuk makan dan tangan kiri mereka gunakan untuk menggibas-gibas lalat yang mengganggu.

Para pemulung membuka bekalnya masing-masing yang sengaja mereka bawa dari. Mereka makan bergerombol di gubuk-gubuk yang berjejer di sepanjang tepi pembuangan. Rasa lapar membuat mereka tak peduli bila harus berbagi dengan lalat-lalat hijau itu.

.................

Menurut Dewi Sri Sumardilah, Ketua Jurusan Gizi Poltekes , bila dilihat dari nilai gizinya, sudah tentu makanan yang dikonsumsi para pemulung belum memenuhi kandungan gizi yang baik. Makanan yang memenuhi nilai gizi yang baik bila makanan tersebut mencukupi makanan gizi seimbang, seperti terpenuhinya karbohidrat yang berasal dari padi, jagung ataupun gandum, proteinhewani berasal dari telur dan susu, protein nabati berasal dari kacang-kacangan, dan mineral berasal sayur-sayuran dan buah-buahan.

Dewi menambahkan, makanan yang ada di tempat pembuangan bisa dikatakan sudah tidak layak dikonsumsi. Ditinjau dari teori makanan, bila makanan tidak sesuai dengan kondisinya maka sudah tidak layak dikonsumsi. Contohnya bisa dilihat dari fisik makanan yang sudah berubah warna, bau dan rasanya maka nilai gizinya sudah menurun dan seharusnya jangan dikonsumsi.“Misal tekstur awalnya kenyal jadi lembek, warnanya berubah dari yang awalnya kuning jadi kemerah-merahan, baunya juga sudah tidak sedap,” tegas wanita 49 tahun ini.

Selain itu, mengambil buah-buahan di tempat pembuangan adalah pola makanyang salah. Buah-buahan biasanya disuntik formalin, meskipun kadarnya sedikit. Contohnya saja jeruk paling lama bertahan seminggu, lima hari pun sudah jelek, tapi kalau di supermarket bisa sampai 2 minggu. Nah jeruk dari supermarket ini lari ke tempat pembuangan dan dikonsumsi para pemulung. Akan sangat berbahaya bila terus menerus dilakukan.

Lebih berbahaya lagi bila mengambil makanan yang mengandung kadar air tinggi, seperti ikan ataupun jeroan ayam. Seharusnya makanan yang kadar airnya tinggi disimpan pada suhu di bawah 10oC, bila dalam waktu lebih dari 5 jam di biarkan dalam suhu kamar atau tempat terbuka sudah pasti ada bakteri atau mikroba yang dapat menyebabkan penyakit. “Memang secara kasat mata bersih, tapi itu sudah terkontaminasi,” tegas Dewi.

Setiap orang memiliki daya tahan tubuh yang berbeda-beda, namun bila terus mengonsumsi makanan-makanan yang sudah tidak layak biasanya daya tahan tubuh akan menurun. Efek sampingnya baru terlihat 10 sampai 20 tahun yang akan datang, seperti terkena kanker, jantung dan hipertensi. Efek samping yang langsung biasanya muntah ataupun diare.

Menurut Dwi, bila alasan para pemulung adalah kebutuhan ekonomi, tidak bisa dicegah. Ia hanya menyarankan untuk lebih teliti memilih makanan seperti jangan memakan makanan kadaluarsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun