Mohon tunggu...
Rukuan Sujuda
Rukuan Sujuda Mohon Tunggu... -

Nama Lengkap Rukuan Sujuda, biasa di panggil Aan. saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Kimia Universitas Lampung angkatan 2009 dan masih aktif sebagai anggota aktif UKPM Teknokra yang bergelut dibidang jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ku Melihat Dunia dari Sisi yang Berbeda

20 Mei 2013   16:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:17 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“ Aku mau dibawa ke mana Bu?”, tanyaku memberontak, mencoba melepaskan diri dari pegangan erat Ibuku.

“ Tenanglah nak, kau akan betah di sini. kau akan mendapatkan banyak teman di sini ”, ujar Ibu dengan tetap memegangku.

“ Tapi aku ga mau Bu, aku mau di rumah aja,” belaku dengan terus memberontak.

“ Ini demi kebaikan mu juga sayang, tenanglah Ibu akan sering menengokmu di sini”, jawab Ibu tenang, membuatku sedikit lebih lega.

Kalimat ini masih terngiang dalam benakku. Awal aku tinggal bersama orang-orang yang senasib dengan ku. Perih rasanya, kenapa kami dibedakan, kenapa kami dipisahkan dengan orang yang kami sayangi, kenapa kami seperti ini, kenapa kami tak bisa melihat indahnya dunia, kenapa? Kenapa? Pertanyaan itu terus terngiang, berputar-putar dalam otakku. Kubaringkan tubuh kurusku di tempat tidur, aku mulai lelah berperang dengan pikiranku sendiri, lamat-lamat aku mulai terkantuk dan akhirnya aku pun terlelap tidur.

***

Namaku Aninda Syakila Harahab, Anin panggilan akrabku. Aku si bungsu dari tiga bersaudara. Ayahku, Rio Harahap, bekerja di perusahan swasta yang lumayan terkemuka di Lampung sebagai wakil direktur, sedangkan Ibuku, faradila Anisa sebagai tenaga pengajar di SMA N 9 Bandar Lampung yang merupakan sekolah favorit. Kedua kakakku pun tak mau kalah, kakak pertamaku, Luis Harahap menjadi dokter gigi di Jakarta, sedangkan kakak ke duaku, Jordi Harahap sedang melanjutkan studinya di ITB, Bandung. Hanya aku, lagi lagi hanya aku yang berbeda dengan mereka, aku hanya terkungkung dalam kesendirian, aku hanya ditemani gelapnya dunia, aku hanya ditemani mimpi-mimpi indah yang pernah ku lukis sebelum semuanya gelap seperti saat ini.

***

“ Allohu akbar Allohu Akbaaaarrr....” kumandang azan subuh membangunkanku. Ku coba duduk, meraba raba kasur mencari ikat rambut. Ku berjalan keluar, tapi...

“ Brrrruuukkkk...!!”, aku terjatuh menabrak tembok.

“ Hati-hati Anin, pelan aja jalannya, ga usah buru-buru, kamu belum terbiasa. Perlu ku bantu? ”, ujar Riska, teman sekamarku mengingatkan. Ia lebih lama tinggal di asrama tuna netra UPT Dinas Sosial Provinsi lampung, Kemiling Bandarlampung ketimbang aku.

“ Tak usah..!”, jawabku ketus. Aku mencoba bangkit, sempoyongan ku berjalan keluar. Aku masih belum ikhlas, mengapa Ibu tega membawaku ke tempat ini, aku belum ikhlas kalau harus terpisah dengan keluarga, aku belum ikhlas kalau harus tinggal bersama mereka yang sama-sama tak bisa melihat, dan aku belum ikhlas kalau aku tak bisa melihat lagi.

“ Brreeekkk...”, kaki ku masuk selokan lagi. Aku terjatuh lagi, aku lelah. Frustasi dengan apa yang kulakukan, aku mulai menangis, menjerit histeris.

“ Tenang Anin, jangan menangis, sekarang aku ada di sini,” ujar Riska mencoba menenangkanku. “Ayo kubantu mengambil air wudhu, kita sholat berjamaah”. Aku hanya terdiam menuruti ajakannya.

Hampir satu bulan aku di sini, namun aku tetap belum bisa beradaptasi dengan mereka. Aku masih menutup diri untuk mereka, aku masih sibuk dengan kegalauan diriku. Aku masih mengutuk diriku,kenapa aku buta? Kenapa malam itu aku pergi dan akhirnya kecelakaan itu tak bisa dihindari, mataku tak bisa melihat, satu kakiku harus diamputasi, penyesalan itu terus menghantuiku.

***

Pagi ini setelah sarapan, seperti biasa aku berangkat sekolah, sekolahku masih dalam lingkungan asrama. Aku satu kelas dengan Riska, itu sebabnya Riska ditugaskan menemaniku dan membantuku dalam segala hal, mengenalkan seluk beluk asrama, belajar membaca dan sebagainya. Belajar membaca huruf-huruf braille lumayan menguras otakku, karena sejatinya aku pernah bisa membaca dengan normal.

Pak Nurdin memasuki kelas kami pagi ini. Hari ini ia tak mengajarkan pelajaran, ia ingin berkisah tentang seorang gadis berusia 12 tahun yang dulunya hidup penuh dengan kebahagiaan hingga musibah menimpanya, membuat gadis kecil itu menyalahkan takdir yang digariskan Tuhan. Aku tersentak kaget, aku merasa gadis kecil itu aku, “adakah orang lain yang bernasib sama sepertiku?,” batinku.

Pak Nurdin mulai berkisah, Dulu gadis kecil itu hidup bahagia, namun kecelakaan mobil membuat ke dua kakinya harus diamputasi. Setelah ia tersadar, ia menangis histeris, ia mulai menyalahkan takdir, hingga setahun berlalu ia hidup hanya dengan mengurung diri di rumah, kewajiban beribadah ia lalaikan.

Ia merasa musibah berat ini hanya menimpa dirinya, hingga suatu hari ia melihat dari balik jendela seorang anak kecil buta dan tak punya kaki berjuang hidup di jalanan. Anak itu berjuang menjajakan barang asongan, hilir mudik di sekitaran jalan raya. Tak hentinya gadis kecil itu memperhatikan aktivitas si anak kecil tadi, hingga ia sadar ternyata ada orang yang lebih menderita dari dirinya, ia masih punya keluarga yang menyayanginya, teman-teman yang masih peduli dengannya, bisa makan sesuka hatinya, sedangkan anak kecil itu untuk makan ia harus mencari sendiri, ia bisa berbagi keluh kesah dengan orang tua tapi anak kecil itu? dengan siapa ia berbagi keluh kesah. Perang batin gadis kecil itu membuat ia tersadar, selama ini ia telah banyak menyia-nyiakan waktu yang seharusnya bisa ia gunakan untuk berkarya. Dan akhirnya sekarang ia sukses menjadi penulis hebat, salah satu karya best sellernya adalah “Aku Melihat Dunia dari Sisi yang Berbeda”.

“ Kalian pasti tahu kan, siapa penulis itu?”, pertanyaan Pak Nurdin membangunkan lamunanku.

“ Ya Pak, saya tahu. Amanda Situmorang,” terdengar suara Riska menjawab mantap.

“ Bagus sekali Riska,” jawab Pak Nurdin membenarkan.

“ Jangan pernah salahkan takdir atas kejadian yang kita alami, karena segala sesuatu yang digariskan ada sebongkah keindahan di dalamnya. Lihatlah dunia dari sisi yang berbeda anakku!”, pesan terakhir Pak Nurdin kepada kami menutup kisah pagi itu.

Aku terdiam mendengarnya, seolah Pak Nurdin tahu apa yang bergejolak dalam hatiku selama ini. Aku termenung, “ selama ini aku salah telah menyalahkan takdir dari Mu ya Alloh, aku berfikir engkau tak adil hingga aku jauh dari Mu, maafkan aku ya Alloh, maafkan aku...., Astagfirulloh..,” batinku.

“ Ya kan Anin.? Kita harus melihat dunia dari sisi yang berbeda?, ” terdengar bisikan Pak Nurdin di telingaku membuat lamunanku buyar.

“ Ya Pak..,” jawabku gugup.

Mulai hari itu aku bertekad untuk tidak menyalahkan takdir yang telah Alloh goreskan untukku. Aku lebih bersemangat untuk mengenal teman-teman tunanetra lainnya. Riska pun lebih bersemangat mengajarkanku membaca dan menulis, tak butuh waktu lama aku sudah mulai bisa membaca Al-quran Braille, aku sudah mulai paham seluk beluk asrama, di mana kamar mandi, ruang makan, mushola, dan tempat lainnya hingga aku tak pernah terjatuh lagi. Akupun bertekad akan mulai berkarya, melihat dunia dari sisiku, dari sisi seorang tunanetra berkaki satu. Aku mulai memainkan imajinasiku untuk membuat puisi dan karya sastra lainnya, aku ingin dikenal dan dikenang lewat tulisan.

Saat ini aku mengerti kenapa dulu Ibu memaksaku ke tempat ini, memaksaku untuk tinggal di sini. Agar aku tak larut dalam keputusasaan dan terus menyalahkan takdir, Ibu ingin aku terus berkarya dan melihat dunia dari sisi yang berbeda.

Bandarlampung, 30 Desember 2012

12.30 WIB, di sekret syaidatul Fitria

Teknokra Unila

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun