Mohon tunggu...
Heri Rukmana
Heri Rukmana Mohon Tunggu... profesional -

Front man @PIkuningan / BSM (Berkah Sinar Mandiri) Cikijing PS | PI Rebellion \r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Indah untuk Dikenang Walau (Sepertinya) Takkan Pernah Kembali (Mungkin)

3 Juli 2013   22:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:02 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

selamat malam
itu kata yang ku ucapkan padamu saat menatap rembulan kemarin
engkau pernah berucap kesukaanmu
duduk diatas gedung melihat cahaya rembulan dan bintang-bintang
saat itu...
cuma diam dan membisu
mungkin cuma malu
dan juga rasa ragu,walau hati masih memendam,
dan entah mampu untuk mengungkapkan
dan lalu terdiam
karena memang dia tak butuh jawaban

apakah begitu berat
bila sebuah rasa telah terpahat
lalu sebuah wajah terus teringat
dan bayangan indah yang terus terlihat

bolehkah aku bicara
dari seorang laki-laki yang terlalu biasa
kepada seseorang yang begitu istimewa
walau mungkin di hatinya tak ada rasa yang sama

ijinkan aku bicara dengan lantang
tentang rasa yang kau anggap usang
sesuatu yang ada namun terasa hilang
yang hadir ketika engkau pertama kali ku pandang

aku akan tetap berjalan..
meski cahaya remang yang menemani sepi
aku sendiri, dan jalan ini akan tetap kulalui
walau engkau tak mengerti, aku tak perduli
walau semua meninggalkan makna
dan di hati masih tertulis nama

karena semua memang harus di nanti
dan terganti apabila telah terakhiri
sebuah cerita tentang sesuatu yang di anggap mati

bukan seseorang yang pantas di kenang
walau bayangan masih terngiang
wajah indah bak purnama
yang kini telah tertutup dengan gerhana

dan aku masih bermimpi tentang pelangi
walau mungkin indahnya tak sama lagi
mengapa harus pergi.
meninggalkan jejak, yang entah sampai kapan harus ku ikuti
apakah engkau cukup indah, hingga harus ku nanti
seolah waktu terhenti dan tiada arti

Mungkin aku hanya bisa menjadi mentari
yang bisa memandangmu tapi tak bisa memiliki
menyapamu dengan pagi, lalu berlalu ketika sore menghampiri
engkau hanya diam... seolah tak mengerti
dan engkau tetap bidadari...dan sebuah hati pernah ku beri
walau tak pernah kembali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun