Tidak sekali saya menjumpai tulisan, tindakan dan postingan di beberapa diskusi / forum yang dilakukn oleh oknum santri (saya katakan oknum karena memang tidak semua santri melakukannya) yang terkesan meremehakn saudara muslimnya yang lain ketika berbicara tentang islam, dakwah, syariah dsb.
Kira-kira bentuk meremehkannya itu dengan redaksi seperti ini: Ngaji dulu le yang bener!, wes tamat 'kitab ini kitab itu' blum?!, belajarnya kok sama kiyai google, merujuknya kok sama ustadz internet, referensinya kok cuma dari blogger, dan ucapan-ucapan sejenis lainnya.
Sampai disini saya ingin menyampaikan bahwa iya benar, memang 100% benar bahwa ilmu syariat, ilmu agama itu salah kalau diperoleh dari sumber yang tidak valid, diambil dengan metode sembarangan tanpa 'talaqi' dsb. Namun apa bisa 'njenengan' pastikan mereka mengambil itu semua dari internet? Bisa 'njenengan' pastikan mereka tidak memiliki guru di dunia nyata dan hanya mengandalkan dunia maya? Dan apa 'njenengan' bisa pastikan dia tidak pernah tallaqi atau minimal berusaha tallaqi pada guru di beberapa disiplin ilmu agama? Jika bisa dipastikan pun tetap tidak layak kita mencela mereka...
Saudaraku yang sudah nyantri bertahun-tahun, seharusnya adab kita ketika melihat orang-orang yang memiliki ghiroh islam yang kuat adalah bukan menjatuhkan mentalnya, dengan serangan pernyataan berbau sinis lagi rasis, seolah 'njenengan' lah satu-satunya yang berhak menyampaikan tentang islam. Justru harus di dukung, jika mereka menyampaikan yang salah maka luruskan, karena 'panjenengan' yang punya banyak ilmu saat nyantri wajib untuk melurusknnya.
Saya khawatir bahwa 'njenengan' yang melontarkan suara-suara sumbang itu terkena fitnah ilmu, merasa sudah banyak ilmu lalu enggan menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar, merasa sudah lama nyantri namun enggan untuk berbagi, dan naudzubillah merasa 'wah' dan tidak mau untuk dinasehati.
Maka saya, jika dihadapkan pada dua orang seperti itu, oknum santri dan orang awam namun punya ghiroh islam, lebih memilih yang kedua. Kenapa? Dia memiliki 'qolbun salim' hati yang selamat, condong kepada islam dsb, jika dia salah maka mudah untuk diarahkan. Dan saya bersyukur dipertemukan dengan mereka-mereka yang punya semangat islam yang tinggi, walau dimasa lalu belum pernah nyantri, karena saya melihat betapa ikhlasnya mereka mengejar ketertinggalan dimasa kecil gara-gara 'tidak nyantri'. lebih-lebih disisi lain kalau saya melihat 'oknum santri' itu senggol sana senggol sini, gonceng sana gonceng sini, bahkan pacar sana pacar sini dengan wanita yang bukan muhrimnya...
Saya pun memohon ampun kepada Allah swt, agar dijauhkan dari fitnah ilmu, mereasa benar sendiri, merasa lebih dari muslim lain, dan berbagai penyakit hati lainnya.
Allahumagfirlana...wa li ikhwani allazina sabaqunaa bil iiman.. wa la taj'al fi qulubina ghil al lazina aamanu... rabbana innaka raauufurrahiim...
Referensi:
Berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H