Pemilihan calon kepala daerah selalu tidak bisa dijauhkan dari nilai elektabilitas calon yang maju dalam pemilihan kepala Daerah. Meskipun hasil survei tersebut tidak memiliki pengaruh banyak terhadap hasil akhir, namun perlu diingat bahwa hasil survei ini hanya sebagai gambaran umum saja mengenai peta pemilih. Cagub Jakarta memerlukan data elektabilitas untuk menentukan strategi kampanye yang paling tepat untuk meraih suara terbanyak. Peta pemilihan ini harus disikapi oleh pasangan calon agar memperoleh hasil terbaik dalam pemilihan.
Jika seorang cabgub Jakarta ingin memenangkan posisinya sebagai orang nomor satu di Jakarta haruas sangat memperhatikan data ini untuk memikirkan strategi kemenangan dan juga sasaran program kerjanya. Hasil survei nilai elektabilitas pasangan calon sesungguhnya bukan gambaran bagaimana hasil akhir pemilu nantinya. Sebab hasil survei tersebut dilakukan dengan segelintir responden yang dipilih secara acak. Hasil survei LSI menyebutkan nilai elektabilitas Ahok turun menjadi 24,6% meskipun nilainya turun namun tidak menurunkan posisinya.
Survei nilai elektabilitas cagub Jakarta ini dipengaruhi banyak faktor. Namun nilai tersebut belum bisa menentukan bahwa pasangan pertahana kemungkinan menangnya semakin tipis. Masih ada swing voter yang belum menentukan sikapnya yang jumlahnya relatif banyak. Para calon gubernur harus bekerja keras untuk meyakinkan swing voter tersebut. Sehingga swing voter yang jumlahnya cukup banyak ini cukup menjadi penentu kemenangan pasangan calon.
