Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Penyayang Dan Maha Pengasih
Selasa, 21 oktober 2014
Bandung
Oleh : Ruhiyat Syariati
Pada pagi hari yang tak seperti biasanya, matahari mulai menunjukan sinarnya namun kehangatannya tak ku rasakan.Dinginnya udara di luar yang masuk melalui jendela kamar membuatku terdiam di pojokkan kamar karna kedinginan yang begitu menusuk tulang dan mebuat hati ini gelisah. Apa yang kurasakan di pagi hari ini ?kebimbangan yang menyelimutiku dan ketakutan hati yang tanpa alas an. Entah apa ini kunamakan ? aku mulai kebingungan didalam kamar, dengan hati gelisah dan badan yang merintih karna rasa sakit yang tak jelas dari mana datanganya. Oh Tuhan apa yang Kau percikan dalam kasihMu kepada tubuh dan ruh ini ?.
Dalam badan yang ringkik kedinginan, sukma yang hilang arah, juga batin yang terkoyak oleh kebimbangan.Aku mencoba menalaah kembali tentanga manusia, menurut akal ini yang jauh dari kata sempurna aku mencoba mendefinisikan manusia. Menurutku manusia adalah hakikat yang dihasilkan melalui nafas Illahi di duni lain, dan tidak sepenuhnya identic dengan benda – benda di dunia ini. Ia memiliki perasaan tidak dikenal dan terasing dengan makhluk lain disinih, karena mereka semuanya dapat berubah dan binasa dan tidak layak mendapatkan cinta. Akan tetapi, manusia memiliki kecemasan yang terus – menerus dan ini adalah sesuatu yang menariknya menuju kebaktian kepada dan penyembahan terhadap Allah, mendekatkan diri kepadaNya, dan bersatu denganNya, sebagai asal usulNya.
Disinih aku mulai menyadari kenapa raga, hati, jiwa, ruh dan pikiran ini menjadi gersang, gelisah, cemas, bimbang dan kehilangan tujuannya. Karena apayang kupahami tentang manusia aku melupakan unsur – unsur dari diriku sendiri, aku terjebak didalam keindahan dan kegiatan – kegiatan di alam materi sehingga ruhaniku tercerai berai dalam setiap nafasku karena aku sudah tak mengingatNya. Ya Tuhan ampuni kehilafan ini, teguranMu ini membuat diriku sadar akan ketidak patuhan terhadapMu. Aku melupakan asal – usulku, aku menjauhi tiraiMu dan aku terbuai dalam kebodohanku.
Aku selalu menafikan doa dalam setiap gerakku, aku menyadari bahwa doa adalah hal yang paling prinsipil yang harus diucapkan untuk memulai segalanya agar bersenyawa denganMu. Namun aku lupa karna keangkuhanku dan aku terjebak dalam egoku. Aku teringat mengenai definisidoa yang terlantun dalam lisan Imam Ali, beliau berkata “doa adalah suatu tujuan dalam dirinya sendiri dan tidak selalu sarana untuk menerima jawaban atau pengabulan positif”. Inilah sering kulupakan dalam gerakku hilang keindahanMu, dalam nafasku hilanglah kasihMu, dan dalam diamku hilanglah cintaMu karena aku sering menegasikan doa dalam setiap gerakku.
Begitu terkoyaknya raga dan ruh ini ketika alunan doa tidak terlantun dalam setiap apa yang akanku perbuat. Hilang kesadaranku karena aku menganggap tidak terlalu penting sebuah doa, makna yang hilang dari sebuah doa karena kegoanku, hingga raga dan tubuh ini harus terpincang – pincang dalam penyatuannya. Penderitaan mulai merangsak menyelimuti semua wujud fisik dan rohaniku.Disinih aku berpikir mengapa muncul sebuah penderitaan?Apa pentingnya sebuah penderitaan? Apakah ini kebencianMu terhadapku? Wahai Sang Maha Khudus dirita apa yang ku alami?
Aku mencoba menelaah kembali tentang hakikat manusia, dari beberapa literature buku yang aku baca aku mendapatkan dua definisi hakikat manusia menurut pandangan kaum spiritualis dan matrealis.Menurut kaum spritualis, manusia adalah suatu realitas yang tersusun dari tubuh dan ruh.Sedangakan dalam pandangan kaum matrealis, manusia hanyalah mesin tubuh yang dihancurkan dengan kematian, dan pemisahannya berarti pecahnya kepribadiannya.Dari yang aku pahami baik spiritual dan matrealis keduanya memiliki elemen – elemen tertentu yang bisa disebut intelektual, yang memberi nilai dan kepribadian kepada seorang manusia. Dalam hisapan sebatang rokok aku mulai intropeksi diri dan flash back terhadap apa yang telah aku lakukan, keperibadianku terbentuk karena kesombongan dan egoku, aku disinih mulai merasakan kepedihan hati karna penyayatan diriku terhadap Sang pencipta. Betapa angkuhnya diri ini yang terbentuk dari air mani yang najis, betapa sombongnya dirin ini yang terdapat lempung tanah paling kotor, sementara keindahanku sudah mulai tertutupi oleh pekatnya kekotoran yang mendominsai diri ini.
Aku teringat dalam renunganku kepada syair Sa’di yang berlantunkan kata yang begitu mesra :
Tubuh manusia dimulikan oleh jiwanya
Busana yang elok bukanlah satu tanda kemanusiaan
Sekiranya manusia dikenal melalui mata. Hidung, mulut dan telinganya lantas, apa bedanya antara lukisan diatas tembok dan manusia
Aku mulai menyadari hanyalah eksistensi diri yang kuharapkan, betapa hinanya diriku ini, didepan cermin aku mentap wujud hewaniku hingga matakupun meneteskan airnya karena melihat binatang yang tampak mendominasi unsur dari wujud ini.Betapa malangnya hidupku ini karna ulahku sendiri dan kesadaranku yang mulai terkelupas oleh kesombongan dan ke-egoanku.Aku berpikir alngkah mudahnya menjadi seorang ulama atau mubalig (pemateri), tetapi alangkah sulitnya menjadi manusia.Mengapa aku berkata seperti itu?Sebab, menjadi manusia menuntut sedemikian banyak kualitas yang tergantung pada kepribadian dan nilainya.
Disinih aku mulai mengetahui dan memaknai arti dari sebuah pendiritaan, menurutku penderitaan adalah sumber ketidaknyamanan, tetapi pada saat yang sama ia memberikan suatu kesadaran dan keterjagaan untuk mencari penyebabnya. Dalam hal ini, penderitaan menjadi suatu berkah sekalipun itu menimbulkan sejumlah kerugian. Lagi – lagi sebuah syair dari Maulawi Rumi menghantarkanku kepada perunungan akan diriku ini :
Keluhan dan rintihan yang ada dalam kondisi sakit memunculkan keterjagaan pada saaat itu.
Ketika jatuh sakit, engakau merasa harus bertaubat dari kesalahn dan suatu dosa yang akan tampak buruk dalam pandanganmu.
Lalu, kau putuskan untuk mengikuti jalan yang benar dan berjanji untuk mematuhi jalan tersebut untuk seterusnya.
Setiap penderitaan bagiku adalah sebuah anugrah terbesar yang Engkau (Allah) tujukan kepadaku, atas penderitaan kegelisahan hati, keresahan batin, kecemasan pikiran dan kerapuhan fisik membuatku tersandar bahwa aku harus kembali pada wujud insanMu.Semakin berat rasa sakit, semakin besar keterjagaan.Semakin besar keterjagaan, semakin pucat rona wajahnya. Orang yang mencapai level kemanusiaan dan memahami arti penting sensitivitas dan derita, tidak pernah berkata bahwa intelek dan kebijaksanaan adalah musuh – musuhnya. Aku teringat akan sebuah sabda Nabi yang berbunyi “sahabat sejati manusia adalah inteleknya dan musuh sebenarnya adalah kebodohannya”. Disinih air mataku mulai tak terbendung lagi, aku menangis dan merintih karna aku menyesal telah keluar sebagai umatnya secara tidak langsung dikarenakan aku mengabaikan sabda dari bagindaku dan aku telah mendustai nikmat sang penciptaKu !!dalam bibir yang bergetar karna rasa pedih didalam hati aku berucap “suatu penyakit yang tiba – tiba dan tanpa rasa sakit adalah penyakit yang paling berbahaya”. Bersimpuh dan bersujud aku dihadapanMu wahai sang keaksih yang absoluth.
Merintih Dalam Keindahan
Aku terlalap dalam ketidaksadaran, aku berjalan dalam kebimbangan
Aku berpikir dalam ketidaktahuan, dan aku bergerak dalam rasa kantukku
Aku berjalan dalam kepapaan, dan aku berlari dalam kekosongan
Aku berbicara dalam tabir kedustaan, dan aku bersenandung dalam kesombongan
Aku merangakak untuk bisa mencapaiNya
Aku bersimpuh untuk bisa melihatNya
Namun rangakakanku terbias dalam ketidak mampuan
Mataku yang terjaga tak mampu untuk melihatNya
Aku merintih namun sesak yang kurasakan
Aku menangis namun kekosangan yang menghampiri
Wujuduku berada dalam ketidak wujudan, sementara wujudMu berada dalam wujudku
Kehinaanku membiaskan keindahanMu, Ke – egoaku manjadi tabir untuk MelihatMu
Kesombonganku menjadi sekat untuk menyatu denganMu
Eksistensiku menjadi jurang untuk memelukMu
Kebodohanku menghijab diri ini untuk mencium wangi dari tubuhMu
Dalam Takbirku aku mencoba untuk MenghadirkanMu
Dalam sujudku aku mencoba untuk MencubuiMu
Dalam rukukku aku mencoba untuk menggapai KasihMu
Dalam tahiatku aku mencoba untuk menggapai CahayaMu
Dalam doaku aku mencoba untuk bersenyawa DenganMu
Wahai Engakau yang Maha Elok, sumber dari keindahan
Ratapanku semoga menjadi awal gerbang dari pertemuan Kita
Air mata ini semoga menjadi awal dari perbincangan Kita
Dzikir ini semoga menjadi awal dari pertautan Kita
Hanya karna cintaMu aku meujuwud
Atas kasihMu duhai engkau Rinduku aku menjalankan nalarku
Kalimat yang terlantun untukMu semoga menjadi awal dari kesadaran ini
Kata yang terangkai untukMu semoga menjadi awal dari kesederhanaan ini
Duhai Engakau yang selalu aku rindukan dan aku cintai
Duhai Engkau sumber kearifan, sumber keMaha Khudusan
Duhai Engkau kekasih yang paling mengerti tanpa aku harus bicara
Tuntunlah aku dalam proses menuju wahdatul wujudMu.
Aku khawatir jika harus kembali ke alam selanjutnya, merasakan penderitaan, perpisahan, dan merindukan satu persatuan kembali dengan Tuhan. Karena rinduku akan kandas, mengapa demikian? Ibadahpun aku jarang, membaca dan menghafal Text Sucinya (Al-Qur’an) apalagi !apakah Dia (Tuhan) mau mempersatukanku dengannya? Pesimis aku terhadap tingkah laku-ku, namun dalam diamku aku selalu bergerak di bidang social namun terasa hambar sudah ku jelaskan mengapa demikian dalam tulisanku diatas.Aku hanya bisa berharap dalam frekuensi yang sangat jauh dengannya semoaga Dia (Tuhan) mau menyatu dengan manusia hina sepertiku.Dari sinih aku enggan sekali untuk beranjak dari tempat tidur dan mata juga tangan ini hanya tertuju pada laptop namun aku mulai bangkit dari tempat tidurku untuk menyeduh satu gelas kopi sambari menemaniku untuk menyelesaikan tulisan ini.Dalam kenikmatan kopi yang sudah ku buat, aku duduk sambil meminum kopi dan menyalakan satu batang rokok kembali.Disanah aku mulai teringat dan aku ingin mati seperti sahabat – sahabat Rasul dan juga Imam Ali as dalam kehidupannya mereka bergaul dengan sesama manusia, mereka berinteraksi dan mereka bersenda gurau dalam isi bukan dalam kekosongan sepertiku. Rasul Muhammad saw dan Imam Ali as mereka bergaul dengan manusia tetapi roh mereka terbang meninggi, ketika mereka ada disinih, mereka juga serentak berada dialam berikutnya (akhirat) menembus derita – derita dan penyatuan – penyatuan kaum mistik dan orang – orang taat yang dimiliki Ali as. Aku tersentak dalam lamunanku, dan aku bertanya bisakah aku seperti Ali as yang didik oleh Nabi Muhammad sedemikian rupa hingga bisa mewujud sebagai insan. Aku mulai terdiam dan meratapi dosa – dosaku yang telah ku perbuat, aku bangkit dari tempat duduku untuk mengambil sebuah buku dan mengkaji doa kumail Imam Ali dan aku berharap semoga kesadaranku ini membawaku kepada prilaku yang lebih baik. Dalam doa kumail Imam Ali aku menemukan sebuah kalimat yang cocok untuk aku berkaca dalam doanya :
Allahummaghfir liyadzdzunnuballati tahbisusd – du’a
Allahhummaghfir liyadzdzunnuballati tunjilul bala
Ya Allah ampunilah dosa – dosaku yang menghalangi doa. Ya Allah, ampunilah dosa – dosaku yang menurunkan bencana.
Aku mulai mengelahkan nafas panjang dan aku mersakan tubuhku seperti mengecil dan menjadi kerdil sekali dalam ruang kamar yang ala kadarnya. Semakin menyayat hati settelah aku ingat kembali perbuatanku yang merugikan diriku sendiri dan juga orang lain, menjadi manusia persiapan sepertiku begitu kerdil dan hinanya aku dihadapan penciptaKu.
Aku selalu menyombongkan diri dengan kekuatanku dan ilmu yang telah aku dapat, inilah factor penyebab jasad dan ruhku menjadi tercrai berai dalam penyatuannya. Aku membuka kembali buku dialog antara Rasul saw dengan Imam Ali as, dalam percakapannya Rasul bertanya kepada Imam ali “berapa banyak kekuatan yang akan kau tunjukan dalam kesyahidan?” Imam Ali menjawab “tolong, jangan bicara tentang kekuatan; sebaliknya, tanyalah kepadaku tentang bagaimana aku mensyukurinya”. Tololnya diriku ini, sekelas Imam Alipun dia tidak pernah sombong namun mengapa aku yang kerdil dan so jagoan ini bisa menyeombongkandiri, aku berpikir jawab hatiku karna kau tidak pernah menjadi orang yang bersyukur. Betapa malangnya hidupku ini Ya Rabbi, aku malu mengapa engkau ciptakan manusia sepertiku, manusia yang tak tau diri !!
Manusia adalah makhluk yang tidak bisa mencintai sesuatu yang terbatas dan dapat musnah.Ia mendambakan kesempurnaan mutlak dan tidak mencintai sesuatu yang lain. Itu dimaknai sebagai cinta kepada Allah. Ya Kasih jangan kau tutup pintu CintaMu kepadaku karena kelakuan konyol yang selalu aku lakukan, aku takut jikalau aku hidup tanpa CintaMu bagaikan sesorang yang sedang tersesat di padang pasir, semua yang dia lihat dalam kesesatan dan kerisaunnya hanyalah fatamorgana. Bahkan, mereka yang mengingkari Tuhan atau bahakan mengolok – ngolokNya tidak menginsafi bahwa didalam kejelekan watak mereka, sesungguhnya mereka mencintai Tuhan, tetapi mereka kehilangan caranya dan kecintaan terhadap mereka.Aku mohon padaMu tolong jangan tutup caraku untuk mencintaiMu dan juga untuk mencintai diriku sendiri.
Tak terasa dalam perenunganku waktupun seakan bergerak lebih cepat dari biasanya, aku merasakan detak jam dinding yang begitu nyaring bunyinya sangat menyakitkan telinga ini, namun bagiku tak masalah jika waktu untuk hari ini sangatlah cepat untuk berlalu asalkan rasa kesadaran yang telah aku dapat dalam perenunganku dan rasa cinta yang timbul dari kepedihanku, janganlah hilang dalam hitungan waktu. Aku mengetahui bahwa para nabi diutus untuk menghilangkan tabir – tabir palsu dan memampukan manusia untuk menemukan kekasih dan kecintaan mereka melalui kecintaan kepada ibadah, seperti yang aku lihat dalam diri Imam Ali. Aku melihat beliau sang Imam dalam najhlul balaghah sebuah text yang aku punya, dan sering aku baca. Ya Ali jadilah panduan hidupku untuk menuju Rasulku Muhammad dan Menuju KekasihKu Allah swt.Dalam gumamku hanya itu yang bisa aku ucap, dalam tangisku hanya itu yang aku inginkan dan dalam kesendiranku hanya Engkau yang aku harapkan.
Satu pesan yang akan kutulis dari tulisan yang sederhana ini, Imam Shadiq as berkata “syafaatku tidak berlaku kepada mereka yang mengenteng – ngentengkan shalat”. Selain aku pribadi mempunyai dosa individu ada juga dosa social yang aku emban, dalam penutupan tulisanku ini aku hanya bisa menuliskan sebuah doa “Ya,Allah Engkaulah sahabat teragung bagi para kekasih-Mu dari pada sahabat manapun. Engkau lebih siap dari pada siapapun untuk membantu mereka yang mempercayai-Mu.Engakau memperhatikan pikiran – pikiran terdalam dalam rahasia – rahasia sahabat – sahabat dan para pencinta-Mu, sangat mengetahui pandangan dan pengetahuan mereka, serta menegtahui bahwa detak jantung – jantung mereka dan kerinduan mereka kepada-Mu”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H