BANDUNG, 13 – 01 – 2015.
OLEH : RUHIYAT SYARIATI
Eksistensi teraktualisasi dengan dirinya sendiri dan di peroleh dengan esensinya. Dia – lah – asal – usul dan hakikat dalam segala maujud. Dan yang selain – Nya adalah keadaan dan sudut pandangnya. Dialah Zat dan selain-Nya adalah nama – nama, manifestasi-Nya. Dia – lah Cahaya (nur) dan selain-Nya adalah bayangan dan biasnya.
Allah adalah cahaya langit dan bumi (Al – Qur’an [24] : 35). Demikian tegas Al – Qur’an dalam ayat cahaya, dan Kitab Suci ini berkali – kali menekankan bahwa Tuhan membawa manusia dari kegelapan menuju Cahaya, min az – zulumati ila an-nur.
Cahaya memainkan peran utama dalam tradisi semua agama dan konsep cahaya yang dengan sendirinya merupakan fakta yang sangat jelas diterima oleh mata lemah manusia memiliki dukungan Qur’ani yang jelas.
Tanpa cahaya yang ada hanyalah ketiadaan warna yang tak bisa di gambarkan. Hitam adalah warna dari pantulan cahaya sedangkan warna apakah yang tidak memiliki cahaya?. Sangat menarik bila dikatakan Al – Qur’an adalah cahaya, akal adalah mata dan agama adalah jalan. Tanpa cahaya yang nampak hanyalah ketiadaan.
Menariknya Nabi penutup akhir zaman Muhammad saw sangat menyukai cahaya, sampai salah satu do’a beliau adalah do’a untuk memperoleh cahaya :
Ya Allah, tetapkanlah cahaya pada hatiku
Cahaya pada makamku dan cahaya di hadapanku
Dan cahaya dibelakangku
Cahaya di sebelah kananku dan cahaya di sebelah kiriku
Cahaya diatasku dan cahaya di bawahku
Cahaya pada pengelihatanku dan cahaya pada pendengaranku
Cahaya pada wajahku dan cahaya pada dagingku
Cahaya pada darahku dan cahaya pada tulang punggungku
Tambahkanlah kepadaku cahaya dan berikan kepadaku cahaya
Dan tunjukan kepadaku cahaya dan berikan kepadaku lebih banyak cahaya.
Berikan kepadaku lebih banyak cahaya !
Cahaya merupakan ayat Tuhan yang mentransformasikan tenebrae duniawi. Inilah apa yang disebut hikmah al – isyraqi, filsafat Ilmunisasi (panacaran) oleh Syihabuddin as-Suhrawardi. Eksistensi adalah cahaya dan cahaya ini sampai pada wujud manusia melalui bentangan tak terhitung wujud maliki (kemalaikatan). Kewajiban manusia adalah kembali Kepada Arah Cahaya, dan takdir masa depannya akan di tentukan oleh tingkat iluminasi (keterpancaran) yang ia capai selama ia hidup.
Guru Sufi mengelaborasikan teori perkembangan jiwa manusia sehingga seorang individu, selama persiapan astetiknya akan berkembang menjadi manusia cahaya sejati yang hatinya merupakan cermin tanpa noda untuk merekfleksikan cahaya Ilahiyah dan memancarkannya kepada orang lain. Kecepatan cahaya merupakan ukuran absoluth dunia kita.
Peran matahari sebagai symbol bagi pancaran Tuhan dan Nabi adalah jelas. Muhammad saw bersabda akulah matahari dan para sahabatku seperti bintang – bintang pembingbing bagi mereka yang akan hidup setelah matahari tenggelam.
Sebagai symbol Tuhan, matahari memanifestasikan keagungan sekaligus keindahan. Ia menyinari dunia dan membuat buah – buahan masak, namun ketika semakin dekat ia akan menghancurkan segala sesuatu dengan apinya, sebab sebagaimana Rumi nyatakan, ketika memperingatkan muridnya agar menghindari ‘matahari telanjang’.
Keritik dan saran bisa lewat twitter @uhay_01
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H