Untuk melindungi peninggalan dari Raja Purnawarman yang tak ternilai harganya, maka pada tahun 1981 batu seberat 8 ton serta ukuran 200 cmx50 cm, Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI memindahkan lokasinya dan dipayungi oleh pendopo.
Batu berharga, atau prasasti Ciaruteun itu ditemukan untuk pertama kalinya pada tahun 1863 di masa pemerintahan Hindia-Belanda. Lantas pada tahun itu juga batu purbakala dengan aksara purba dan ukiran telapak kaki itu dilaporkan ke Batavia.
Lokasi dimana ditemukannya prasasti itu adalah berupa pasir (bahasa Sunda, yang artinya bukit) yang diapit oleh tiga sungai, yaitu Ciaruteun, Cianten, dan Cisadane.
Disebut dengan prasasti Ciaruteun karena memang batu itu ditemukan di aliran sungai Ciaruteun. Kadang disebut juga dengan prasasti Ciampea, karena batu itu berada di wilayah Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Ukiran telapak kaki Raja Purnawarman dan dan tulisan Pallawa itu berbunyi "ini adalah telapak kaki yang Mulia Raja Purnawarman, Raja Tarumanagara, seperti telapak kaki Dewa Wisnu, raja yang gagah berani".
Mengapa Raja Purnawarman yang diukir telapak kakinya, bukan raja-raja Tarumanagara lainnya?
Kerajaan Tarumanegara dimana Purnawarman memerintah dengan bijaksana adalah salah satu kerajaan tertua di Nusantara, yang eksis antara abad ke 5 hingga ke 7 Masehi.
Sejatinya, termasuk Purnawarman, ada 12 raja yang pernah singgah dan memimpin di Tarumanagara.
Situasi politik di kerajaan yang berlokasi di Jawa Barat itu ada tertulis di sejumlah prasasti yang berhasil ditemukan. Namun dari semua raja yang pernah memimpin, hanya Purnawarman yang disebut-sebut sebagai raja yang bijaksana yang membuat rakyatnya sejahtera dan aman.
Purnawarman adalah raja ketiga yang memerintah antara tahun 395-434 Masehi.
Raja Purnawarman mengidentifikasikan dirinya sebagai Dewa Wisnu. Dalam agama Hindu, Dewa Wisnu atau Sri Wisnu adalah dewa yang bertugas untuk memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa).