Semenjak Indonesia masuk Bumi Lorosae pada tahun 1975, Presiden Soeharto melarang penggunaan bahasa Portugis di sana. Sebagai gantinya, bahasa Indonesia diajarkan di sekolah-sekolah di sana.
Bahasa Indonesia banyak digunakan di sana, namun ada konsekuensi yang harus ditanggung.
Tidak sedikit kaum muda Timor Leste yang berbahasa Indonesia ditolak menjadi pegawai negeri (ASN). Hal tersebut karena mereka kurang menguasai bahasa Portugis (yang dijadikan sebagai bahasa pemerintahan).
Tindakan diskriminasi itu sempat mendapatkan kritikan dari seorang jurnalis Timor Leste, Suzanna Cardoso.
"Ini adalah bentuk diskriminasi terbesar yang dilakukan pemerintah," kata Cardoso.
Lebih lanjut Cardoso mengatakan pemerintah tidak mengenal kontribusi warga yang dipengaruhi oleh sistem pendidikan Indonesia, padahal mereka berjuang untuk kemerdekaan.
Kepada Reuters, Cardoso mengatakan ketimbang menggunakan bahasa Portugis, bahasa Inggris akan lebih baik digunakan sebagai bahasa resmi.
"Mengapa harus bahasa Portugis. Negara-negara yang berbahasa Portugis itu miskin," katanya kepada Reuters.
Penggunaan bahasa Portugis sebagai bahasa pemerintahan memang banyak dikritik oleh berbagai kalangan. Banyak pegawai pemerintahan menggunakan bahasa ini.
Plakat di kantor-kantor pemerintahan banyak menggunakan bahasa Portugis, kendati bahasa Portugis ini tidak dimengerti oleh sebagian besar warga Timor Leste.
Hiburan-hiburan dalam bahasa Indonesia juga lebih disukai oleh penduduk di sana.