Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal "Bakar Batu", Tradisi Menyambut Tibanya Bulan Ramadan di Lembah Baliem Papua

14 April 2021   10:05 Diperbarui: 14 April 2021   10:38 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi bakar batu di Lembah Baliem, Papua (travel.tempo.co)

Sembari mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk membangun Irian Barat itu, para relawan juga berdakwah di Lembah Baliem. Sebagian Suku Dani yang bermukim di Lembah Baliem itu memutuskan untuk masuk Islam.

Sebelumnya, Suku Dani mempunyai tradisi dengan maksud tertentu, yaitu membakar batu. Makanan yang dimasak di atas api di atas batu-batu tadi biasanya adalah daging babi, dan tanaman-tanaman seperti pisang, singkong, ubi jalar, talas, dan sayuran.

Batu-batu itu diletakkan di atas kayu-kayu kering yang dibakar. Di atasnya mereka lantas memasak aneka makanan tadi.

Seperti diketahui, babi adalah haram bagi Islam. 

Dalam perkembangannya, tradisi bakar batu itu masih dilanjutkan ketika mereka sudah memeluk agama Islam. Bahkan tradisi bakar batu itu kini dilakukan untuk menyambut tibanya bulan suci Ramadan.

Bukan hanya menyambut tibanya bulan suci itu saja, tradisi bakar batu itu juga digelar pada hari-hari besar Islam lainnya.

Akan tetapi ada yang berbeda dari sebelumnya. Jika dulu mereka memasak daging babi. Kini suku Dani menggantinya dengan ayam.

Makanan yang dimasak itu biasanya baru boleh dibuka setelah tiga jam pembakaran, untuk disantap. Baik lelaki maupun perempuan mereka bahu-membahu dengan tugasnya masing-masing menggelar tradisi ini.

Hari Suroto, yang adalah pengajar di Universitas Cenderawasih Papua ini, mengatakan toleransi beragama di Lembah Baliem ini sangat tinggi. Itu terbukti dalam acara bakar batu yang digelar di halaman mesjid itu mengikutsertakan juga warga Lembah Baliem lainnya yang beragama Kristen.

Mereka semua bergotongroyong.

"Pelajaran berharga yang dapat diambil dari kehidupan beragama di sini. Mereka masih mempertahankan tradisi warisan leluhur," kata Hari Suroto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun