Secara sederhana kebutuhan dasar seorang manusia di Indonesia ini dapat disimpulkan ke dalam tiga kata ini, yaitu sandang, pangan, dan papan.
Tanpa dijelaskan kita sudah mengerti. Sandang adalah pakaian (dalam artian baju dan celana yang terbuat dari kain). Pangan adalah makanan. Sedangkan papan adalah rumah atau tempat berteduh dari segala terik matahari atau hujan.
Seiring dengan Indonesia merdeka pada tahun 1945 maka pemerintah dengan segala upaya mengutamakan terlebih dahulu ketiga kebutuhan dasar tersebut. Kini kita sudah tidak asing lagi dengan pakaian yang kita kenakan. Bukan hanya sekedar penutup tubuh, fungsi kain sebagai busana sudah berkembang sedemikian rupa dalam aneka corak, model, warna, dan kualitas.
Jika kita balik lagi menelusuri ke jaman kuno menarik melihat apakah fungsi kain pada saat itu. Terutama yang dikenakan oleh suku Jawa.
Inibaru menyebutkan kain pada masa Jawa kuno berfungsi sebagai penutup tubuh juga untuk menutupi kekurangan. Hal tersebut berlaku untuk "orang kebanyakan".
Dalam bukunya yang berjudul "Busana Jawa Kuna", Inda Citraninda menulis kain bagi kaum bangsawan atau para priyayi adalah berfungsi sebagai perhiasan tubuh dan menjadi simbol kebesaran.
Pada relief Karmawibhangga yang terukir di Candi Borobudur disitu dapat terlihat jika kain pada saat itu berfungsi sebagai simbol status seseorang yang mengenakannya.
Jika bagi wong cilik berfungsi cuma sebagai penutup tubuh, namun bagi para priyayi atau bangsawan kain diproduksi untuk pakaian dengan sangat indah, bahkan dijahit dengan benang bahkan tulisan emas.
Sekarang kita sering mendengar kata "Prada". Prada di sini diartikan kain Batik Tradisional yang dihias dengan tulisan emas. Asal usulnya "prada" itu berasal dari kata "parada", yaitu kain untuk pakaian para bangsawan yang ada tulisan emasnya seperti yang sudah disebutkan di atas.
Kain-kain indah itu bernilai lebih mahal harganya. Namun dalam artikel yang berjudul "Kain Dalam Masyarakat Jawa Kuna", Tawalinudin dan Edhie Wurjantoro mengatakan bahwa fungsi sosial dari kain yang indah-indah itu lebih menonjol ketimbang fungsi ekonominya.
Wdihan, atau kain indah untuk para bangsawan itu dalam beberapa sumber prasasti pada abad ke 19 merujuk kepada pakaian kaum pria. Wdihan itu menjadi sesuatu yang sangat berharga dan diberikan sebagai hadiah jika suatu tanah atau wilayah ditetapkan statusnya menjadi tanah perdikan misalnya.