Kita manusia Indonesia harus mengapresiasi akan niat dari P-BHACA (Perkumpulan Bung Hatta Anti-Corruption Award) untuk meninjau ulang dan untuk mencabut kembali status Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah sebagai penerima BHACA.
Jelas, bagaimana tidak. BHACA ini adalah penghargaan yang diberikan kepada kepada pejabat yang bersih dari korupsi.
Atas prestasinya sebelum menjabat Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah dianugerahi BHACA pada tahun 2017 lalu.
Nama Kabupaten Bantaeng dimana Nurdin Abdullah memimpin sebagai Bupati nya menjadi populer karena keberhasilan kabupaten ini meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.
Dalam periode kepemimpinannya, Nurdin Abdullah menjadi Bupati sebanyak dua kali yaitu 2008-2013, dan 2013-2018.
Selain berhasil mengembangkan pembangunan di Bantaeng, Nurdin Abdullah juga dinilai sebagai sosok yang bersih dari korupsi. Oleh karenanya, itulah yang mendasari Perkumpulan BHACA memutuskan Nurdin Abdullah memperoleh BHACA.
Namun kini, orang yang bersangkutan menjadi tersangka korupsi. Nurdin Abdullah di OTT KPK pada Sabtu dinihari (28/2/2021) ketika sang gubernur sedang tidur.
Nurdin Abdullah telah menyalahgunakan jabatannya dengan menerima suap dalam menjalankan sejumlah proyek di Sulawesi Selatan. Pada akhir 2020 dia menerima Rp 200 juta, pertengahan Pebruari dia menerima Rp 1 miliar lewat Samsul Bahri, ajudan Nurdin. Dan yang terakhir, Nurdin menerima Rp 2,2 miliar.
Dalam rilis yang dimuat dalam bunghattaaward.org, P-BHACA mengungkapkan keterkejutannya pada apa yang terjadi. P-BHACA menyebut itu sebagai sebuah pengkhianatan.
"Maka P-BHACA akan meninjau ulang penganugerahan ini," tulis P-BHACA, Selasa (2/3/2021). Dalam tulisan pernyataan itu dicantumkan nama Shanti L. Poesposoetjipto sebagai Ketua Dewan Pengurus P-BHACA.
Penganugerahan penghargaan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang bersih dari korupsi itu seharusnya dapat dijadikan contoh bagi para pejabat lainnya untuk bersih, tidak menyalahgunakan jabatannya.