Kelak Anda akan mengetahui, peristiwa ini menjadi penilaian tersendiri, Soeharto dan Hamengkubuwono kelak menjadi orang besar, Presiden dan Wakil Presiden RI.
Sebagai seorang jenderal besar, Soedirman memberikan perintah kepada Hamengkubuwono untuk menghubungi para perwira agar bersiap-siap melakukan aksi mengepung Kota Gudeg.
Setelah menjalankan apa yang diperintahkan Jenderal Soedirman, Hamengkubuwono menghubungi Letkol Soeharto (yang kelak menjadi orang besar, Presiden RI ke 2), untuk memimpin serangan mengepung Belanda di Yogyakarta, pada 1 Maret 1949.
Perwira militer lainnya yang ditugaskan Hamengkubuwono untuk memimpin serangan kepada Belanda adalah Letkol Ventje Sumual, Mayor Kusno, dan Mayor Sardjono.
Mayor Sardjono ditugaskan memimpin serangan dari arah selatan, Mayor Kusno memimpin serangan dari arah utara, Ventje Sumual dari arah timur. Sedangkan Soeharto ditugaskan memimpin serangan dari arah barat menuju ke Malioboro (nama jalan yang terkenal hingga sekarang).
Diserang dari segala penjuru, Belanda kelabakan dan berhasil dilumpuhkan. Itulah cikal bakal mengapa Anda mendengar "enam jam di Jogja". Militer Indonesia berhasil menduduki Kota Gudeg selama 6 jam (pukul 06.00-12.00 WIB).
Dalam perjalanannya kemudian, Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX lantas dijuluki sebagai Bapak Pramuka Indonesia dan menjabat Ketua Kwartir Gerakan Pramuka, juga pernah menjadi Wakil Presiden RI ke 2 periode 1973-1978 mendampingi Presiden Soeharto.
Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX ini adalah Sultan Yogyakarta pertama yang memimpin Kesultanan Yogyakarta sekaligus Gubernur pertama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX lantas mencatat rekor sebagai penguasa Yogyakarta terlama dalam sejarah, yaitu 48 tahun (1940-1988).
Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX sendiri menghadap Sang illahi di George Washington University Medical Center, Amerika Serikat pada 2 Oktober 1988 dalam usianya 76 tahun.
Dalam sejarah, memang Yogyakarta adalah ibukota Indonesia pada kurun 1946-1950.