Para aksi unjuk rasa itu menuntut agar menghormati hasil pemilu yang dimenangkan secara telak oleh NLD (National League for Democracy) pimpinan Aung San Suu Kyi.
Sikap Indonesia sudah membuat marah para demonstran anti kudeta, apalagi setelah Indonesia bahkan berupaya merangkul anggota ASEAN lainnya untuk mengikuti langkah Indonesia.
"Tolong hargai kami, kami tidak menginginkan pemilu ulang," kata salah seorang demonstran, Thet Htoo Aung (26), dilansir dari SCMPÂ (South China Morning Post), Selasa (23/2/2021).
Jika memang Indonesia bersikap demikian seperti apa yang dituduhkan para demonstran anti kudeta Myanmar, maka Indonesia tidak sendirian dalam hal ini.
Cina pun digadang-gadang bersikap demikian, mengakui kudeta yang dilancarkan militer.
SCMP melaporkan, para demonstran anti kudeta meminta Indonesia untuk mendukung transisi demokrasi Myanmar.
SCMP juga menyebutkan jika situasi di Myanmar sekarang ini mirip dengan situasi saat peralihan kekuasaan dari Orla (Orde Lama) ke Orba (Orde Baru) yang militer di bawah pimpinan Jenderal Soeharto yang diktator.
Militer di Indonesia sudah menikmati kekuasaan di seluruh pelosok negeri selama beberapa dekade, termasuk di antaranya kursi di kabinet dan parlemen.
Kementerian Luar Negeri membantah jika Indonesia mendukung junta militer yang merebut kekuasaan mutlak di Myanmar sejak 1 Pebruari lalu.
"Menlu Retno sedang berusaha untuk berkonsultasi serta mengoleksi pandangan negara-negara ASEAN, sebelum digelarnya pertemuan khusus para Menlu untuk memperbincangkan krisis politik di Burma," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah.
Karena menjadi bulan-bulanan netizen, Retno Marsudi pun membatalkan kunjungannya ke Napytaw yang direncanakan Kamis (25/2/2021), karena kondisi yang masih kondusif.