Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kendati Satu Pulau, Kenapa Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa Berbeda?

7 Februari 2021   11:03 Diperbarui: 7 Februari 2021   13:10 2857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang Jawa dan orang Sunda (mojok.co)


Rilis teranyar Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan RI menyebutkan Nusantara mempunyai 652 bahasa daerah.

Manakah di antara kekayaan budaya Indonesia itu yang hingga kini paling banyak digunakan?

Dikutip dari beritabaik.id, ada 10 bahasa daerah yang hingga kini paling banyak digunakan. Mereka adalah bahasa Jawa, Sunda, Madura, Minangkabau, Musi, Bugis, Banjar, Aceh, Bali, dan Betawi.

Dua yang disebutkan teratas adalah dua besar bahasa daerah yang paling banyak penuturnya. Bahasa Jawa dengan penutur 84,2 juta orang selain digunakan di Jawa, juga di Suriname, Singapura, Malaysia, Belanda, dan Kaledonia Baru.

Kendati berarti sama, akan tetapi bahasa Jawa ini mempunyai sejumlah dialek, di antaranya dialek Banyumasan, dialek Surabaya, dialek Surabaya, dialek Suriname, dan sebagainya.

Bahasa Sunda dengan jumlah penutur 42 juta orang, selain digunakan oleh penduduk di Jawa Barat, juga oleh mereka yang bermigrasi ke wilayah lainnya.

Sama seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda juga memiliki sejumlah dialek, di antaranya dialek Priangan, dialek Banten, dialek Kuningan, dan sebagainya.

Bahasa Jawa dan bahasa Sunda sama-sama mempunyai beberapa tingkatan, yaitu bahasa kasar dan bahasa halus.

Mengapa kendati satu pulau, yaitu pulau Jawa, tapi bahasa Sunda dan bahasa Jawa berbeda?

Hal tersebut dapat diketahui dari apa yang dikatakan Tome Pires, seorang penjelajah bangsa Portugis, yang datang ke Indonesia, khususnya Jawa Barat, pada abad ke 16.

Tome Pires mengumpulkan sejumlah catatan tentang orang-orang Sunda pada abad ke 16. Catatan-catatan tersebut diberinya judul "Suma Oriental".

Tome Pires menyebutkan pada saat itu orang Jawa dan Sunda sudah mengenal apa yang disebut dengan perdagangan. Orang Sunda dan orang Jawa bersaing ketat dalam perdagangan ini, sehingga orang Sunda dianggap kurang akrab dengan orang Jawa, kendati tidak bermusuhan.

Itulah sebabnya mengapa bahasa Sunda dan bahasa Jawa tidak berasimilasi. Sebab lain adanya perbedaan antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa karena leluhur orang Sunda berasal dari tatar Pasundan, mereka memiliki raja yang tidak mau tunduk kepada upaya aneksasi Gajahmada dari Majapahit.

Itulah sebabnya bahasa Sunda dan bahasa Jawa berbeda hingga jaman modern ini. 

Seperti diketahui, Gajahmada telah bersumpah tidak akan bersenang-senang dengan makan buah Palapa sebelum seluruh wilayah Nusantara dipersatukan dalam kekuasaannya.

Pada saat itu Gajahmada sudah mempersatukan seluruh wilayah yang disebut dengan Indonesia sekarang ini, bahkan juga Malaysia, Singapura, Kamboja, bahkan Madagaskar

Akan tetapi cuma kerajaan Sunda Pajajaran yang belum ditaklukkan. Pajajaran bukanlah kerajaan yang lemah. Terbukti Majapahit yang begitu luas wilayah kekuasaannya tidak dapat menaklukkan Pajajaran yang seluas Jawa Barat.

Begitu pun dengan Singasari yang tidak dapat menaklukkan Pajajaran.

Lain kata jika Majapahit dapat menundukkan Pajajaran, barangkali bahasa Sunda akan dipengaruhi oleh Jawa.

Akan tetapi setelah Pajajaran kalah dari kerajaan Islam Mataram pada tahun 1579, bahasa Sunda mulai tidak suci lagi, karena Mataram menjadi penguasa pulau Jawa.

Sunda kini sudah tidak suci lagi karena sudah bercampur dengan bahasa Jawa. Penduduk yang secara geografis bermukim di perbatasan dengan Jawa Tengah seperti Cirebon, Majalengka, dan sebagainya kini menggunakan bahasa campursari, begitu juga dengan kebudayaannya.

Ada juga orang-orang Jawa yang menikah dengan orang Sunda, tinggal dan mencari nafkah di Jawa Barat.

Berandai, ada kata-kata dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa yang mempunyai suara yang sama dan arti yang sama pula. Namun ada kata-kata yang berbunyi sama, namun jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti yang berbeda.

Sebagai contoh kata-kata tersebut adalah arek, cokot, getek, geulis, amis, gedang, angel, kasep, sampean, dan urang.

Mari kita simak beberapa di antaranya.

Arek dalam bahasa Sunda artinya akan. Sedangkan dalam bahasa Jawa artinya anak-anak.

Cokot dalam bahasa Sunda artinya ambil atau mengambil. Sedangkan dalam bahasa Jawa artinya gigit atau menggigit.

Getek dalam bahasa Sunda artinya geli. Dalam bahasa Jawa berarti rakit (perahu).

Geulis dalam Sunda berarti cantik. Jawa artinya cepat.

Amis dalam bahasa Sunda berarti manis, sedangkan dalam bahasa Jawa artinya berbau anyir.

Gedang dalam bahasa Sunda artinya pepaya. Sama-sama nama buah, dalam bahasa Jawa gedang justru berarti pisang.

Itulah uniknya kekayaan bangsa Indonesia yang kaya akan bahasa daerah. Dalam hal itu dua bahasa daerah yang paling banyak penuturnya di Indonesia, Jawa dan Sunda.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun