Di saat terjadi kekacauan ekonomi dan politik itulah, Fretilin mengumumkan kemerdekaannya pada 28 Nopember 1975.
Indonesia lantas bertindak cepat dan berpikir cerdik. Beberapa saat setelah 28 Nopember 1975 itu belum ada pemerintahan. Di kondisi seperti itulah, lalu militer Indonesia diterjunkan ke Bumi Lorosae dengan maksud untuk invasi.
Dimulai dengan Angkatan Laut yang menginjakan kakinya di Bumi Lorosae pada 7 Desember 1975, kemudian diteruskan dengan Angkutan Udara untuk merebut Dili.
Baucau, kota kedua terbesar di Timor Timur lantas direbut terlebih dahulu oleh pasukan Indonesia.
Mau tak mau karenanya terjadi bentrokan antara pasukan Indonesia dengan Fretilin yang berkepanjangan Banyak penduduk Timor Timur yang tewas karenanya, ditambah juga karena kelaparan dan penyakit.
Indonesia ingin menunjukkan superioritasnya atas Bumi Lorosae sekalian mengklaim jika "Si Anak Hilang" adalah bagiannya.
"Si Anak Hilang" adalah julukan yang disebut-sebut mantan Presiden RI ke 2 Soeharto yang merujuk ke wilayah Timor Timur yang eks Portugis, sementara wilayah Indonesia lainnya dipengaruhi Belanda.
Pada tahun 1976 Indonesia resmi mengklaim jika Timor Timur adalah propinsi nya yang ke 27.
Perdana Menteri Australian Gough Whitlam lantas mengusulkan agar Portugis dan Indonesia mengadakan kesepakatan untuk menciptakan keadilan bagi rakyat Timor Timur.
Lantas Indonesia dan Portugal pun berembug sepakat di "New York Agreement" akan digelar referendum, apakah mereka ingin berdiri sendiri atau menjadi NKRI?
Dengan campur tangan PBB, referendum digelar pada 30 Agustus 1999. Namun sayangnya, hanya 21 persen di antara rakyat Timor Timur yang tetap ingin NKRI, sisanya ingin merdeka.