Belum habis menjalani masa tahanannya di penjara, Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian RI menerapkan lagi Habib Bahar bin Smith sebagai tersangka kasus penganiyaan seorang sopir taksi online.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 2018 lalu, sopir Grab yang bernama Adriansyah itu dianiaya Habib Bahar usai mengantarkan isteri HBS larut malam. Di sinilah kemudian terjadi kesalahpahaman antara sopir taksi dengan HBS yang berujung cekcok dan terjadi perkelahian.
Itulah cikal bakalnya, Adriansyah lantas dianiaya di kediaman HBS di kawasan Sereal, Kota Bogor.
Perihal laporan itu Kuasa hukum HBS, Aziz Yanuar mengklaim jika Adriansyah sudah mencabut laporan dan sudah ada perdamaian, sehingga tidak ada masalah lagi. Aziz juga menambahkan tindakan kliennya saat itu adalah untuk menjaga harga diri keluarga.
"Setelah korban sempat melaporkan ke polisi namun pada akhirnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan korban dengan kuasa hukumnya lantas mencabut laporan," kata Aziz.
Akan tetapi pihak kepolisian tidak percaya begitu saja. Menurut Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A Chaniago sampai sekarang kepolisian belum menerima surat pencabutan laporan atau surat perdamaian yang terkait.
Belum ada bukti-bukti itu, maka dengan demikian status HBS kini sudah ditingkatkan menjadi tersangka.
"Kalau memang ada bukti, silakan tunjukkan," kata Erdi.
Sebelumnya Aziz Yanuar mengatakan ada empat bukti asli berupa video yang menyatakan korban sudah damai, bukti pencabutan laporan, juga bukti kompensasi pengobatan.
Seperti diketahui HBS dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin di Kemang, Bogor.
Pada akhir tahun 2018 HBS dilaporkan karena perbuatannya yang melakukan penganiayaan kepada dua orang remaja. Oleh karena perbuatannya itu, HBS harus mempertanggungjawabkan kelakuannya dengan mendekam di penjara selama 3 tahun.
Covid-19 ternyata membawa "berkah tersendiri" bagi pria kelahiran Menado, 23 Juli 1985 (35). Untuk mencegah munculnya klaster penularan virus Covid-19, maka pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengadakan program asimilasi.
Program ini adalah mengeluarkan sejumlah napi yang memenuhi syarat. HBS termasuk di antaranya.
16 Mei 2020 adalah hari dimana HBS dibebaskan dari Lapas Gunung Sindur Bogor. Tiga hari berada di udara segar, HBS dijebloskan lagi ke penjara karena melanggar aturan protokol kesehatan.
Selain melanggar PSBB, dalam ceramahnya di kota Bogor Itu HBS juga dianggap menghasut dan menimbulkan kebencian kepada pemerintah.
Menduga ada rekayasa sehubungan ditetapkannya HBS sebagai tersangka kasus penganiyaan sopir taksi online, tim kuasa hukum HBS sudah mengadukan perihal tersebut kepada DPR RI.
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni yang menerima aduan itu mengatakan penetapan status tersangka kepada HBS merupakan bagian dari ranah kepolisian.
"Segala kasus hukum yang sudah ditangani polisi, maka itu sudah menjadi bagian urusan polisi," kata Ahmad Sahroni, Rabu (28/10/2020).
Sahroni menambahkan semua pihak harus mengikuti proses hukum dan menghormati keputusannya. Mengenai keberatan HBS, maka pihak HBS dapat menyampaikan keberatan itu sesuai dengan mekanisme yang ada.
"Kasus ini harus menjadi pelajaran terlebih bagi pemuka agama yang harus menjadi contoh yang baik bagi masyarakat," lanjut Sahroni.
Pada awal bulan ini, HBS sempat juga membuat heboh, karena negara dikalahkan olehnya.
Seperti disebutkan di atas, hak asimilasi dibatalkan oleh SK Kabapas Bogor yang menjebloskan HBS ke dalam penjara ketika dia baru saja 3 hari di udara segar. HBS tidak diam saja. HBS melakukan gugatan yang didaftarkan di PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara) Bandung.
Pada Senin (12/10/2020) Ketua Majelis Hakim PTUN Bandung, Faisal Zad, akhirnya membacakan keputusannya yang isinya mengabulkan gugatan yang diajukan HBS. Dengan demikian, Faisal Zad meminta Kabapas Kelas II Bogor agar mencabut SK pembatalan asimilasi HBS.
Para pendukung HBS sudah bergembira atas penerimaan gugatan itu. Akan tetapi HBS belum serta merta langsung dikeluarkan dari LP Gunung Sindur Bogor.
Apa pasal?
Rika Aprianti, Kabag Humas dan Protokol Dirjen PAS, mengatakan pihaknya kini tengah mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas keputusan PTUN Bandung tadi.
Pihak HBS sendiri sudah mendesak Kemenhumham untuk segera membebaskan kliennya dari LP Gunung Sindur Bogor karena PTUN sudah mengiyakan.
Mengenai hal tersebut, Rika mengatakan pihak HBS seharusnya mengerti aturan dan prosedur hukum yang ada. "Bapas dan Kemenkumham Jabar masih punya hak untuk banding," katanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H