Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ingin Menengok Orang Jawa di Suriname? Sekarang Lebih Mudah!

26 Oktober 2020   10:02 Diperbarui: 26 Oktober 2020   10:32 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang-orang Jawa Suriname (internasional.kompas.com)


Jelas ada kaitan yang dekat antara Indonesia dengan Republik Suriname. Pasalnya di negara bekas jajahan Belanda itu penduduk keturunan Jawa nya menjadi populasi yang mayoritas.

Sebagai sama-sama negara jajahan, kurun 1890 hingga 1939, pemerintah kolonial Belanda saat itu mengangkut para "TKI" yang berasal dari Jawa untuk dipekerjakan di Suriname. Sekitar 33.000 penduduk Jawa dibawa Belanda ke Suriname terutama untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik meneer-meneer Belanda.

Setelah Belanda kalah dari Jepang dalam Perang Dunia ke II, Belanda tidak memulangkan para TKI itu ke Indonesia. Yang mana pada akhirnya, mereka menetap di negara Amerika Selatan itu dan membentuk komunitas di negara yang berbatasan dengan Guyana Perancis di timur tersebut.

Kekinian, orang-orang Jawa Suriname itu masih mempertahankan bahasa Jawa mereka dalam pembicaraan sehari-hari mereka. Dalam acara-acara tertentu, mereka juga kerap memainkan lagu-lagu, kesenian dan adat istiadat nenek moyang mereka.

Mereka mengenal seniman-seniman Indonesia asal Jawa seperti Waldjinah yang terkenal dengan lagu Walang Keke nya atau Didi Kempot yang terkenal dengan lagu Stasiun Balapan Solo nya.

Orang-orang Jawa Suriname ini masih menyimpan rindu mereka akan tanah leluhur yang sudah sekian lama mereka tinggalkan. Bahkan Didi Kempot kerap diundang ke negara itu untuk pelepas rindu orang-orang Jawa "perantauan" di sana.

Tak heran, begitu penyanyi campursari itu menghembuskan nafas terakhirnya, beritanya langsung beredar dan dimuat di koran-koran di negara itu.

Sebagai sesama Indonesia, di antara kita mungkin ada yang rindu juga menemui saudara-saudara kita di sana untuk mengetahui seperti apa sih kehidupan mereka sekarang ini?

Barangkali ini yang menjadi latar belakang jika belum lama berselang pemerintah Suriname resmi memberlakukan bebas visa bagi orang-orang Indonesia yang akan memasuki negara yang berbatasan dengan Brasil di selatan itu.

Peraturan itu resmi mulai berlaku sejak 1 September 2020 yang lalu untuk semua kategori pemegang paspor, baik paspor biasa, paspor dinas, maupun paspor diplomatik.

Adapun masa berlaku paspor tersebut adalah minimal enam bulan.

Apabila tidak lebih dari 30 hari maka WNI pemegang paspor tersebut bebas untuk tinggal, transit, keluar, atau masuk tanpa visa di negara yang dulu bernama Guyana Belanda itu.

Beberapa keuntungan dapat dipetik dengan diberlakukannya bebas visa itu. Keuntungan pertama, ini momentum terbaik bagi kedua negara, Indonesia dan Suriname, untuk menjalin kerjasama di berbagai bidang yang memungkinkan.

Sumber dari Kementerian Luar Negeri RI menyebutkan bebas visa ini juga berlaku untuk warga Suriname yang melakukan lawatan ke Indonesia.

Maka dengan demikian, dipetik keuntungan yang kedua, yaitu potensi untuk mendatangkan wisatawan-wisatawan asal Suriname (yang kini sudah kaya-kaya) ke Indonesia.

Kemenlu RI juga menjelaskan kesepakatan bebas visa itu sebenarnya sudah diteken Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada bulan Mei tahun lalu, akan tetapi hal tersebut baru terealisasi pada 1 September tahun ini.

Cikal bakal dikirimkannya orang-orang Jawa ke Suriname waktu dulu berawal dari dihapuskannya sistem perbudakan pada tahun 1863. Hal tersebut berimbas pada kurangnya budak-budak yang bekerja di perkebunan-perkebunan milik meneer-meneer Belanda di Suriname. Yang mana perkebunan-perkebunan milik mereka menjadi terlantar.

Pemerintah Belanda juga melihat kehidupan orang-orang Jawa di Hindia Belanda yang miskin dan tidak mempunyai nafkah saat itu. Ditambah lagi, kemelaratan mereka menjadi bertambah parah akibat sejumlah bencana alam yang terjadi, di antaranya letusan gunung berapi.

Maka bertemulah dua pemikiran karenanya. Di saat terlantarnya perkebunan-perkebunan milik meneer-meneer di Suriname dengan memberikan pekerjaan kepada orang-orang yang sebagian besar berasal dari Jawa yang tengah melarat.

Selain orang-orang Jawa, penduduk Suriname saat ini juga dihuni oleh mereka yang berasal dari etnis-etnis lain seperti Marron, Creol, Hindustani, dan lain-lain.

Orang-orang Jawa merupakan etnis ketiga terbesar di sana. Sedangkan tiga besar penganut agama di sana adalah Kristen, Hindu, dan Islam.

Beragamnya etnis dan agama di sana disebabkan karena dulunya Suriname ini selain dijajah Belanda, dalam sejarahnya juga pernah dijajah oleh Inggris, Portugis, dan Spanyol.

Sedangkan dua negara yang paling lama menduduki Suriname adalah Belanda dan Inggris.

Itu sebabnya ada etnis Hindustani dari India yang notabene bekas jajahan Inggris atau pun etnis Jawa dari Indonesia yang notabene bekas jajahan Belanda. Begitu pun agamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun