Tak pelak Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan pujian setinggi langit kepada tiga wisudawan Harvard University yang berasal dari Indonesia.
Dalam akun Instagramnya, Sri Mulyani mengatakan Indonesia memiliki puluhan juta milenial.
Setujukah mereka kunci masa depan Indonesia?
Nadhira Nuraini Afifa, Jane Tjahjono, dan Andhika P Suparman diwisuda daring oleh Harvard University, pada 28 Mei 2020 lalu.
Nadhira berhasil menuntaskan S-2 nya jurusan Kesehatan Masyarakat.
Atau dengan kata lain, Hijabers berusia 25 tahun itu mengantongi titel Master of Public Health dari salah satu universitas bergengsi dan terbaik di dunia idaman para pelajar.
Bukan sekadar diwisuda, Nadhira juga terpilih sebagai wakil wisudawan yang berpidato di jurusannya, Kesehatan Masyarakat.
Kampus Nadhira memilih mahasiswa yang akan berpidato dalam acara wisuda online, mewakili jurusannya masing-masing.
Memang pandemi sudah mengubah segala sesuatu, termasuk wisuda daring di sejumlah universitas di dunia.
Pemilihan itu lewat kompetisi, bukan berdasarkan IPK (Indeks Kumulatif Prestasi).
Untuk menjadi student speaker tersebut, Nadhira "kampanye". Nadhira mengatakan dialah satu-satunya mahasiswa asal Indonesia di kampus yang berhijab.
"Saya sulit orientasi, hadapi Islamphobia di AS, saya kisahkan juga bagaimana ibu mendidik dan membuktikan jika orang awam pun mampu menembus Harvard. Ngomongin Public Health yang tak dipandang, tapi pada masa sekarang justru penting," tuturnya.
Alhasil, suatu kehormatan Nadhira terpilih menjadi commencement speaker lewat video conference.
Jelas kehormatan itu merupakan suatu kejutan manis di akhir perjalanan pendidikannya.
Hijabers berusia 25 tahun ini sedih karena harus wisuda tak seperti biasanya, apalagi kehadiran ibunya untuk datang di graduation itu sudah direncanakan jauh-jauh hari.
Nadhira juga menang dalam Grand Prize Winner of MIT Innovation in Global Systems Hackathon. Melalui tulisannya yang mengambil topik mengurangi kasus malnutrisi di Indonesia.
Pada saat terjadi huru-hara wabah Covid-19, pihak US Harvard University mengarahkan mahasiswanya untuk pulang ke negara masing-masing, termasuk Nadhira yang pada Maret 2020 lalu sudah di Indonesia.
"Sejak pandemi kuliah jadi online," kata Nadhira.
Kepada dua wisudawan lainnya, Sri Mulyani juga mengucapkan salut.
Teruskan perjuanganmu yang memberikan manfaat bagi Indonesia.
Jane Tjahjono lulus S-2 Kebijakan Publik, dan Andhika P Suparman S-2 Hukum.
Mereka bertiga merupakan jebolan beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kementerian Keuangan.
Selain mereka, sebelumnya ada lebih dari 22.000 penerima beasiswa yang terpilih dari seluruh Indonesia.
Oleh karenanya, Sri Mulyani mengatakan setiap rupiah yang dikeluarkan negara harus bisa bermanfaat untuk negara juga.
Pameo "Gapailah impianmu setinggi langit" milik Nadhira, yang pada saat di SMA bercita-cita menjadi arsitek.
Namun keinginan keluarga serta arahan dari pihak sekolah menjadikan Nadhira meraih impiannya menjadi dokter dari universitas yang berlokasi di Cambridge, Massachusetts itu.
Ketika di SMA, sebenarnya Nadhira tidak ngebet ke kedokteran, tetapi karena ada undangan yang diberikan kepada 10 besar siswa tanpa tes, Nadhira berpikir ada baiknya dicoba.
Jadilah Nadhira studi di fakultas kedokteran Universitas Indonesia dan berhasil menamatkannya. Tidak puas S-1, Nadhira ingin melanjutkannya ke studi S-2.
Timbullah keinginannya untuk mengikuti seleksi beasiswa yang disediakan LPDP Kementerian Keuangan.
Ketika lolos LPDP, Nadhira belum tahu universitas mana di negeri Paman Sam yang bakal dipilihnya.
Dari Public Health, Nadhira memilah-milah mana yang terbaik. Ada John Hopkins, Columbia, dan Harvard. Ketiganya merupakan universitas paling bergengsi di dunia.
Menempuh studi di Harvard bisa disebut sebagai cita-cita seluruh mahasiswa dari seluruh penjuru dunia. Harvard University selama ini dikenal sebagai almamaternya mantan Presiden AS Barack Obama.
Setelah ikut mentor dan tanya sana sini, daftar 2018, Harvard menerima Nadhira Pebruari 2019. Persiapannya memakan waktu 9 bulan.
"Saya pun terbang ke Jakarta untuk tes, makan biaya yang banyak dari sesuatu yang belum tentu berhasil" katanya. Dari biaya TOEFL, dan lain-lain, Nadhira mengaku menghabiskan dana tidak kurang dari Rp 10 juta.
Nadhira menjadi viral karena dia terpilih menjadi student speaker. Berbicara penanganan korona dan kesehatan masyarakat.
Pada akhir pidatonya, Nadhira mengemukakan sesuatu yang menarik. Menurutnya, meskipun kesehatan masyarakat bidang pekerjaan yang sangat penting, tapi peran tersebut kurang mendapat apresiasi.
Keinginan Nadhira untuk membantu pemerintah menangani korona, khususnya di Jakarta, serta semangatnya mengajak milenial terus berkontribusi kepada dunia layak menjadi inspirasi bagi generasi muda lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H