Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tati Sumirah, Pelajaran dari Kartini Bulutangkis yang Terlupakan

10 Februari 2020   09:02 Diperbarui: 10 Februari 2020   09:13 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kabar tidak mengenakkan datang dari Tati Sumirah. Yang bersangkutan, Tati Sumirah adalah salah seorang pahlawan Indonesia yang mengharumkan nama bangsa lewat olahraga bulutangkis.

Pada tahun 1975, negara kita sukses untuk pertama kalinya merebut Piala Uber, lambang supremasi beregu putri.

Pada partai puncak, 6 Juni 1975, yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, Indonesia berhak mengangkat Piala Uber untuk pertama kalinya, setelah mengalahkan Jepang dengan skor 5-2.

Dari angka 5 itu, Tati Sumirah menyumbangkan angka 1, mengalahkan 11-5 11-2 Atsuko Tokuda. 

4 angka lainnya disumbangkan dari nomor ganda. 

Imelda Wigoena/Theresia Widiastuti menelan 17-14 15-0 Etsuko Takenaka/Machiko Aizawa. Regina Masli/Minarni Sudaryanto menang atas Hiroe Yuki/Mika Ikeda dengan skor 15-8 15-11.

Imelda/Theresia unggul 15-4 15-9 dari Yuki/Ikeda, Regina/Minarni menang atas Takenaka/Aizawa dengan skor 15-6 6-15 16-9.

Dengan demikian, Tati Sumirah satu-satunya tunggal putri yang menyumbangkan angka bagi Indonesia.

"Kami minta doa untuk kesembuhan Tati Sumirah," kata Wakil Ketua Umum PB Tangkas Jakarta Juniarto Suhandinata. PB Tangkas Jakarta merupakan klub badminton dimana Tati Sumirah bergabung semenjak tahun 1966.

Legenda bulutangkis yang kini berusia 68 tahun itu mengalami masalah pada paru-parunya serta tinggi gula darahnya. Oleh karenanya, Tati dilarikan ke rumah sakit.

Sejak Selasa (4/2/2020) Tati masuk ruang ICU dan dirawat di RSUP Persahabatan, Jakarta Timur.

"Sejak masuk ke sini (rumah sakit), Tati belum sadar sampai sekarang (8/2/2020)," kata keponakan Tati, Reza.

Lebih lanjut Juniarto mengetuk pintu hati kepedulian pemerintah dan induk olahraga PBSI untuk kepulihan pemain yang membela Merah Putih pada 1972 sampai 1981 itu.

"Dia pahlawan bulutangkis yang telah mengharumkan nama bangsa," tutur Juniarto.

Setelah wanita kelahiran Jakarta, 9 Pebruari 1952 itu gantung raket pada 1981, kehidupan Tati selalu tidak beruntung.

Tati sempat melamar menjadi pelatih di PB Tangkas Jakarta. Tapi klub menolak tawaran Tati karena dinilai Tati tidak berbakat sebagai pelatih.

Untuk bernapas, selepas gantung raket, Tati bekerja di sebuah apotek di Jakarta Selatan. Apotek  yang terletak di wilayah Tebet itu adalah milik salah seorang penggemar bulutangkis. Pekerjaan itu ia jalani selama 20 tahun. 

Pekerjaan ini adalah satu-satunya nafkah penyambung hidup untuk keluarga. Nama sohor Tati pun perlahan-lahan mulai hilang.

Ditambah dengan uluran tangan dari keluarga, Tati yang belum pernah menikah, tinggal di rumah sederhana di kawasan Buaran, Jakarta Timur. Di sana ia tinggal bersama dua orang lainnya, yaitu adik bungsunya yang juga belum pernah menikah, dan ibu Tati yang sudah memasuki usia 86 tahun.

Tati jauh dari perhatian pemerintah maupun PBSI.

"Ngurusin orangtua sehari-hari," tutur Tati.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat dihindari. 

Dengan terpaksa, Tati lantas mundur dari pekerjaannya di apotek. Hal tersebut disebabkan karena lutut kakinya patah dan secara terpaksa harus menjalani perawatan di rumah. 

Kemalangan itu berawal dari saat Tati mengendarai sepeda motor. 

Ketika naik motor, Tati menabrak orang secara tak sengaja. "Saya jatuh, tapi dia (yang ditabrak) tidak," kisah Tati yang rambutnya kini sudah putih.

Pas bangun, Tati merasakan sakit di lutut kaki kirinya, patah. "Maklum sudah tua, jadinya saya di rumah saja," tutur Tati.

Beruntung sesama pemain bulutangkis, Rudy Hartono lantas memberikan Tati pekerjaan sebagai tenaga administrasi di bagian perpustakaan perusahaan Oli TOP 1.

Tati baru benar-benar pensiun dari pekerjaannya di sana pada tahun 2015.

Tati menceritakan ketika Indonesia mendapatkan Piala Uber untuk pertama kalinya, yang mana saat berbarengan, Indonesia juga memperoleh Piala Thomas, lambang supremasi bulutangkis beregu putra.

"Dikawinkan, yang lelaki dapat hadiahnya mantap. Waktu itu saya berharap dapat rumah, tapi cuma uang satu juta rupiah. Uang sebesar itu saat itu cukup besar, lalu saya belikan Vespa. Saya terima apa adanya," kenangnya.

Soal hadiah, Tati sempat menyitir perhatian pemerintah kepada atlet berprestasi, di bulutangkis. Menurut Tati, sekarang cuma yang baru-baru saja yang menerima apresiasi dari pemerintah. Tati mencontohkan, bonus sebesar Rp 200 juta yang diberikan kepada pemenang SEA Games Manila 2019 lalu.

"Dulu mah enggak. Makan aja seadanya. Bayem, sate, ayam goreng....," kisahnya.

Masih ada harapan Tati yang hingga kini belum terwujud juga, yaitu menjadi seorang pelatih. Apalagi kini kaki Tati sudah tidak kuat untuk menopang.

Kepedihan Tati juga bertambah seiring pudarnya kenangan orang pada dirinya yang dulu mengharumkan nama bangsa. Menurut Tati, PBSI saat ini juga bahkan tidak pernah menemuinya lagi.

Mengenai kekuatan tunggal putri sekarang ini, Tati merasa miris. Menurutnya, tunggal putri sekarang hanya sekali-sekali saja berprestasi, tidak seperti dulu.

"Kalau ambil pelatih dari luar sama saja, pelatih dalam negeri bagus-bagus, bahkan banyak yang ditawarkan melatih di luar negeri," tutur Tati.

Dan sosok pahlawan Piala Uber tersebut kini sedang dirawat di rumah sakit.

Juniarto kembali mengulangi permohonannya, agar PBSI dan pemerintah mau membantu Tati dalam biaya pengobatan Tati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun