World Air Quality Report 2018 melaporkan bahwa konsentrasi rata-rata Particulate Matter (PM) 2,5 di Jakarta mencapai 45,3 ug/m3. Dengan demikian, Jakarta dinobatkan menjadi kota paling tercemar di Asia Tenggara. Di tempat kedua paling tercemar di Asia Tenggara adalah kota Hanoi, Vietnam dengan 40,8 ug/m3.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar batas aman untuk itu 10 ug/m3. Bayangkan, Jakarta berarti sudah melebihi standar yang ditetapkan sebanyak empat kali lipat.
Tingkat pencemaran udara di Jakarta sudah menjadi isu, bukan saja para penggiat lingkungan, namun juga dirasakan oleh semua warga.
Berkaitan dengan hal tersebut, LBH (Lembaga Bantuan Hukum) bareng sekelompok warga lintas profesi bakal mengajukan gugatan sehubungan dengan tingkat pencemaran di Jakarta yang sudah sangat membahayakan kesehatan itu.
Tidak tanggung-tanggung, gugatan yang akan didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 18 Juni mendatang. Mereka menggugat empat pihak, di antaranya Presiden Jokowi, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat.
"Pencemaran di ibukota, bukan saja berasal dari kendaraan, tetapi juga dari Pembangkit Listrik, dan juga dari industri," ujar Nur Hidayati, salah seorang penggugat.
Sementara itu, menurut pengacara publik LBH, Ayu Eza Tiara, pada tanggal 14 April lalu LBH Jakarta dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) telah membuka pos pengaduan calon penggugat polusi udara di Jakarta.Â
Alasan pembukaan pos pengaduan itu, menurut Eza, karena dampak pencemaran ini bukan saja dialami oleh satu atau dua orang saja, tapi oleh seluruh warga.Â
"Oleh karenanya, kami membuka ruang bagi masyarakat yang merasa dirugikan," kata Eza, Minggu (2/6/2019) kepada awak media di Kantor LBH, Jalan Diponegoro, Jakpus.
57 orang penggugat yang terdiri dari berbagai macam profesi itu sebelumnya sudah meminta kepada pemerintah supaya memperbaiki kualitas udara di Jakarta.
Ke 57 orang penggugat itu antara lain terdiri dari para aktivis, peneliti, mahasiswa, serta pegawai swasta. "Mereka meminta pemerintah untuk memperbaiki kualitas udara, darimana sumber polusi itu, tapi tidak ada perkembangan yang signifikan," kata Eza.