Kubu Prabowo, dalam hal ini putri mantan Presiden Soeharto mengatakan dia tidak akan menggunakan haknya melaporkan kecurangan yang terjadi di Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi seperti yang diatur oleh undang-undang Pemilu.
Melainkan mantan isteri capres Prabowo ini akan menerjunkan massa dalam jumlah banyak, turun ke jalan.
Siti Hediati Hariyadi atau umum disapa Titiek Soeharto yang turut hadir dalam acara deklarasi bersama "gerakan kedaulatan rakyat" pada Jum'at (17/5/2019) lalu, berorasi tidak akan membawa dugaan kecurangan dalam Pilpres ke Mahkamah Konstitusi, tapi dengan cara menerjunkan massa turun ke jalan, berunjuk rasa menuntut Paslon 01 untuk mundur.
Acara yang dihelat Grand Sahid Hotel, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat itu terselenggara berkat inisiasi para pengusung 02.
Dalam simposium kecurangan, selain Prabowo, Titiek, dan cawapres Sandiaga Uno, hadir pula Amien Rais, Ketua Dewan Kehormatan PAN. Serta petinggi-petinggi parpol pengusung Prabowo-Sandi.
Titiek mengemukakan alasannya mengapa tidak melaporkan ke MK. Menurutnya, hal tersebut didasarkan pada pengalaman pada 2014 silam. Pada waktu, diajukan ke MK, apa-apanya belum diperiksa, sudah diputuskan bahwa yang menang di kubu sana. Makanya, sekarang tidak lagi akan ke MK. Tapi turun ke jalan.
Dalam orasinya, Titiek juga menyatakan massa yang akan turun jumlahnya banyak, pada berkisar tanggal 20, 21, atau 22 Mei 2019.
Titiek juga menjelaskan jumlah banyaknya itu. "Lebih banyak dari jumlah aparat yang diterjunkan pemerintah, kalau pemerintah menurunkan 120.000 polisi, atau 170.000 TNI, maka massa akan lebih dari itu, Insyaallah," katanya.
Sementara itu, laman asing Sydney Morning Herald, memuat artikel, Senin (13/5/2019) berjudul "Indonesia's Prabowo must face reality and accept defeat". Wartawan Australia, James Massola menulis artikel tersebut.
Dalam artikelnya, Massola mengatakan angka perolehan suara pasangan Jokowi-Ma'ruf semakin terus memperbaiki dari hari ke hari.
Tapi, seperti pada 2014, Prabowo menolak hasil real count itu serta mengklaim dirinya menang 62 persen.
Inilah yang terjadi di Indonesia.
Dikatakan, Indonesia baru saja menjadi negara demokrasi sejak kurun waktu lebih dari dua dekade. Hal tersebut terbukti dengan jumlah partisipan yang meningkat sampai 80 persen.
Tapi Prabowo cs menduga sudah terjadi kesalahan penghitungan di setidaknya 73.000 TPS.
BPN pula menuding 6,7 juta orang tidak diundang untuk mencoblos. Dua orang pendukung 02 juga dituding berbuat makar.
Gelar unjuk rasa skala kecil sudah terlaksana pada Jum'at silam di depan kantor Bawaslu.
Gelar unjuk rasa yang lebih besar membayang yang datang dari para pendukung Prabowo. Gelaran itu yang dinamakan "kedaulatan rakyat".
Sepertinya apa yang dikatakan Sydney Morning Herald itu mirip dengan apa yang telah dikatakan oleh Titiek Soeharto. Gelaran aksi unjuk rasa yang lebih besar menuntut diskualifikasi pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H