Gejala limfoma sendiri antara lain demam atau meriang, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas (hingga 10 persen atau lebih), kelelahan dan kekurangan energi, kehilangan nafsu makan, batuk berkepanjangan, serta pembesaran limpa dan atau hati.
Menurut Dr. Hilman, perjalanan penyakit limfoma dapat diketahui dengan melihat beberapa parameter, yakni usia, penampilan pasien, nilai LDH (marker kerusakan jaringan), penyebaran di kelenjar getah bening, dan stadium penyakit.
"Intinya, semakin muda pasien, performanya baik (tidak sakit-sakitan), dan semakin rendah stadiumnya, maka penyakit juga lebih mudah disembuhkan dengan kemungkinan harapan hidup lebih panjang," jelas Dr. Hilman.
Namun, terapi pengobatan pasien limfoma kerap terkendala mahalnya harga obat dan kekurangan efektivitas terapi.
Harapan datang dari pengembangan obat limfoma oleh beberapa perusahaan farmasi ternama, baik lokal maupun internasional, untuk menghasilkan terapi efektif dan lebih mudah dijangkau penderita limfoma di Indonesia.
Menurut DR. Dr. Dody Ranuhardi, Sp.PD-KHOM, Sekretaris Jenderal PERHOMPEDIN, saat ini terdapat beberapa pilihan untuk mengobati Limfoma Hodgkin, yakni kemoterapi, radioterapi, transplantasi sel, dan terapi bertarget (targeted therapy).
Di Indonesia, salah satu inovasi terkini yang tersedia adalah terapi bertarget bernama Antibody-drug Conjugates (ADC). Terapi bertarget dapat membantu mengirimkan agen yang kuat ke sel kanker yang menjadi target, sekaligus meminimalisasi paparan ke sel yang tidak ditargetkan.
Pengobatan yang khusus diciptakan untuk pasien kanker Limfoma Hodgkin dengan kondisi relaps dan/atau refractory ini secara spesifik menargetkan sel yang sakit untuk meningkatkan efektivitas pengobatan dan secara bersamaan, memberikan efek samping yang bisa ditoleransi.
"Limfoma Hodgkin dapat disembuhkan melalui kemoterapi jika terdeteksi dini. Untuk itu, penting untuk tidak meremehkan benjolan pada tubuh, meski ukurannya kecil, seperti kelenjar getah bening yang ditemui di leher, ketiak, dan pangkal paha," ujar Dr. Dody.
Pada Limfoma Hodgkin, kombinasi kemoterapi awal dapat memberikan respons yang bertahan lama. Namun, petugas kesehatan di Indonesia menyatakan sebanyak 20 persen dari pasien tersebut akan mengalami relaps (atau kambuhnya penyakit limfoma) atau refrakter (tidak memberikan respons) terhadap pengobatan awal.
"Prognosis pasien dengan kondisi relaps dan refrakter biasanya lebih buruk dan akan lebih sulit disembuhkan. Namun, dengan perkembangan teknologi dan terapi baru, harapan kesembuhan bagi para pasien dengan kondisi relaps dan refrakter dapat meningkat," kata Dr. Dody.