Tahukah Anda ada sejumlah penyakit langka pada anak? Mari kenali kelainan tubuh yang umumnya merupakan akibat faktor genetik ini, agar kita bisa turut meningkatkan deteksi dini.
Malika lahir dari seorang ibu dengan kondisi fisik dan psikologis normal.
Namun, pada hari ketiga setelah kelahirannya, tim dokter di RSCM menyadari kelainan pada bayi mungil ini. Tubuh Malika tidak bisa memetabolisme asam amino rantai cabang, sehingga ia butuh asupan khusus yang bebas dari kandungan tersebut.
Masalahnya, asupan khusus ini belum ada di Indonesia dan harus didatangkan langsung dari Amerika. Tim dokter pun berupaya menghubungi pihak terkait, seperti bea cukai, untuk bisa meloloskan makanan yang dikategorikan orphan food tersebut.
Orphan drugs dan orphan food adalah produk-produk medis yang dibutuhkan untuk diagnosis, pencegahan, serta perawatan penyakit langka. Suatu obat atau makanan dikategorikan orphan karena dalam kondisi pemasaran normal, produk tersebut sulit dipasarkan karena hanya ditujukan untuk sebagian kecil pasien penderita penyakit langka.
Di tengah rumitnya perjuangan mendatangkan orphan food yang tidak terdaftar dalam list bea cukai, Malika dipanggil Tuhan.
Setelah Malika, ada Alisha, yang datang ke RSCM dan terdiagnosis dengan Phenylketonuria (PKU), yakni kelainan genetik ketika tubuh tidak bisa memetabolisme asam amino. Seperti Malika, Alisha juga membutuhkan asupan khusus.
"Kami bertekad untuk harus bisa menolong anak-anak dengan kelainan langka seperti ini. Kasus Malika dan Alisha menjadi pemicu bahwa obat dan makanan khusus harus diupayakan," ujar DR. Dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.
"Satu kaleng susu khusus yang harus didatangkan dari Australia memiliki harga 750.000 rupiah. Seorang pasien rata-rata butuh 10 kaleng per bulan. Karena biaya yang sangat mahal, mestinya ini menjadi tanggung jawab pemerintah," tandas Dr. Damayanti.
Menurut Dr. Damayanti, dari seluruh pasien yang ia tangani, jumlah rare disease atau penyakit langka tidak mencapai 2000. Namun, karena keterbatasan diagnostik dan tata laksana, hanya sekitar 5 persen yang bisa diterapi.
DR. Dr. Czeresna Heriawan Soejono, Sp. PD, K.Ger., M.Epid, Direktur Utama RSCM, mengungkap bahwa penyakit langka mengalami ketertinggalan bila dibandingkan penyakit lain, seperti infeksi, diabetes melitus, dan jantung.
"Walau prevalensinya tidak terlalu banyak hingga kemudian disebut langka, bukan berarti kondisi ini boleh tidak diperhatikan. Nilai kemanusiaan pasien penyakit langka sama dengan manusia lain," tegas Dr. Czeresna.
Sejak dua dekade lalu, RSCM sebagai tempat rujukan tersier telah merintis penanganan penyakit langka dari berbagai wilayah di Indonesia. Dari ratusan rujukan baru, sekitar 120 penyakit langka telah terdiagnosis.
Mereka dilayani secara komprehensif oleh tim multidisiplin di Pusat Pelayanan Terpadu Penyakit Langka Nasional RSCM, yang juga telah menangani pasien kelainan genetik yang belum memiliki terapi definitif, seperti Even-Plus Syndrome.
"Sebanyak 80 persen penyakit langka disebabkan oleh faktor genetik, sehingga penting sekali bagi rangkaian pemeriksaan genetik untuk didukung oleh laboratorium yang lengkap," yang ungkap Dr. Czeresna.
Menurut European Organization for Rare Disease (EURORDIS), penyakit langka bersifat kronis, progresif, dan mengancam penderitanya. Sebanyak 75 persen penyakit langka adalah anak-anak, dan 30 persen meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun.
Secara global, terdapat 6.000-8.000 jenis penyakit langka, dengan jumlah penderita sekitar 350 juta populasi. Lebih dari 6.000 jenis tersebut memiliki variasi gejala yang berbeda-beda, dan terlihat dari tanda-tanda yang berbeda pula pada setiap penderita.
Ditambah lagi, gejala yang muncul sering kali menyerupai penyakit lain, sehingga menyulitkan diagnosis awal dan berdampak pada kesalahan diagnosis dan tata laksana.
Kendati belum semua penyakit langka bisa disembuhkan, ada sejumlah terapi yang memberi harapan. Salah satunya, enzyme replacement therapy atau terapi sulih enzim.
Pada Januari 2015, RSCM menjadi yang pertama melakukan terapi ini kepada anak dengan MPS (Mucopolysaccharidosis) - kelainan tubuh yang tidak bisa memetabolisme molekul gula mukopolisakarida. Sang bocah kini menunjukkan perbaikan dalam kemampuan berjalan dan melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Terapi sulih enzim berikutnya diberikan melalui skema donasi kepada tiga orang pasien MPS tipe II dan satu pasien Gaucher - kelainan metabolik bawaan yang termasuk Lysosomal Storage Disorders (LSD).
Dengan terapi tersebut, anak penderita Gaucher telah menunjukkan perbaikan bermakna, yakni organ hati dan limpa mengecil. Ia juga mengalami kemajuan pesat dalam tumbuh kembangnya, menunjukkan bahwa dengan perawatan tepat, kualitas hidup pasien penyakit langka bisa diperbaiki, dan harapan hidupnya dapat diperpanjang.
"Kami berharap orphan food dan orphan drugs bisa masuk dalam JKN. Tanpa itu, pasien tidak bisa hidup," kata Peni Utami, Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia. "Penyakit boleh langka, tapi harapan tidak boleh langka."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H