Pers di Indonesia telah menjalankan fungsinya sebagai media penyampai berita kepada masyarakat lebih dari 200 Â tahun. Sejarah media cetak di Indonesia cukup panjang mulai dari zaman Belanda, Jepang, Kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru sampai Reformasi.
Di awal perkembangan pers di Indonesia, semua perangkat kerja awak pers menggunakan perangkat analog mulai dari mesin ketik manual, kamera film, tape recorder, pita kaset sampai proses cetak. Media cetak itu kemudian didistribusikan ke sejumlah tempat dengan menggunakan transportasi darat atau udara serta laut. Pada tahun 1990-an muncul teknologi jarak jauh.
Memasuki era tahun 2000, teknologi digital berkembang pesat. Media pers mulai beralih ke penggunaan teknologi digital. Penggunaan internet makin luas dan media berbasis internet tumbuh subur, termasuk munculnya media sosial yang marak dalam beberapa tahun terakhir.
Munculnya berbagai aplikasi pada perangkat komunikasi Smartphone yang mulai jadi perangkat andalan awak pers ketika melaksanakan tugas liputan. Proses perekaman wawancara, pengambilan gambar, proses editing dan pengiriman berita, bisa dilakukan dengan memakai satu alat berkat teknologi digital.
Banyak pihak mengatakan seiring berjalannya waktu media cetak mulai surut, bahkan mati. Nyatanya pers cetak masih terus bertahan. Memang, makin banyak orang tidak membaca surat kabar, tabloid atau majalah dalam bentuk cetakan, tetapi cukup di gawai. Perubahan dari analog ke digital suatu keniscayaan. Media pers wajib mengikuti perkembangan tersebut. Namun perlu disadari perubahan itu hanya pada medianya. Media pers yang terpercaya dan terverifikasi tetap yang utama baik itu untuk media analog maupun digital, bukan berita palsu alias hoax.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H